Share

19. Dijemput

Penulis: Estaruby
last update Terakhir Diperbarui: 2025-05-21 09:50:45

Arina sempat membatu. Dalam hati merutuki setiap kalimat yang meluncur dengan ringan dari mulut Askara. Bisa-bisanya laki-laki itu mengucapkan kalimat seperti itu dengan nada super santai seolah tanpa beban sama sekali.

Bagaimana bisa Arina menganggapnya serius? Ekspresi Askara hampir selalu datar, dan dia juga justru terkesan seperti seseorang yang terbiasa bermain kata-kata. Sulit membedakan mana yang tulus mana yang bukan. Wajar bukan kalau Arina trust issue dan merasa ini hanya bagian dari permainan biasa oleh seorang Askara Danendra?

Sempat terpikir di benaknya, mungkin bukan Askara yang terkesan terlalu dalam tanda kutip friendly, tapi bisa saja dirinya sendiri yang terlalu perasa. Dia juga mungkin tipikal kaku dan tidak begitu luwes menanggapi candaan sosial semacam ini. Sebuah kesenjangan pemikiran, huh?!

Tak mau berlarut-larut, Arina akhirnya mengembalikan fokusnya, "Jadi, apa yang perlu kita bahas, Pak Askara?" Tanyanya to the point.

Askara masih meninggalkan dua tangannya
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   19. Dijemput

    Arina sempat membatu. Dalam hati merutuki setiap kalimat yang meluncur dengan ringan dari mulut Askara. Bisa-bisanya laki-laki itu mengucapkan kalimat seperti itu dengan nada super santai seolah tanpa beban sama sekali.Bagaimana bisa Arina menganggapnya serius? Ekspresi Askara hampir selalu datar, dan dia juga justru terkesan seperti seseorang yang terbiasa bermain kata-kata. Sulit membedakan mana yang tulus mana yang bukan. Wajar bukan kalau Arina trust issue dan merasa ini hanya bagian dari permainan biasa oleh seorang Askara Danendra? Sempat terpikir di benaknya, mungkin bukan Askara yang terkesan terlalu dalam tanda kutip friendly, tapi bisa saja dirinya sendiri yang terlalu perasa. Dia juga mungkin tipikal kaku dan tidak begitu luwes menanggapi candaan sosial semacam ini. Sebuah kesenjangan pemikiran, huh?!Tak mau berlarut-larut, Arina akhirnya mengembalikan fokusnya, "Jadi, apa yang perlu kita bahas, Pak Askara?" Tanyanya to the point.Askara masih meninggalkan dua tangannya

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   18. Undangan

    “Terima kasih, Bu Arina. Kinerja Anda luar biasa,” ucapnya dengan nada bangga. “Kerja sama dengan Askara Danendra bukan hal yang mudah, tapi Anda berhasil menanganinya dengan sangat baik. Apalagi pengalaman Anda selama mendampingi mereka dalam perhelatan internasional di Zurich—itu nilai tambah yang luar biasa, tidak hanya bagi institusi, tapi juga bagi mahasiswa kita.”Arina tersenyum tipis, mengucap terima kasih saat rektor mengapresiasinya di ruang rapat. Siang menjelang sore di hari kala pertemuan itu berlangsung untuk membahas beberapa rancangan giat kedepannya, termasuk magang.Beberapa dosen lain ikut mengangguk, ada yang mencatat, ada pula yang tersenyum ramah.Rektor melanjutkan, “Saya minta rekan-rekan untuk segera menindaklanjuti ini. Eksekusi pengumuman magang harus dimulai secepatnya. Kita ingin menjaring mahasiswa dengan kualifikasi terbaik untuk kesempatan ini.”Suasana rapat pun mencair. Beberapa dosen mulai berdiskusi ringan sambil merapikan catatan. Namun ketika Ari

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   17. Perkara Bunga di Pagi Hari

    Arina menatap buket bunga yang baru saja dikirimkan. Dengan hati-hati, ia menyibakkan plastik bening yang membungkus rangkaian itu, seolah ingin memahami maksud tersembunyi dari tiap kelopaknya. Buket itu terdiri dari mawar putih, lisianthus ungu, baby's breath, dan beberapa tangkai eucalyptus segar. Warnanya lembut, tidak mencolok, tapi jelas menyimpan makna.Dia duduk di bangkunya dengan pikiran yang belum sepenuhnya rapi dan jelas. Arina termenung sendirian di ruangannya sembari menatap dan bertanya-tanya. Mengapa Askara mengirimkan ini untuknya?Waktunya sedikit senggang, Arina mencoba mencari tahu makna tentang bunga dengan membuka browser di laptopnya. Wanita itu harus mengakui bahwa dirinya memang tak banyak tahu tentang bunga. Meskipun mungkin saja Askara tidak memiliki niat yang sama seperti yang dia pikirkan. Tetap saja, Arina hanya ingin tahu garis besar secara umumnya.Mawar putih katanya melambangkan ketulusan dan niat baik—mirip kesan pertama yang selalu ditampilkan Aska

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   16. Sambutan Sarkas

    Sepasang netra yang biasanya tergolong cukup besar itu nampak sedikit menyipit. Arina beberapa kali mengedipkan matanya untuk mengembalikan kesadarannya yang hampir belum kembali sepenuhnya. Kepalanya masih cukup berat dan segala macam jet lag masih menjadi kawannya. Maklum, Arina benar-benar baru sampai rumah pukul empat pagi tadi. Sempat tidur dua jam sampai akhirnya harus bersiap untuk berangkat ke kampus."Kamu bisa istirahat lebih banyak. Pak Rektor masih memberikan dispensasi untuk hari ini," ujar Askara ketika pria itu mengantar Arina ke unitnya tadi pagi.Tapi Arina dengan tegas menggeleng, mengatakan bahwa dia sudah meninggalkan cukup banyak tanggung jawab dan tidak bisa untuk bolong mengajar lagi hari ini. Sejujurnya, ada sedikit penyesalan dalam dirinya. Mengingat sekarang dia masih lelah sekali dan hampir terlihat seperti tak punya gurat kehidupan jadinya. Langkah Arina terhenti sejenak di koridor fakultas saat beberapa rekan dosen menyapanya dengan senyum dan tatapan pe

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   15. Kamu Cantik

    Selama tiga hari berada di Zurich, Arina menjalani rangkaian kegiatan dengan penuh semangat dan dedikasi. Kesempatan-kesempatan hebat untuk dapat terlibat berdiskusi lebih lanjut dengan delegasi asing. Hari-hari dipenuhi dengan kunjungan ke kantor-kantor mitra, workshop strategis, hingga sesi networking yang berlangsung bahkan hingga malam.Malam ketiga menjadi puncak dari seluruh agenda: pesta penggalangan dana eksklusif yang digelar di sebuah ballroom hotel mewah di tengah kota Zurich. Acara ini dihadiri para petinggi perusahaan multinasional, tokoh-tokoh keuangan Eropa, serta para klien strategis dari berbagai negara.Askara dan Arina mendapatkan undangan untuk menghadiri giat tersebut tentunya. Mereka dipandang sebagai kawula muda dari Asia yang cukup menarik perhatian. Beberapa klien sebelumnya mengutarakan bahwa mereka cukup puas dengan berbagai inovasi dan cara kerja keduanya. Dengan cepat perusahaan Askara semakin menguatkan namanya di kancah bisnis eksklusif disana.Tak tahu

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   14. Denial

    Rona jingga tipis menyelinap di balik tirai jendela kamar hotel itu. Udara pagi yang sejuk menyapa, dan suara burung-burung kecil bersahutan dari kejauhan. Perlahan, Arina membuka matanya, membiarkan cahaya pagi menelusup ke dalam benaknya yang masih setengah sadar.Namun yang pertama kali terlintas bukanlah itinerary hari ini, melainkan suara Askara semalam. Seolah suara tersebut bersemayam semalaman dalam pikirnya dan membuat tidurnya menjadi benar-benar tidak nyenyak."Saya ingin mengenal kamu lebih jauh."Ucapan itu masih terngiang-ngiang dengan jelas, seolah baru saja diucapkan beberapa detik lalu. Arina menatap langit-langit sebentar, menghela napas pelan.“Mungkin dia cuma mabuk,” gumamnya pelan, mencoba meredam gejolak aneh yang menyelinap diam-diam di hatinya.Wajar saja, semalam mereka minum wine. Bisa saja, kan?Ia bangkit dari tempat tidur, menepis rasa gugup yang nyaris tak ia akui. Bagi Arina, logika adalah segalanya—dan kalimat Askara semalam tak seharusnya mengusik sep

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   13. Mengenal Kamu Lebih Jauh

    Langit Zurich malam itu bertabur lampu kota yang temaram, memantulkan sinarnya di permukaan danau yang tenang. Seusai pertemuan dengan klien yang berjalan mulus, Arina dan Askara memutuskan makan malam di restoran Italia tak jauh dari pusat kota. Obrolan mereka mengalir santai, tak lagi kaku seperti saat pertama kali bertemu. Ada tawa ringan di sela percakapan, dan tatapan saling mengamati ketika sesekali diam mengisi jeda.“Saya nggak nyangka Pak Askara bisa secair ini di luar urusan kerja,” ucap Arina sambil menyeruput wine-nya.Askara tersenyum kecil, menyandarkan punggung ke kursi. “Saya juga nggak nyangka kamu bisa seramah ini setelah pitching tadi. Ternyata kamu nggak seketat yang saya kira.”Arina tertawa, lalu menggeleng pelan. “Itu namanya profesional.”Bisa dibilang ini adalah makan malam bersama keduanya setelah malam itu di Indonesia. Suasana sudah cukup cair dan perbincangan benar-benar mengalir dengan alami. Arina meletakkan gelasnya, "Sebenarnya, saya sedikit penasaran

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   12. Pujian Halus Askara

    Mobil hitam berlogo perusahaan konsultan multinasional itu berhenti perlahan di depan sebuah gedung kaca modern di pusat kota Zurich. Bangunannya tinggi, elegan, dan nyaris tanpa cela. Dari kejauhan saja, Arina sudah bisa merasakan atmosfer profesional yang berbeda dari kantor-kantor yang pernah ia datangi sebelumnya.Hanya berselang tiga jam dari kedatangannya, Arina benar-benar langsung mulai bekerja. Dia sudah sempat berganti pakaian tadi. Askara bersama timnya juga sudah menjelaskan semua yang dia butuhkan, bahkan sejak keberangkatannya dari Indonesia kemarin. Materi telah Arina terima dan dia pelajari dengan sebaik mungkin. Waktu memang sangat sedikit, tapi Arina harap otaknya masih mengepul panas untuk masuk dalam percakapan-percakapan berat yang mungkin akan terjalin kedepannya.Begitu pintu mobil dibuka, udara Zurich kembali menyapa kulitnya. Askara melangkah lebih dulu, memberi kode halus pada Arina untuk mengikutinya. Di belakang mereka, tim lokal dan asisten Askara bergerak

  • Konsultasi Cinta dengan Dosen Muda   11. Zona Baru

    Entah berapa lama tepatnya berada dalam perjalanan. Namun yang jelas, Arina tidak ingat berapa kali dia terbangun dari tidur hanya untuk memastikan bahwa dirinya masih berada di dalam pesawat. Sepertinya jelas panggilan terakhir, kali ini Arina ikut bangkit saat penumpang lainnya berjalan menuju pintu pesawat.Ia sendirian tanpa siapapun yang dia kenal. Kezia—sekretaris Askara rupanya tidak ikut dalam perjalanan. Dia hanya menemani Arina di lounge bandara sembari menjelaskan beberapa hal penting sampai akhirnya Arina harus berangkat. Langit Zurich pagi itu membiru pucat, seperti kanvas yang belum disentuh warna. Arina menarik napas panjang saat pintu kaca terminal otomatis terbuka, membiarkannya melangkah keluar dari bandara internasional yang begitu bersih dan rapi. Udara musim semi yang masih dingin menyambutnya, menusuk lembut kulitnya, tapi cukup menyegarkan untuk menyadarkan bahwa dia benar-benar berada di sini.Bersama koper yang dibantu seorang staf hotel dan map dokumen di p

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status