Share

Perkenalan Keluarga

Setelah pertemuan awal mereka setuju menjalin kontrak pernikahan. Hari minggu siang, Dion menjemput Nanda di persimpangan dekat perusahaan milik Dion. Mereka pun ke salon dan butik terlebih dulu, sebelum pergi ke rumah Dion.

Mobil Dion tiba, lalu berhenti di depan Nanda yang sudah menunggunya. Ketika di perjalanan menuju rumah keluarga Dion, di dalam mobil suasana kikuk terjadi diantara mereka. Sesekali saling melempar tatapan, Dio pun memutuskan mulai membuka omongan untuk mengajak Nanda bicara.

"Banyak wanita di luar sana cantiknya lebih terawat dibanding kamu. Mereka stylish juga dari keluarga terpandang, tapi kesan pertama kamu beda. Kamu tidak genit, kamu juga tidak mencuri perhatian ku secara berlebihan,” terang Dion.

“Aku terpukau dengan kesan itu,” tambah Dion lagi.

Nanda mengeryitkan dahinya menangkap omongan Dion. Bagi Nanda pemikiran Dion terlalu kritis karena menilai seseorang pun dari ekspresi.

“Apakah itu sebuah pujian Pak?” tanya Nanda pada Dion.

“Perkataan aku tadi bisa dibilang pujian buat kamu,” jawab Dion mengangguk.

Namun Nanda tidak bergeming dengan Dion, dia menilai Dion memanfaatkan kemiskinannya. Dion hanya menguntungkan dirinya tanpa memikirkan nasib Nanda. Helaan nafas panjang Nanda keluar begitu panjang, ada yang mengganjal dengan masalah kontrak pernikahan. Dion akan meniduri dirinya.

Nanda bergumam dalam hati, "Aku harus bertanya dengannya isi kontrak soal dia meniduriku, kemarin jawabannya saja kurang jelas. Aku tidak puas sama isi kontrak kemarin. Gimana kalau dia malah bilang aku bodoh bertanya terus."

Tergambar jelas dari raut wajah Nanda diliputi dengan tanda tanya besar. Ada rasa mengganjal di pikirannya, ia maju mundur untuk bertanya pada Dion.

Dion menyadari itu, dia dari tadi perhatikan bahasa tubuh Nanda menunjukkan keresahan.

“Kamu kalau mau bertanya jangan sungkan keluarkan unek-unek di kepala kamu,” ujar Dion.

Mendengar perkataan Dion ini waktu yang tepat Nanda masukkan omongan tentang dia akan ditiduri.

“Soal kontrak pernikahan, Pak....” omong Nanda hati-hati.

“Mulai sekarang kita bicara aku dan kamu jangan panggil Bapak ataupun saya, kita bukan di kantor.” Timpal Dion memutuskan Nanda bicara.

Nanda kembali berat untuk bertanya lagi pada Dion. Dia tergaguk diam buntu pikiran.

“Masalah aku mau meniduri kamu, tenang saja kamu jangan takut. Seiring berjalannya waktu masalah itu pasti terpecahkan, sebenarnya aku juga gak tahu sanggup atau tidak nidurin kamu sampai hamil.” Terang Dion.

“Astaga,” tanggap Nanda terguncang.

“Hati aku menolak ransangan cinta dari siapapun tapi kalau kamu jatuh cinta sama aku itu masalah kamu. Jangan pakai guna-guna libatkan perasaanku,” tambah Dion.

Nanda tercengak sambil meneguk air di gelas sekaligus. Dia sangat gondok meladeni Dion.

“Kamu harus siap jika kehamilan kamu diperlukan di medan perang melawan saudara tiri aku,” Jelas Dion.

“Kamu meniduri aku tanpa izin aku begitu?” tanya Nanda.

“Aku izin dulu tapi kalau kamu menolaknya, banyak cara untuk membangkitkan gairah suami istri. Ingat selama kontrak, aku berhak atas kehidupan kamu. Jangan pilih cara pura-pura hamil lagian hidup kita bukan sinetron,” omongan Dion membuat Nanda terheran-heran.

“Luar biasa sakit, kita bakal jalani pernikahan kontrak yang bikin skenarionya kamu. Bukan lagi sinetron tapi sandiwara menyeramkan.” Gumam Nanda.

Dion mengedipkan matanya atas ucapan Nanda, dia memang merasa hidupnya menyeramkan penuh dengan problematik.

***

Mereka tiba di rumah papanya Dion, ketika melewati pintu rumah suasana tegang menyetrum bulu kuduk Nanda. Berdesir hawa serius mulai terasa ketika Nanda duduk ditengah-tengah keluarga Dion.

Kemudian, Dion menoleh ke arah Nanda untuk melihat rupa Nanda, dugaannya benar wajah Nanda bersiap membentengi dirinya dari benalu.

“Maafkan aku mungkin luka ini sudah melekat di hati kamu tapi kamu sudah terikat kontrak denganku. Ini juga salah satu isi kontrak aku berhak atas kehidupan kamu,” bisik Dion.

“Kita kan belum sah, kenapa kamu berhak atas hidup aku,” tolak Nanda berbisik juga.

“Makanya aku tadi minta maaf dulu,” oceh Dion mereka saling berbisik.

Tiba-tiba Geri memulai duluan mengajak Dion dan Nanda bicara. Bibir Dion juga sudah gatal untuk beradu mulut.

“Siapa dia?” tanya Geri, adik tiri Dion enam tahun lebih mudah dari Dion.

Geri sebenarnya sayang pada Dion tapi Geri menganggap Dion saingan, Geri juga tidak mau kalah dimata Papa mereka. Apalagi maminya, Feni, ibu tiri Dion, menghasut dan mengompori Geri selalu tertinggal dari Dion.

“Dia calon istri aku,” jawab Dion merangkul Nanda.

“Melawak kamu,” respons Geri geli.

“Aku serius, namanya Ananda Larisa panggil dia Nanda. Dia bekas OB di perusahaan milik aku dan dari kalangan orang biasa,” terang Dion.

“Orang miskin ya maksudnya?” tanya Bianca mengejek.

Bianca anak bungsu yang sering menarik perhatian Dion. Bianca sangat bangga pada Dion dan mengidolakan kepintarannya tapi Dion mengacuhkan Bianca. Dia tidak memanjakan Bianca layaknya adik, itulah sebabnya Bianca sering mendukung maminya agar Dion dibenci Papanya.

“Mungkin,” sahut Dion.

“Kamu benar-benar mengecewakan orang tua, ini sebuah penghinaan besar iya kan, Pa?” tanya Feni pada Papanya Dion.

“Bagi aku ini bukan penghinaan, tapi hiburan sudah lama rumah ini suram, berkat adanya Nanda keluarga ini pasti heboh.” Celetuk Dion.

Papanya Dion melihat Nanda dan Dion, dia mematung tidak merespons hanya merenungi kebahagiaan Dion.

“Iya Pa, ini penghinaan besar dari Kak Dion.” Sembur Bianca memancing emosi Papanya Dion.

“Apa kata orang-orang jika Seorang Sandi Pamungkas pengusaha pemborong sukses punya menantu miskin,” caci Geri memanasi.

“Bagi kalian aku memang miskin uang tapi lidah dan hati nurani aku masih aktif kalau bicara sama orang lain,” ucap Nanda sengit yang memaksakan diri agar nyalinya keluar.

Perlawanan Nanda mendebarkan jantung Dion, dia memang tidak salah pilih sedangkan tubuh Nanda begetar tapi berusaha tangguh menghilangkan rasa takut dikelilingi celaan keluarga Dion.

“Belum jadi menantu keluarga ini, kamu sudah menunjukkan taring, gimana kalau sudah jadi menantu. Bisa-bisa merusak keluarga ini.” Oceh Bianca menggebu marah.

Papanya tidak tahan dengan pertengkaran keluarganya sendiri, tangannya menepuk kuat meja ruang keluarga.

“Kalian datang lagi nanti, Papa mau istirahat,” kata Papannya melangkah masuk ke kamar.

Dion dan Nanda juga pergi, mereka berkata pamit walaupun tidak ada keluarga Dion yang merespon Nanda.

***

Selanjutnya sehabis dari rumah Dion, dia mengantar Nanda pulang kerumah. Sepintas dia teringat lagi kejadian di rumah Dion barusan, ternyata Dion tidak lepas dari masalah rumit.

Dia merasa simpatik pada Dion bisa sukses dengan cara mandiri dan di besarkan di rumah yang penuh tekanan.

Kesepian, kemalangan, terpuruk lalu bangkit kembali. Itulah yang di bayangkan Nanda tentang Dion. Dia tersentuh karena rasa kasihannya pada Dion.

Dion mengetahui Nanda terus memandanginya saat sedang menyetir. Dia mencoba periksa tebakkannya, benar Nanda sedang melihatnya.

“Semalangnya nasib aku, kamu tenang saja aku dibesarkan tanpa lilitan hutang.” Canda Dion menghidupkan kesunyian selama perjalanan menuju rumah Nanda.

“Kamu mau kita adu nasib?” tanya Nanda.

“Kamu tidak tahu apa-apa hidup dengan luka hati sejak kecil,” kata Dion suaranya bersuhu dingin.

Kemudian Dion menginjak gas mobil melaju kencang ke arah rumah Nanda sesuai maps.

Sesampainya Dirumah Nanda terlihat kerumunan orang-orang memadati rumahnya. Nanda berlari ketakutan panik jika Ayahnya tertimpa masalah lagi. Dia buru-buru masuk menebus keramaian orang menontoni keributan dirumahnya. Dion pun mengikutin Nanda dari belakang, dia juga tampak cemas dan masuk ke dalam rumah Nanda.

“Ada apa ini suruhan siapa lagi kalian?” tanya Nanda.

“Leon main judi tidak bayar uang kita Tiga puluh juta,” jawab tiga laki-laki mengepung Leon yang saat itu mabuk berat.

“Kalian bisa balik lagi kerumah kalau Leon sudah sadar jangan main tangan seperti ini. Apalagi mengacaukan rumah orang,” bentak Nanda garang.

“Kita menuntut hak kami, bayar sekarang kalau tidak kita-kita akan bawak Leon kepolisi sekarang.” Ancam ketiga laki-laki kenalan Leon.

Nanda tidak berkutik jika menyangkut polisi. Abangnya bernama Leon, sejak Ibunya meninggal dua tahun yang lalu sudah tidak terhitung lagi keluar masuk penjara. Urat malu Nanda juga sudah putus karena sering meminjam uang pada teman-temannya untuk jaminan Leon dipenjara karena hutan dan merusak barang orang.

Nanda meratapi nasib dibenaknya, "Hutang dengan teman-temanku saja masih menumpuk, baru dicicil beberapa. Masa aku harus mengemis lagi dengan mereka untuk meminjam uang"

“Kusut,” gumam Dion menyaksikan masalah keluarga Nanda.

Mendadak Dion mencegat tiga laki-laki kenalan Leon untuk menghentikkan langkah mereka membawa Leon ke kantor polisi.

“Sebutkan rekening kalian dan jumlah hutang Leon, saya transfer sekarang juga.” Seru Dion sambil mengetik Handphonenya.

Ketiga Laki-laki itu lalu menyebutkan rekening dan jumlah hutang pada Dion. Mereka pun pergi berpamitan dan meminta maaf pada Ayahnya Nanda sudah membuat kegaduhan.

“Berapa rekening kamu Nanda untuk melunasi semua hutang Ayah kamu dan Leon?” tanya Dion.

“Tidak usah hutang mereka menjadi urusan ku,” balas Nanda seraya menenangkan Ayahnya terlihat lemas.

“Kamu lupa atau pura-pura lupa kamu sudah saya kontrak,” bisik Dion mendekat pada Nanda.

“Kamu ingat kita belum sah,” sahut Nanda.

“Sama saja apa bedanya mau besok, lusa ataupun bulan depan,” Bisik Dion Lagi.

Nanda membatu merasa ucapan Dion ada benarnya, dia menurut dan memberi rekeningnya dan menyebutkan hutang Ayahnya dan Abangnya serta hutang-hutang yang lainnya.

“Tiga ratus juta,” ucap Nanda.

Dion sempat kaget mendengar nominal hutang keluarga Nanda sangat banyak. Segera Dion transfer uang ke rekening Nanda.

“Dia siapa?” tanya Ayahnya Nanda penasaran.

“Kenalin Ayah, ini Dion Pamungkas calon suami aku,” jawab Nanda.

“Apa, kamu baru masuk 19 Tahun masa menikah.” Ujar Ayahnya Histeris.

“Dia ngajak aku nikah dan aku terima. Dia laki-laki kaya Ayah hidup aku pasti terjamin,” balas Nanda.

Lalu Dion bergerak cepat memperkenalkan dirinya di hadapan Ayahnya Nanda.

“Nama aku Dion Pamungkas Ayah, panggil saja aku Dion yang tidak akan membiarkan Nanda sengsara dalam hidupnya.”

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status