Share

Menuju Hari H

Berhubung weekend Dion janjian lagi dengan Nanda  mengajaknya pergi mengurus dekorasi kamarnya kelak, jika mereka sudah menikah. Dion bergegas meluncur rumah Nanda.

Setelah sampai rumah Nanda, ia disambut Leon dengan wajah penuh prasangka.

"Orang kaya beneran lu?" tanya Leon yang duduk tepat di depan Dion.

Dion mengacuhkan ajakan Leon bicara lantaran ia menganggap bicara dengan Leon buang-buang waktu. Dia memilih fokus pada handphone miliknya tapi ekor matanya tetap waspada terhadap Leon.

"Lu gak dengar gue ajak bicara, belum jadi laki Nanda aja gak hormat sama gue. Gimana nanti jadi ipar, ngelunjak lu." Oceh Leon sedari tadi mendaratkan matanya yang melotot besar pada Dion.

"Woi, budek lu ya," teriak Leon kesal karena dicuekin.

"Gue hanya bicara sama orang normal. Gue anti sama orang pemalas, pembuat onar, beban keluarga apalagi orang itu laki-laki." Sembur Dion jujur.

"Beneran kurang ajar mulut lu ya, percuma banyak uang tapi kagak di ajari adab sama orang tua lu," oceh Leon ngamuk.

"Percuma lu di ajarin adab sama Ayah kalau lu masih ngeluarin bau sampah dari badan, hidup itu pakai otak buat hasilin uang. Bukan buat hasilin masalah," tegas Dion mendelik lebar beri nasihat pada Leon.

Ayah Nanda yang saat itu habis mandi buru-buru keluar kamar dan langsung menggeret Leon masuk ke dalam kamarnya. Sementara Nanda lagi bersiap untuk pergi bersama Dion. Tidak lama setelah keributan antara Dion dan Leon, Nanda keluar menghampiri Dion.

Lagi-lagi Dion terkesima dengan penampilan simpel Nanda yang casual tapi cantik. Tatapannya tidak lepas melekat di wajah Nanda. Melihat kedua mata Dion sedari tadi mengawasinya bikin Nanda risih. Spontan Nanda mengambil kaca dalam tasnya untuk  memeriksa kembali wajahnya.

“Tidak ada yang aneh,” gumam Nanda sambil berkaca.

Dion terkekeh melihat gelagat Nanda sambil melangkah keluar rumah, diikuti juga langkah nanda keluar dari rumahnya. Mereka berjalan di sepanjang gang rumah Nanda sampai tempat di mana Dion memarkirkan mobilnya. Lantaran Dion ada panggilan masuk dari Hanif masalah kerjaan, posisi dia berjalan di belakang Nanda.

Tiba-tiba Dion melihat lemparan bola kaki mengarah pada Nanda, Dion pun melongo ternyata Nanda bisa menghindari bola kaki itu tapi tidak motor listrik yang saat itu sedang melaju kencang dari arah depan Nanda.

Reflek Dion menarik tubuh Nanda lalu mendekapnya dengan kuat. Tubuh Nanda nyaris saja terserempet motor listrik yang dikendarai anak SMP.

“Maaf...” teriak dua anak SMP itu mengebut.

Dion ingin sekali membentak anak SMP itu tapi mereka keburu pergi menjauh sedangkan Nanda bermain dengan imajinasinya meraba dada bidang milik Dion. Kedua tangan Nanda pun merayap di lengan Dion yang berotot.

Deg!

Jantung Nanda berdetak cepat kaget bercampur gugup karena seluruh tubuh mungilnya berada di dekapan tubuh kekar milik Dion. Wajahnya menempek tepat di tubuh Dion

“Tubuh Dion betul-betul seperti  aktor difilm-film action,” gumam Nanda sibuk membayangkan tubuh Dion yang berotot dan kuat.

Dion dan Nanda pun saling bertukar pandangan, rasa malu mereka memuncakkan. Akhirnya Dion juga melepaskan dekapannya dan mengasingkan diri masing-masing. Mereka melanjutkan berjalan menyusuri gang daerah rumah Nanda sampai tempat parkiran dan masuk ke dalam mobil. Di perjalanan menuju tokoh interior, Nanda sudah memilih desain yang dia impikan. Dion mulai mengajak Nanda bicara mengenai dekorasi kamar tidur mereka nanti.

"Kamar jangan full warna pink," ketus Dion sedang menyetir.

"Iya," sahut Nanda.

“Campuran warna pink boleh tapi jangan mendominasi,” ketus Dion lagi menengok ke Nanda.

Kening Nanda mengerut ucapan Dion menghancurkan bayangannya. Kemudian dia mencoba menata ulang kembali pikirannya tentang kombinasi warna lembut, kalem, bisa menyejukkan suasana.

“Jangan milih warna terlalu girly walaupun aku beri kamu kebebasan buat dekorasi kamar kita tapi jangan semena-mena. Pemilik sah kamar itu adalah aku,” sewot Dion.

“Aku dari tadi pengen nanya, buat apa kamu ajak aku milih dekorasi. Kita tidur satu ranjang ya? bukannya pernikahan kita kontrak?” tanya Nanda.

Uhuk...

Mendadak tenggorokan Dion tersedak gatal mendengar pertanyaan Nanda. Dia sampai tersenyum miring melihat wajah Nanda begitu khawatir memikirkan tidur bersama.

“Aku tidur di ruang kerja sedangkan kamu di kamar kita. Aku suruh kamu dekor ulang kamar supaya kamu nyaman tidur di situ. Satu lagi buat jaga-jaga kali aja ada yang berkunjung ke kamar kita, biar orang yakin di situ banyak barang-barang pilihan kamu jadi pernikahan kita terlihat serius. Terang Dion.

Nanda mengangguk bertanda dia paham dengan omongan Dion. meskipun pernikahan mereka terikat kontrak setidaknya menjalankan pernikahan kontrak harus bermain rapi jangan kentara palsu.

Nanda berulang kali memandangi wajah Dion, detak jantungnya amat kencang. Angannya terus bicara tentang sosok Dion yang sedang menyetir disampingnya.

Nanda bicara dari lubuk hatinya paling dalam, "Maafkan Nanda Ayah, andai Dion calon suamiku sungguhan tanpa terikat kontrak, aku pun pasti bahagia membuat Ayah bahagia melepasku menikah"

***

Tepat di tokoh interior mewah Nanda tidak menyangka dia bisa mendesain sendiri tempat tidur impiannya.

Nanda bergeming lagi, "Andai ini nyata untuk selamanya, aku adalah wanita paling bahagia di muka bumi ini"

Dion menyenggol tubuh Nanda untuk kembali sadar dari lamunannya. Mereka memilih dan bertukar pilihan layaknya bak calon pengantin pada umumnya.

Ketika Nanda melihat kerlipan lampu hias dari atas tokoh interior, langkah kakinya tidak seimbang dan hampir mengenai perabotan pecah belah. Dion langsung merangkul pinggang rampingnya untuk menggeser tubuhnya terhindar dari tatakan perabotan pecah belah itu.

Jantung Nanda berdebar kencang, wajahnya kali ini benar-benar bersandar di bagian dada Dion yang bidang. Masih dalam posisi Dion masih merangkul pinggang Nanda masih belum terlepas.

“Kamu kalau jalan itu bisa gak lurus, hampir aja kamu mecahin semua perabotan yang terbuat dari kaca.” Oceh Dion melotot.

“Maaf aku tadi lihat lampu hias yang besar itu mewah banget terus ada yang kecil itu lucu cantik,” kicau Nanda sembari jari telunjuknya menunjuk ke atas.

Dion menggelengkan kepala merespons omongan Nanda. Kemudian ia melepaskan rangkulan tangannya lalu bergerak jalan menuju kasir sementara Nanda mengikutinya dari belakang.

Selesai dari tokoh interior, Dion mengantar Nanda pulang ke rumah dan Dion melanjutkan aktivitasnya main tenis di sore hari.

***

 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status