Setelah Rena selesai menyiapkan sarapan, ia segera menuju ke kamar calon suaminya. Saat membuka pintu, ia menemukan Luke yang masih terlihat sangat serius. Calon suaminya masih berkutat dengan pekerjaannya. Setelah menyiapkan diri, Rena mendekat dengan hati-hati, cukup untuk membuat orang itu menatapnya.
“L-Luke, a-aku berpikir untuk menyiapkan a-ir untukmu m-mandi.” Rena sekali lagi membuat rasa tidak nyaman mulai memenuhi hati Luke. Karena Rena dan sikapnya sungguh menciptakan perasaan lain di hatinya.
“Baiklah, kamu siapkan air dan aku akan menyiapkan berkasku sebentar.” Luke menyahut dengan setengah minat. Calon istrinya adalah orang yang penurut dan Luke menyukainya. Tapi bagaimana bisa orang yang akan menjadi pendamping hidupnya menjadi sangat takut padanya? Mereka akan tinggal di sisi satu sama lain sampai tidak tahu kapan dan dia tidak bisa membayangkan kalau mereka akan hidup seperti itu terus-menerus.
Rena berbalik dan pergi ke kamar
Warning! Terdapat kata-kata kasar! Hanya untuk keperluan cerita, jangan ditiru!
Luke duduk dengan tenang di samping laki-laki yang tengah menyetir dengan rahang mengeras. Laki-laki itu Jeffrey dan Jeffrey sedang marah. Tapi Luke tahu kalau ia tidak perlu melakukan apapun untuk membuat amarah orang itu meledak padanya. “Aku yang keliru atau kamu memang semakin berengsek?” Suara Jeffrey terdengar rendah dan serak. Luke tahu orang itu terlalu menahan emosinya. “Kita sama-sama tahu kalau aku memang berengsek.” Luke tersenyum. Ia sedikit bangga pada dirinya yang sangat tahu tabiat temannya itu. “Tingkat keberengsekanmu naik ke tingkat yang lebih berbahaya.” Jeffrey menyahut dengan geraman di akhir kalimatnya. Tapi Luke malah tertawa pelan. “Semakin berbahaya, maka Phoenix akan semakin hidup.” Nada suara itu terisi dengan kekejaman. Kekeh kecil muncul dari sela-sela bibirnya. “Aku tidak habis pikir, bagaimana bisa ada jiwa sialan dalam tubuh rupawan? Iblis seharusnya tidak hidup di dunia manusia.” Jeffrey membelo
Rena melangkah menuju perpustakaan dengan sangat pelan. Meski tubuhnya masih terasa sakit, ia bertekad untuk mengerjakan berkasnya. Tubuhnya memang kesakitan, tapi pendidikannya adalah yang utama. Selain itu ada yang mengganjal di hatinya, Rena memang tidak merasakan nyaman di hatinya. Rasa tidak nyaman karena pembicaraan tadi dan karena meninggalkan teman-temannya tanpa pamit. Dia tidak terbiasa untuk bersikap egois hingga bersikap sedikit egois seperti tadi berhasil sedikit mengganggunya. Kepala Rena sampai terasa penuh karena rasa bersalah. “Oh! Hai, Rena Martin!” Seorang perempuan memanggil nama Rena dan Rena menatapnya untuk menemukan perempuan itu melihat ke arah jam tangannya sebentar. Perempuan itu adalah seorang dosen sekaligus penjaga perpustakaan yang sudah cukup akrab dengannya. Rena memang sangat menyukai perpustakaan, oleh karena itulah penjaga perpustakaan jadi mengenalnya. “Selamat pagi.” Ini pukul 10.32 am, masih pagi. “Selamat
“Bagaimana kabar James?” Irene mencoba mencairkan atmosfer beku sejak Rena pergi tadi. Tidak ada yang menyukai keadaan itu, jadi dia memutuskan mencoba untuk memecahkan suasana. “Baik. Anak itu baik-baik saja.” Ben tersenyum, mengingat betapa menggemaskannya kaki tangan paling diandalkannya itu. “Terkadang aku merasa kasihan padanya. Ia masih terlalu kecil untuk pekerjaan mengerikan itu.” Amora ikut menimpali. James sangat menggemaskan untuk mahasiswa yang memasuki semester awal. Jadi dia tidak bisa membayangkan kalau anak itu telah bekerja di bidang yang mengerikan. “Ben menyayangi anak itu, James tidak akan disakiti. Dia tidak akan membiarkan seseorang yang dia sayangi berada di dalam masalah.” Bella mengerti bagaimana Amora mencintai anak itu. James telah Amora anggap bagai putra sendiri. “Tapi bagaimana bisa anak sekecil itu menarik pelatuk dan melesakkan peluru di antara mata seseorang? Itu terlalu mengerikan untuk anak seusianya.” Amora berkata dengan rasa khawatir yang kenta
Luke benci rumah sakit karena di tempat itulah ia melihat orang yang pernah dicintainya meraung penuh kesedihan. Jadilah Luke membawa tubuh lunglai Rena ke rumah mereka yang besar dan memanggil Helena untuk segera datang. Luke sudah meminta Amora untuk mengganti baju Rena tadi, tepat setelah mereka tiba. Mencoba membuat tubuh kurus itu merasa nyaman meski ia sendiri merasa tidak nyaman mendengar ada banyaknya luka-luka yang pasti menyakitkan. “Bagaimana keadaan Rena? Apa ada sesuatu yang buruk?” Luke yang baru saja datang dari menerima beberapa panggilan segera bertanya, ia tampak khawatir. Ia mendapatkan panggilan dari pekerjaannya sementara Helena memeriksa keadaan Rena yang masih belum sadar. “Rena baik-baik saja. Luka karena pemukulan tidak banyak bertambah buruk dan hanya ada sedikit luka baru. Ia hanya perlu istirahat dan meminum obatnya dengan teratur agar bisa sembuh total.” Helena menyahut dengan tenang sambil mengemas peralatannya. Ia akan pergi setelah ini, karena pekerja
Saat Luke kembali, ia mendapatkan kekacauan. Tadi siang Luke memang kembali ke kantornya untuk menyelesaikan beberapa urusan. Setelahnya ia hanya ingin pulang ke rumah, melihat calon istrinya dan dilayani dengan sangat baik oleh perempuan bertubuh kurus itu. Meski Rena terluka, tapi Luke tidak bisa menyangkal tentang keluarbiasaan perempuan itu dalam melayaninya. Seperti apa yang terjadi tadi siang, setelah Rena memakan bubur dan meminum obatnya, ia malah segera membantu Luke untuk bersiap-siap. Tapi Luke benar-benar bingung sekarang. Hari sudah mulai gelap, namun semua lampu di rumah itu belum dinyalakan, kecuali lampu kamarnya. Ia juga tidak melihat Rena dan Jeffrey di manapun di lantai bawah. Mereka hanya tinggal bertiga, tapi ini cukup aneh untuk tidak melihat Jeffrey di ruang keluarga dan tidak menemukan Rena di dapur. Tiba-tiba sesuatu mengejutkannya, suara pekikan terdengar dari arah atas, dari kamarnya. Luke segera pergi ke tempat itu dengan langkah se
Luke menggeram dengan suara yang seperti berasal dari belakang tenggorokan. Luke terengah-engah, itu merupakan salah satu pencapaian paling tidak nikmat yang pernah dirasakannya. Karena Luke sedang merasa tidak baik, benar-benar tidak baik. Sedangkan Jane melenguh saat Luke menarik diri. Lalu Luke merebahkan tubuh di sebelah kanan tubuh mungil itu. _"Jangan pernah mencintai. Jangan pernah jatuh cinta. Cinta akan menghancurkanmu. Cinta bisa menjatuhkanmu.”_ Luke mendesis karena ingatan tadi sore saat ayahnya meneleponnya masih terasa segar dalam ingatan. Jujur ia tersakiti, hatinya tersakiti. Ia tahu ia tidak bisa mencintai, tapi sesuatu di hatinya terasa berbeda. Luke memejamkan mata saat merasakan sebuah tangan melingkari perutnya dan rambut halus dari kepala yang mungil menyentuh dadanya. Luke tidak menginginkan apapun, kecuali memandang bayangan Rena di pelupuk mata. Sedangkan Jane hanya terdiam saat keheningan menyelimuti mereka. Jane sungg
Sudah cukup lama sejak Rena membiarkan tubuh kurusnya ditelan pintu kamar mandi. Sedangkan Luke berdiri dari tempat ia duduk, merasa gairah semakin membakar dirinya. Dengan cepat mengangkat tangannya, membuka satu persatu kancing kemeja lalu melepaskannya dan membiarkannya jatuh lunglai ke lantai. Luke lalu berjalan tanpa suara. Ia mencari sosok itu dengan mata bulatnya, berniat memberi sedikit kejutan untuk calon istrinya. Hingga Luke melihatnya, tubuh itu berdiri di dekat keran, punggungnya tampak menggairahkan. “Rena.” Luke bisa merasakan tubuh Rena yang tersentak karena sentuhannya yang terlalu tiba-tiba. Luke mengusap-usap bahu dan lengan atas Rena seraya mengecup tengkuk dan leher calon istrinya tanpa henti. Rena awalnya terkejut, tapi ia akhirnya menjenjangkan leher sebagai bentuk penyerahan diri. Rena akan membiarkan dirinya terbakar gairah yang ada di dalam Luke. “Aku ingin kamu menghiburku.” Luke berujar rendah di perpotongan leher Rena lalu memeluk pinggang kurus itu. Luke
Jeffrey mencuci piring dengan gerakan yang ceroboh dan Rena tersenyum geli. Tadi Rena hendak mencuci piring-piring itu, tapi Jeffrey menahannya. Jeffrey sangat-sangat peduli dengan perempuan itu. Dia masih terluka, mencuci piring mungkin bisa membuat luka di tangannya memburuk.“Tanganmu baik-baik saja?” Jeffrey berkata setelah meletakkan piring terakhir.“Sudah membaik, Luke yang tidak ingin aku membuatnya kembali terluka.” Rena sedikit tersenyum. Tanpa sengaja ia teringat suara rendah kekasihnya yang begitu membahagiakan.“Bagaimana bisa? Kalian berhubungan seks tapi kamu tidak kembali terluka?” Jeffrey mengangkat alisnya, mengabaikan Rena yang langsung sedikit menunduk.“Luke menahanku untuk tidak terus meremas tangan. Ia tidak ingin aku kembali terluka.” Suara Rena benar-benar lirih, wajah manis itu juga menunduk semakin dalam. Jeffrey sangat tahu kalau Rena adalah satu-satunya orang yang h