Share

Kontras

“Phoenix.” Ben menundukkan kepalanya patuh. Sedangkan Bella memandang Luke dengan tatapan yang tajam. Dia memang selalu tidak pernah menyukai laki-laki itu. Sementara Luke sudah terlalu terbiasa mengabaikannya.

“Ben, harus berapa kali aku katakan padamu? Jangan menundukkan kepala padaku, kamu adalah keluargaku.” Luke menepuk bahu Ben dengan hangat, membuat Ben mengangkat kepalanya. Sedikit keangkuhan di wajahnya retak saat dia menatap adik sepupunya itu.

“Yang datang sekarang adalah Luke Armstrong yang penuh pengawalan. Kamu yang sekarang adalah Phoenix dan Phoenix tengah menjemput calon pendampingnya. Silakan, dia sudah siap.” Ben sekali lagi menunjukkan sikap patuhnya, memiringkan tubuh dan membiarkan Luke masuk. Dia sedang sangat formal, terlalu terbiasa meletakkan dirinya di kondisi ini hingga ia sudah terlalu hapal mengenai siapa peran yang Luke ambil di kondisi-kondisi tertentu.

Luke mengangkat kepalanya untuk membuat sikap angkuh dan aura dominannya terlihat tinggi. Dia melangkah dangan tubuh tegap. Dia yang sekarang adalah Phoenix, bukan Luke Armstrong.

Luke masuk dengan beberapa pengawal yang tadi mengikuti mobil mewahnya dengan mobil SUV. Luke mengedarkan pandangannya, memandangi setiap sudut ruangan yang tadi malam baru saja dikunjunginya. Tidak serapi tadi malam, tapi tidak juga berantakan. Tapi dia yakin kalau ada yang terjadi karena perbedaan letak di sana terlihat cukup signifikan. Lalu tiba-tiba sebuah pintu terbuka perlahan, mengalihkan semua perhatiannya.

“Apa kamu sudah siap? Jika sudah kita akan pergi sekarang.” Luke berbicara dengan nada melembut.

Bukan tanpa alasan suara Luke melembut, tapi menatap keadaan seseorang itu membuat pintu kemanusiaannya sedikit tersentuh. Orang itu terlihat berbeda dari terakhir kali ia melihatnya. Rena tampak pucat dan terluka. Terlihat sangat rapuh dengan tubuh yang kurus.

“A-aku sudah siap...” Rena menjawab dengan suara membisik. Hati Luke sedikit retak saat mendengar orang itu seakan tidak mampu berbicara. Entah apa yang terjadi padanya hingga terlihat sangat menyedihkan.

“Phoenix.” Hendry mengintrupsi Luke dari rasa mengasihani Rena dengan sebuah sapaan singkat.

“King.” Luke menyahut. Ia menemukan Hendry yang mengenaakan pakaian santai di sana, berdiri dengan Amora di belakangnya.

Mereka sama-sama tidak menundukkan kepala. Tapi senyum kecil muncul di bibir keduanya. Mereka memiliki kedudukan yang sama dan memiliki hubungan pertemanan yang sangat dekat. Jadi tersenyum kecil sudah dianggap sebagai sapaan yang pantas. Hendry mendekati Luke setelah berbisik pada Amora dan membuat perempuan itu menarik Rena ke depan.

“Aku masih Hendry, omong-omong.” Hendry sedikit tersenyum. Ini lucu, dia merasa dia masih Hendry tapi Luke sudah memanggilnya dengan nama jalannya.

“Kamu King. Caramu berdiri dan memandangku, kamu King.” Luke menyeringai lalu tertawa dengan suaranya yang terdengar rendah.

“Saat kamu menjadi Phoenix, aku tiba-tiba menjadi King.” Hendry mengendikkan bahunya. Hal itu mungkin terjadi kerena sebuah kebiasaan.

“Omong-omong, Joseph mencari banyak masalah denganku. Kalau saja aku tidak ingat Irene adalah sepupumu, aku sudah menghancurkannya.” Luke tiba-tiba mengeluh.

“Sebegitu takutnya kamu denganku? Sampai tidak ingin menghancurkan kekasih sepupuku?” Hendry tertawa renyah.

“Sejak kapan Phoenix menundukkan kepalanya pada seseorang?” Luke menyeringai.

“Sejak Joseph menjadi ‘anjing’ku?” Hendry tersenyum main-main. Alisnya naik turun, bermaksud untuk menggoda. Tapi wajahnya masih saja sangat tampan.

“’Anjing’mu itu pernah menyelamatkan nyawaku. Aku orang yang tahu balas budi, kalau kamu mau tahu.” Luke terlihat sedikit kesal.

Joseph dan Jeffrey memiliki posisi yang sama dalam Lewis dan Armstrong. Kaki tangan yang akan menjadi yang paling diandalkan. Tapi bagi Hendry dan Luke mereka adalah sahabat, saudara tanpa akhir. Kehidupan mereka saling berkaitan, tidak bisa dipisahkan.

“Baiklah, aku mengerti. Jangan langsung berubah kesal seperti itu.” Hendry tertawa kecil. Luke ikut tertawa lalu menepuk bahu Hendry hangat dan mereka berjalan menuju ruang depan.

“Baiklah, kita akan pergi sekarang.” Luke berbicara pada Rena sesaat setelah matanya menangkap figur tubuhnya. Rena terlihat sedang berbicara ringan dengan Amora dan Bella.

“Phoenix.” Hendry memanggil nama jalan Luke. Memanggil nama satu sama lain dapat dikatakan sebagai salam.

“King.” Luke menyahut dengan suara rendah yang terdengar terlalu berwibawa. Ia kembali menjadi Phoenix karena Hendry yang langsung bersikap formal padanya.

Lalu Luke berjalan menuju pintu dan berhenti tepat di depan Ben yang langsung menunduk hormat. Luke tersenyum sedikit lalu menepuk punggung Ben dengan penuh sayang hingga Ben mengangkat wajahnya lagi. Luke segera melangkah keluar, diikuti Rena yang berjalan susah payah dengan kopernya yang dibawa oleh salah satu pengawal Luke.

Rena rasa ini sangat menyiksanya, berjalan dari apartemennya menuju mobil Luke terasa cukup jauh. Sedangkan Luke berjalan dengan langkah besar dan tubuh tegap yang tampak angkuh. Sampai seorang pengawal mendekatinya dengan kepala menunduk penuh hormat.

“Bos, dia tertinggal di belakang.” Pengawal itu berbisik pada Luke dengan hati-hati.

Luke berhenti berjalan dan menoleh perlahan. Luke terdiam memperhatikan cara Rena berjalan, terlihat kesusahan dan menyeret kakinya. Luke merasa sedikit rasa peduli mencuat dari hatinya. Tapi Luke tidak bergerak, merasa orang yang tengah kesakitan itu bukanlah prioritas.

Rena mendesis saat mencoba menggerakkan kakinya lebih cepat. Rena sudah melihat Luke yang berdiri terdiam dan tengah menatapnya. Rena sedikit merasa cemas, tidak tahu apa yang ada di pikiran pria berwajah keras itu.

Kepala Rena menunduk untuk menyembunyikan wajahnya yang mengerut kesakitan. Rena merasakan perutnya sangat nyeri dan kakinya sangat lemas. Ia mulai berjalan dengan ceroboh, hingga merasa tidak lagi sanggup menahan tubuhnya. Tapi seseorang menangkap tubuhnya yang hampir menampar keras lantai dengan hati-hati.

“Ada apa denganmu?” Suara yang rendah terdengar sangat dekat di telinga Rena. Itu Luke, seseorang yang entah bagaimana sempat menangkap tubuhnya.

“Ma-maaf...” Rena menyahut dengan suara bergetar yang terlalu lirih. Sedangkan Luke tampak mengernyit karena tubuh Rena yang menegang.

“Aku tidak memerintahmu untuk meminta maaf. Aku bertanya apa yang salah denganmu?” Nada suara Luke mengeras, tapi tetap terasa lembut.

“A-aku baik-baik sa-ja.” Cara Rena mencoba meyakinkannya lebih terdengar seperti tengah meyakinkan diri sendiri. Hal itu membuat Luke melepaskan satu helaan napas.

“Aku harap kamu berjalan dengan benar kali ini.” Luke melepaskan lengan-lengannya yang menyangga tubuh Rena.

Luke terdiam sebentar setelah melihat Rena yang mengangguk kaku. Ia memperbaiki jasnya yang tampak sedikit berantakan lalu berjalan menjauh. Kembali pada keangkuhan yang dari ubun-ubun sampai ujung sepatu mahalnya. Rena kemudian menghela napasnya dan mulai berjalan dengan diikuti pengawal Luke yang menatapnya dalam diam.

Tapi ada satu hal yang Rena tidak tahu, kalau Luke sekarang tengah mengernyitkan keningnya dan memakan sebuah rasa yang hampir meledak di dadanya.

“Ternyata tidak perlu aku membencimu terlalu dalam. Kamu sudah lebih dulu terluka.” Luke bergumam pelan.

Elle Ryu

Warning! Mengandung kata-kata kasar. Hanya untuk kebutuhan cerita, bukan untuk ditiru!

| Like

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status