Share

Hari H

Tepat di hari pernikahan, Nanda terlihat sangat menawan. Bentuk tubuhnya dibalut dengan kebaya warna cream, diperindah kerlipan payet yang gemerlap. Rambutnya pun di rangkai cantik dengan hairdo klasik, ditambah aksesoris mutiara warna putih.

Peristiwa menegangkan dimulai dan terdengar sudah janji sakral di telinga semua orang. Ijab qabul berjalan dengan khidmat dan lancar di gedung mewah khusus pernikahan tengah kota.

Tidak perlu berlama-lama, Nanda segera berjalan menuju pelaminan untuk bersanding dengan Dion.

Paras Dion dan Nanda bak raja dan ratu sehari. Mereka sama-sama memancarkan aura takjub. Dengan gagahnya, Dion menyambut kedatangan istrinya di depan mata.

Mereka bertatapan dengan binaran mata yang sayu sebab ijab qabul Dion dan Ayahnya, membuat Nanda pilu bahkan pedihnya yang Nanda rasakan sampai tiba acara sungkeman kepada orang tua.

“Nanda atur tangisan kamu, make up kamu luntur semua” bisik Dion coba menenangkan Nanda.

Namun Nanda tidak peduli ucapan Dion, dia menangis sejadi-jadinya dalam pelukkan Ayahnya. Tidak lupa mereka berdua juga sungkem minta maaf pada Papanya Dion, tapi hanya bersalaman saja dengan Ibu tiri Dion.

Papanya Dion menyambut baik kehadiran Ayahnya Nanda beserta keluarga besarnya yang notabene orang kampung. Berbeda dengan keluarga besar Dion yang lainnya terutama Feni, Geri, dan Bianca.

Mereka memasang wajah kebencian dan penuh rasa jijik. Mereka risih dan tidak segan mencaci, melempar ejekan jika keluarga Nanda mengajak berkenalan terlebih dahulu.

"Bagus, pernikahanku dengan Nanda adalah penderitaan kalian semua yang gila kekuasaan, gila harta, dan sok kaya. " gumam Dion tersenyum puas.

Nanda mendengar ucapan Dion barusan. Helaan nafas keras dari hirupan dada Nanda bertanda dia sudah sungguh-sungguh menguatkan mentalnya menjadi istri Dion.

“Kamu kenapa?” tanya Dion pelan.

“Apakah aku sehina itu di mata kalian sampai kamu terhibur dan keluargamu menganggapku penghinaan,” keluh Nanda.

“Anggap saja ini salah satu konsekuensi kamu jadi istri aku,” jawab Dion.

Tarikan nafas panjang Nanda amat dalam mencerna omongan Dion. Meratapi nasib tidak mengubah jalan hidupnya yang sah sudah menjadi istri Dion.

Dalam benak, Nanda berbicara, “Pernikahan kontrak ini adalah jawaban dari Tuhan sebagai penerang hidupku yang gelap. Melihat diriku sendiri menikah tanpa cinta melainkan dengan uang ratusan juta, terlihat jelas betapa keras hidupku sampai aku menghilangkan harga diri dan masa depan.”

Kisah hidup Nanda sebagai istri kontrak baru dimulai. Nanda bukan lagi anak dari tukang parkir dan bukan dari adik dari orang pembuat masalah. Detik ini, Nanda adalah Ananda Larisa istri dari Dion Pamungkas, pewaris sah seluruh kekayaan keluarganya.

Kelak, jika Nanda jadi janda dari Dion, label orang kaya masih melekat padanya.

***

Resepsi malam harinya, Dion dan Nanda berganti busana. Seketika kedua mata Dion tertuju pada Nanda yang saat itu berhasil memompa debaran jantung Dion semakin cepat.

Dion berdesau dalam hati, “Mampus! ternyata Nanda secantik itu. Aku memang tidak salah pilih menjadikan dia pengantinku hari ini.”

Dia benar-benar kagum dengan kecantikan Nanda. Dress berwarna gold ditaburi dengan ornamen bunga merah alhasil membuat dandanan Nanda sangat terpancar.

Wajah kebulean Nanda didapat dari garis keturunan mendiang Ibunya. Masa lalu yang buruk terjadi di saat Ibunya kabur dari rumah dan memilih kawin lari bersama Ayahnya. Alasan itulah keluarga besar mendiang Ibunya tidak satu pun hadir di pernikahan Nanda dan Dion.

Selama pesta resepsi, Dion tidak lepas menggandeng tangan Nanda. Dia memperkenalkan pada semua tamu yang hadir  jika Nanda adalah istrinya.

Sebagian tamu yang hadir adalah karyawan perusahaan Dion. Mereka bahkan sangat terkejut wanita yang dinikahkan Dion adalah Nanda, OB perusahaan.

“Selamat berbahagia Pak,” tegur Ali.

“Ini semua berkat kamu,” balas Dion menegur Ali.

“Tidak Pak, ini semua berkat takdir Bapak menikah dengan Nanda.” Papar Ali ikut gembira.

Pikiran Dion teralihkan dengan perkataan Ali tentang takdir, pendapatnya bertemu dengan Nanda bukan sebuah kebetulan tapi saling menguntungkan.

Wajah-wajah dari keluarga besar Dion begitu sinis selama pesta resepsi karena mereka semua merasa malu dengan keberadaan Nanda. Sementara Dion tersenyum lebar disertai  wajah sumringah.

Relasi perusahaan Papanya Dion tidak henti mencibir dengan kata-kata tak pantas. Ibu tirinya tidak tahan dihujani penghinaan dari teman-teman sosialitanya, begitu juga dengan adiknya Bianca. Mereka merasa muak berdiri di tengah-tengah pesta pernikahan Dion.

Feni dan Bianca pun kepanasan. Mereka tidak tahan cengiran semua tamu yang mengejek. Kemudian, Feni cepat mendekati Dion untuk melampiaskan amarahnya.

"Puas kamu sudah menyiksa kami dengan hinaan ini?!" bisik Feni menarik kuat kerah jas milik Dion.

"Puas, sangat puas," balas Dion tersenyum miring.

"Anak kurang ajar!" pekik Feni dongkol, hendak menampar wajah Dion yang langsung ditangkis oleh Dion.

“Aku bukan anak kecil lagi seenaknya kalian suruh bungkam. Ingat, bom waktu kapan saja bisa meledak!” sengit Dion.

“Rahasia kamu akan terungkap jika aku dan bukti bicara,” telak Dion berbisik ke arah telinga Feni.

Dion tahu kalau Feni adalah dalang dibalik gagalnya operasi sang mama. Dan ia akan cari tahu fakta itu untuk membuat Feni diusir dari keluarganya.

“Aku tidak takut ancaman darimu.” Balas Feni, lalu berjalan menjauh dari Dion.

Dion membalasnya lagi dengan senyuman girang, betapa dia lega berhasil bikin Ibu tirinya naik darah.

Nanda menyimak percakapan singkat namun mengerikan. Dia tidak bisa berkutik dari posisinya yang memang dijadikan bahan Dion untuk membuat keributan besar dalam keluarganya.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status