Besoknya masih di vila, pagi-pagi sekali Arya sudah tiba di vila milik keluarga Laura. Mereka semua yang sedang berkemas tampak kaget sekali. Terutama Dion tersentak mendatangi Arya, mereka berhadapan langsung mata ketemu mata.“Siapa yang menyuruh kamu jauh-jauh ke sini, jangan bilang Nanda?” tanya Dion.“Aku jauh-jauh ke sini sebagai Arya bukan sebagai bawahan kamu,” jawab Arya yang sangat berani memicu kebencian pada Dion.“Kamu benar-benar tidak takut aku pecat,” ancam Dion.“Ingat kata Pak Hanif, kamu tidak bisa pecat pegawai tanpa alasan yang kuat. Kamu CEO tidak etis memecat karyawan hanya karena rasa cemburu kamu,” sengit Arya, menimbulkan kepalan tangan Dion yang hendak mengambil ancang-ancang memukulnya.Nanda melihat perdebatan anatara Dion dan Arya, dia lekas mencegah keduanya dan marah pada Dion.“Aku pulang sama Arya,” kata Nanda.“Kamu kenapa seperti ini, kamu bukan Nanda yang aku kenal. Kamu istri aku, kamu harus pulang bareng aku,” oceh Dion menahan Nanda.“Justru aku
Sepulangnya Nanda ke rumah di antar masuk oleh Arya. Dion yang saat itu di bakar cemburu mendorong tubuh Arya.Bug!Arya menahan tubuhnya dari dorongan Dion, hendusan nafas amarah Dion tergambar jelas, dari sorot matanya yang menyemkan. Dia bahkan ingin segera menonjok wajah Arya yang bersikekeh, terlihat menantangnya. "Dion hentikan," pekik Nanda."Masuk kamu," kata Dion menarik kuat tangan Nanda sampai Nanda lirih kesakitan."Lepaskan dia," Arya ngegas."Kamu benar-benar," Dion berkata dengan kuat menyabet kerah baju Arya. Dia kalap sekali karena panas hati, Nanda berani menghabiskan waktu dengan laki-laki lain."Berhenti Dion," amuk Nanda dan khilaf menampar wajah Dion.Dion yang setelah merasakan tamparan pedas dari Nanda. Melepaskan cengkraman tangannya dari baju Arya dan memutuskan kembali masuk ke kamarnya.Dari raut wajah Nanda dia sangat menyesal, dia seketika terbengong karena bentuk kelima jarinya mengecap merah di wajah Dion. "Sebaiknya Kakak pulang saja, biar Dion jadi
Pulang dari bekerja, Dion tidak tampak Nanda di ruang tv. Dia mengetuk pintu tempat tidur Nanda, tidak ada jawaban dari Nanda, Dion inisiatif membuka pintu tanpa izin Nanda."Nanda," kata Dion. Nanda yang sedari tadi terbaring saja di tempat tidur hanya menganggukan kepala, merespon panggilan Dion.Terpampang juga di atas meja kecil mangkok bekas bubur di samping kasur. Dion memegang kening Nanda mengecek suhu tubuh Nanda, Dion kaget sekali suhu tubuh Nanda sangat panas. Kedua kelopak mata Nanda berkedip-kedip setengah sadar. Dion ingin mengendong Nanda membawanya ke rumah sakit tapi Nanda tidak mau, dia jenuh berlama-lama di rumah sakit. Alasannya karena mendiang Ibunya lama di rawat dalam rumah sakit."Aku gak mau di bawah ke rumah sakit, tempat itu paling aku hindari." kata Nanda pelan.Dion menghubungi Alvin tapi tidak ada jawaban, ternyata Nanda sudah membeli obat penurun panas dan antibiotik sendiri. Dia memesan online dan di antar kurir, begitu juga bubur juga dia pesan online.
Di dalam ruang kerja, Papanya dan Dion bicara empat mata. Dion sudah membungkus rapat-rapat rasa kesalnya pada Papanya. Dia harus mengutamakan harta keluarganya agar tidak jatuh pada Feni.“Sekarang kamu mau bicara apa sama Papa?” tanya Papanya Dion.“Aku mau minta maaf sama Papa,” kata Dion menurunkan egonya.“Apa tujuan kamu minta maaf sama Papa? Bukankah kamu mau masukan Papa ke penjara? Kamu Papa di hukum bukan?” tekan Papanya.“Soal itu aku tidak lagi mau ikut campur, biarlah menjadi urusan Papa dan Mama. Setelah kesembuhan Mama membaik, aku ingin Papa menyerahkan diri pada Mama. Jangan jadi pecundang Pa, kesalahan Papa sudah termasuk kriminal.” Oceh Dion.‘Cetarrr’Papanya membanting cangkir beling, berisi air putih di atas meja kerjanya. Papanya tidak terima Dion bicara jelek tentang dirinya. Terus menerus mengulik masa lalu dia yang kelam. Mengingat dia lari dari kesalahannya yang fatal, membuat Papanya tersiksa setiap hari. “Dion gak bermaksud bikin Papa marah lagi, aku juga
Nanda mengirim pesan pada Dion, jika dia ingin menginap semalam di rumah Ayahnya. Dion tidak membalas pesan Nanda, dia malas merespon Nanda.Dion berdiskusi dengan Hanif tentang omongan Papanya akan menjadikan cucunya sebagai ahli waris perusahaan Papa."Gimana pendapat kamu Hanif?" tanya Dion."Terpaksa memang Pak Dion harus buat Ibu Nanda hamil," tanggap Hanif."Saya sudah tidur dengannya, kenapa dia tidak hamil-hamil," ceplos Dion sedikit bikin Hanif kaget.Dion juga baru sadar dia membongkar sendiri di depan Hanif, jika Nanda sudah tidak perawan lagi. Wajar saja dia meniduri Nanda, mereka sudah halal menikah.Dion bermuka tambeng saja depan Hanif, seolah mengatakan meniduri Nanda hal yang lumrah."Pak Dion bawak Ibu Nanda konsul dengan Dokter kandungan," saran Hanif."Dia tidak mau di periksa, dia masih belum melupakan pengobatan Ibunya. Dia menghindari sekali masuk rumah sakit," jelas Dion."Apa kami adopsi anak saja," Dion bicara asal."Jangan Pak Dion, kasihan anak itu merasa h
Dion pulang kerja sekitar jam setengah enam soreh, dia kembali cepat karena ingin mengajak Nanda makan malam bersama. Dia mencari keberadaan Nanda tidak ketemu, lantas dia coba menelpon Nanda. “Kamu dimana?” tanya Dion lewat ponsel.“Aku di rumah Papa,” jawab Nanda.Lekas Dion berjalan ke rumah Papanya, ia tak menyangka mendapati Laura di dalam rumah Papanya. Kenapa Laura sampai datang ke rumah, “Kamu, ada perlu apa di sini?” tanya Dion pada Laura.“Laura ke rumah atas ajakan aku dan Bianca. Kita berdua mau perawatan muka dari rumah, biar lebih efektif,” Feni yang menjawab pertanyaan Dion.“Kenapa kalian bisa saling kenal?” tanya Dion lagi.“Kita kenal Kak Laura melalui teman arisan Mami, tadi mereka ke rumah juga. Ternyata Kak Laura mantan kak Dion. Gak nyangka dunia sempit juga,” jawab Bianca menjelaskan panjang .Lirikan sinis Dion tertuju pada Laura yang sedari tadi mencuri pandang ke Dion. Sejak Laura bertingkah berlebihan di vila, Cepat atau lambat Laura pasti melanjutkan aksi
Pukul sembilan pagi, kedua mata Nanda terasa ringan. Rasa kantuknya plong menghilang, dia bangun dengan keadaan segar. Dia mengambil ponsel dalam tasnya yang diletakan Dion di atas meja samping kasur. Masalahnya tadi malam dia kabur dari Dion tidak membawa tasnya. Banyak sekali tanda pesan masuk dari Dion pagi itu. Isi pesan masuk dari Dion, menyuruh Nanda untuk datang ke perusahaannya.“Kenapa Dion sengaja gak banguni aku? Apa mungkin dia mau ngajak baikan?” gumam Nanda.Dia bergegas ke perusahaan Dion, dengan menaiki taxi pergi sendiri. Kemudian setengah jam lebih Mobil taxi mendarat di depan perusahaan Dion. Nanda berjalan menuju ruang kerja Dion. Dia ingin sekali berkunjung ke ruang OB tapi kemarin-kemarin belum kesampaian.Hanif menyambut Nanda dan menggiring Nanda masuk ke ruang kerja Dion. Dia tidak menemukan keberadaan Dion dan hanya ada Hanif menemuinya.“Ke mana Dion?” tanya Nanda “Pak Dion ada meeting sebentar di luar dekat perusahaan,” jelas Hanif.Terus apa tujuan Di
Arya menemukan Nanda sedang berjalan di pinggir trotoar. Pandangan mata Nanda tenggelam dalam lamunan.Ia pun segera menarik tangan Nanda dan membawanya saling bertatapan. “Nanda, kamu bilang sama Kak Arya, bisa nikah dengan Dion di kenalin sama Pak Hanif. Jelaskan semuanya Nanda,” desak Arya.Nanda diam sejenak, sebelum menjawab.“Aku kenal Dion sampai menikah melalui Pak Hanif, dia yang bawak aku ke hadapan Dion. Aku dulu juga gak mau tapi Leon sama Ayah terlilit hutang yang banyak, Dion datang dan menawarkan uang yang banyak. Aku tegiur Kak, pikir ku dulu capek ngumpulin uang tapi masih gak cukup. Sekarang capek batin aku gak sebanding capek ku dulu,” isak tangis dari Nanda menyedihkan."Sekarang Kak Arya tahu bukan, aku tidak suci lagi sebaiknya Kaka menjauh. Aku terlalu malu bertemu dengan Kak Arya yang sudah tahu rahasia terbesar ku,” sambung Nanda murung tidak karuan.“Kita cari solusi sama-sama," ujar Dion bikin rileks pikiran Nanda. Arya otomatis memeluk tubuh Nanda meredahk