Setelah pertemuan awal mereka setuju menjalin kontrak pernikahan. Hari minggu siang, Dion menjemput Nanda di persimpangan dekat perusahaan milik Dion. Mereka pun ke salon dan butik terlebih dulu, sebelum pergi ke rumah Dion.
Mobil Dion tiba, lalu berhenti di depan Nanda yang sudah menunggunya. Ketika di perjalanan menuju rumah keluarga Dion, di dalam mobil suasana kikuk terjadi diantara mereka. Sesekali saling melempar tatapan, Dio pun memutuskan mulai membuka omongan untuk mengajak Nanda bicara."Banyak wanita di luar sana cantiknya lebih terawat dibanding kamu. Mereka stylish juga dari keluarga terpandang, tapi kesan pertama kamu beda. Kamu tidak genit, kamu juga tidak mencuri perhatian ku secara berlebihan,” terang Dion.“Aku terpukau dengan kesan itu,” tambah Dion lagi.Nanda mengeryitkan dahinya menangkap omongan Dion. Bagi Nanda pemikiran Dion terlalu kritis karena menilai seseorang pun dari ekspresi.“Apakah itu sebuah pujian Pak?” tanya Nanda pada Dion.“Perkataan aku tadi bisa dibilang pujian buat kamu,” jawab Dion mengangguk.Namun Nanda tidak bergeming dengan Dion, dia menilai Dion memanfaatkan kemiskinannya. Dion hanya menguntungkan dirinya tanpa memikirkan nasib Nanda. Helaan nafas panjang Nanda keluar begitu panjang, ada yang mengganjal dengan masalah kontrak pernikahan. Dion akan meniduri dirinya.Nanda bergumam dalam hati, "Aku harus bertanya dengannya isi kontrak soal dia meniduriku, kemarin jawabannya saja kurang jelas. Aku tidak puas sama isi kontrak kemarin. Gimana kalau dia malah bilang aku bodoh bertanya terus."Tergambar jelas dari raut wajah Nanda diliputi dengan tanda tanya besar. Ada rasa mengganjal di pikirannya, ia maju mundur untuk bertanya pada Dion.Dion menyadari itu, dia dari tadi perhatikan bahasa tubuh Nanda menunjukkan keresahan.“Kamu kalau mau bertanya jangan sungkan keluarkan unek-unek di kepala kamu,” ujar Dion.Mendengar perkataan Dion ini waktu yang tepat Nanda masukkan omongan tentang dia akan ditiduri.“Soal kontrak pernikahan, Pak....” omong Nanda hati-hati.“Mulai sekarang kita bicara aku dan kamu jangan panggil Bapak ataupun saya, kita bukan di kantor.” Timpal Dion memutuskan Nanda bicara.Nanda kembali berat untuk bertanya lagi pada Dion. Dia tergaguk diam buntu pikiran.“Masalah aku mau meniduri kamu, tenang saja kamu jangan takut. Seiring berjalannya waktu masalah itu pasti terpecahkan, sebenarnya aku juga gak tahu sanggup atau tidak nidurin kamu sampai hamil.” Terang Dion.“Astaga,” tanggap Nanda terguncang.“Hati aku menolak ransangan cinta dari siapapun tapi kalau kamu jatuh cinta sama aku itu masalah kamu. Jangan pakai guna-guna libatkan perasaanku,” tambah Dion.Nanda tercengak sambil meneguk air di gelas sekaligus. Dia sangat gondok meladeni Dion.“Kamu harus siap jika kehamilan kamu diperlukan di medan perang melawan saudara tiri aku,” Jelas Dion.“Kamu meniduri aku tanpa izin aku begitu?” tanya Nanda.“Aku izin dulu tapi kalau kamu menolaknya, banyak cara untuk membangkitkan gairah suami istri. Ingat selama kontrak, aku berhak atas kehidupan kamu. Jangan pilih cara pura-pura hamil lagian hidup kita bukan sinetron,” omongan Dion membuat Nanda terheran-heran.“Luar biasa sakit, kita bakal jalani pernikahan kontrak yang bikin skenarionya kamu. Bukan lagi sinetron tapi sandiwara menyeramkan.” Gumam Nanda.Dion mengedipkan matanya atas ucapan Nanda, dia memang merasa hidupnya menyeramkan penuh dengan problematik.***Mereka tiba di rumah papanya Dion, ketika melewati pintu rumah suasana tegang menyetrum bulu kuduk Nanda. Berdesir hawa serius mulai terasa ketika Nanda duduk ditengah-tengah keluarga Dion.Kemudian, Dion menoleh ke arah Nanda untuk melihat rupa Nanda, dugaannya benar wajah Nanda bersiap membentengi dirinya dari benalu.“Maafkan aku mungkin luka ini sudah melekat di hati kamu tapi kamu sudah terikat kontrak denganku. Ini juga salah satu isi kontrak aku berhak atas kehidupan kamu,” bisik Dion.“Kita kan belum sah, kenapa kamu berhak atas hidup aku,” tolak Nanda berbisik juga.“Makanya aku tadi minta maaf dulu,” oceh Dion mereka saling berbisik.Tiba-tiba Geri memulai duluan mengajak Dion dan Nanda bicara. Bibir Dion juga sudah gatal untuk beradu mulut.“Siapa dia?” tanya Geri, adik tiri Dion enam tahun lebih mudah dari Dion.Geri sebenarnya sayang pada Dion tapi Geri menganggap Dion saingan, Geri juga tidak mau kalah dimata Papa mereka. Apalagi maminya, Feni, ibu tiri Dion, menghasut dan mengompori Geri selalu tertinggal dari Dion.“Dia calon istri aku,” jawab Dion merangkul Nanda.“Melawak kamu,” respons Geri geli.“Aku serius, namanya Ananda Larisa panggil dia Nanda. Dia bekas OB di perusahaan milik aku dan dari kalangan orang biasa,” terang Dion.“Orang miskin ya maksudnya?” tanya Bianca mengejek.Bianca anak bungsu yang sering menarik perhatian Dion. Bianca sangat bangga pada Dion dan mengidolakan kepintarannya tapi Dion mengacuhkan Bianca. Dia tidak memanjakan Bianca layaknya adik, itulah sebabnya Bianca sering mendukung maminya agar Dion dibenci Papanya.“Mungkin,” sahut Dion.“Kamu benar-benar mengecewakan orang tua, ini sebuah penghinaan besar iya kan, Pa?” tanya Feni pada Papanya Dion.“Bagi aku ini bukan penghinaan, tapi hiburan sudah lama rumah ini suram, berkat adanya Nanda keluarga ini pasti heboh.” Celetuk Dion.Papanya Dion melihat Nanda dan Dion, dia mematung tidak merespons hanya merenungi kebahagiaan Dion.“Iya Pa, ini penghinaan besar dari Kak Dion.” Sembur Bianca memancing emosi Papanya Dion.“Apa kata orang-orang jika Seorang Sandi Pamungkas pengusaha pemborong sukses punya menantu miskin,” caci Geri memanasi.“Bagi kalian aku memang miskin uang tapi lidah dan hati nurani aku masih aktif kalau bicara sama orang lain,” ucap Nanda sengit yang memaksakan diri agar nyalinya keluar.Perlawanan Nanda mendebarkan jantung Dion, dia memang tidak salah pilih sedangkan tubuh Nanda begetar tapi berusaha tangguh menghilangkan rasa takut dikelilingi celaan keluarga Dion.“Belum jadi menantu keluarga ini, kamu sudah menunjukkan taring, gimana kalau sudah jadi menantu. Bisa-bisa merusak keluarga ini.” Oceh Bianca menggebu marah.Papanya tidak tahan dengan pertengkaran keluarganya sendiri, tangannya menepuk kuat meja ruang keluarga.“Kalian datang lagi nanti, Papa mau istirahat,” kata Papannya melangkah masuk ke kamar.Dion dan Nanda juga pergi, mereka berkata pamit walaupun tidak ada keluarga Dion yang merespon Nanda.***Selanjutnya sehabis dari rumah Dion, dia mengantar Nanda pulang kerumah. Sepintas dia teringat lagi kejadian di rumah Dion barusan, ternyata Dion tidak lepas dari masalah rumit.Dia merasa simpatik pada Dion bisa sukses dengan cara mandiri dan di besarkan di rumah yang penuh tekanan.Kesepian, kemalangan, terpuruk lalu bangkit kembali. Itulah yang di bayangkan Nanda tentang Dion. Dia tersentuh karena rasa kasihannya pada Dion.Dion mengetahui Nanda terus memandanginya saat sedang menyetir. Dia mencoba periksa tebakkannya, benar Nanda sedang melihatnya.“Semalangnya nasib aku, kamu tenang saja aku dibesarkan tanpa lilitan hutang.” Canda Dion menghidupkan kesunyian selama perjalanan menuju rumah Nanda.“Kamu mau kita adu nasib?” tanya Nanda.“Kamu tidak tahu apa-apa hidup dengan luka hati sejak kecil,” kata Dion suaranya bersuhu dingin.Kemudian Dion menginjak gas mobil melaju kencang ke arah rumah Nanda sesuai maps.Sesampainya Dirumah Nanda terlihat kerumunan orang-orang memadati rumahnya. Nanda berlari ketakutan panik jika Ayahnya tertimpa masalah lagi. Dia buru-buru masuk menebus keramaian orang menontoni keributan dirumahnya. Dion pun mengikutin Nanda dari belakang, dia juga tampak cemas dan masuk ke dalam rumah Nanda.“Ada apa ini suruhan siapa lagi kalian?” tanya Nanda.“Leon main judi tidak bayar uang kita Tiga puluh juta,” jawab tiga laki-laki mengepung Leon yang saat itu mabuk berat.“Kalian bisa balik lagi kerumah kalau Leon sudah sadar jangan main tangan seperti ini. Apalagi mengacaukan rumah orang,” bentak Nanda garang.“Kita menuntut hak kami, bayar sekarang kalau tidak kita-kita akan bawak Leon kepolisi sekarang.” Ancam ketiga laki-laki kenalan Leon.Nanda tidak berkutik jika menyangkut polisi. Abangnya bernama Leon, sejak Ibunya meninggal dua tahun yang lalu sudah tidak terhitung lagi keluar masuk penjara. Urat malu Nanda juga sudah putus karena sering meminjam uang pada teman-temannya untuk jaminan Leon dipenjara karena hutan dan merusak barang orang.Nanda meratapi nasib dibenaknya, "Hutang dengan teman-temanku saja masih menumpuk, baru dicicil beberapa. Masa aku harus mengemis lagi dengan mereka untuk meminjam uang"“Kusut,” gumam Dion menyaksikan masalah keluarga Nanda.Mendadak Dion mencegat tiga laki-laki kenalan Leon untuk menghentikkan langkah mereka membawa Leon ke kantor polisi.“Sebutkan rekening kalian dan jumlah hutang Leon, saya transfer sekarang juga.” Seru Dion sambil mengetik Handphonenya.Ketiga Laki-laki itu lalu menyebutkan rekening dan jumlah hutang pada Dion. Mereka pun pergi berpamitan dan meminta maaf pada Ayahnya Nanda sudah membuat kegaduhan.“Berapa rekening kamu Nanda untuk melunasi semua hutang Ayah kamu dan Leon?” tanya Dion.“Tidak usah hutang mereka menjadi urusan ku,” balas Nanda seraya menenangkan Ayahnya terlihat lemas.“Kamu lupa atau pura-pura lupa kamu sudah saya kontrak,” bisik Dion mendekat pada Nanda.“Kamu ingat kita belum sah,” sahut Nanda.“Sama saja apa bedanya mau besok, lusa ataupun bulan depan,” Bisik Dion Lagi.Nanda membatu merasa ucapan Dion ada benarnya, dia menurut dan memberi rekeningnya dan menyebutkan hutang Ayahnya dan Abangnya serta hutang-hutang yang lainnya.“Tiga ratus juta,” ucap Nanda.Dion sempat kaget mendengar nominal hutang keluarga Nanda sangat banyak. Segera Dion transfer uang ke rekening Nanda.“Dia siapa?” tanya Ayahnya Nanda penasaran.“Kenalin Ayah, ini Dion Pamungkas calon suami aku,” jawab Nanda.“Apa, kamu baru masuk 19 Tahun masa menikah.” Ujar Ayahnya Histeris.“Dia ngajak aku nikah dan aku terima. Dia laki-laki kaya Ayah hidup aku pasti terjamin,” balas Nanda.Lalu Dion bergerak cepat memperkenalkan dirinya di hadapan Ayahnya Nanda.“Nama aku Dion Pamungkas Ayah, panggil saja aku Dion yang tidak akan membiarkan Nanda sengsara dalam hidupnya.”***Berhubung weekend Dion janjian lagi dengan Nanda mengajaknya pergi mengurus dekorasi kamarnya kelak, jika mereka sudah menikah. Dion bergegas meluncur rumah Nanda.Setelah sampai rumah Nanda, ia disambut Leon dengan wajah penuh prasangka."Orang kaya beneran lu?" tanya Leon yang duduk tepat di depan Dion.Dion mengacuhkan ajakan Leon bicara lantaran ia menganggap bicara dengan Leon buang-buang waktu. Dia memilih fokus pada handphone miliknya tapi ekor matanya tetap waspada terhadap Leon."Lu gak dengar gue ajak bicara, belum jadi laki Nanda aja gak hormat sama gue. Gimana nanti jadi ipar, ngelunjak lu." Oceh Leon sedari tadi mendaratkan matanya yang melotot besar pada Dion."Woi, budek lu ya," teriak Leon kesal karena dicuekin."Gue hanya bicara sama orang normal. Gue anti sama orang pemalas, pembuat onar, beban keluarga apalagi orang itu laki-laki." Sembur Dion jujur."Beneran kurang ajar mulut lu ya, percuma banyak uang tapi kagak di ajari adab sama orang tua lu," oceh Leon ngamuk.
Tepat di hari pernikahan, Nanda terlihat sangat menawan. Bentuk tubuhnya dibalut dengan kebaya warna cream, diperindah kerlipan payet yang gemerlap. Rambutnya pun di rangkai cantik dengan hairdo klasik, ditambah aksesoris mutiara warna putih.Peristiwa menegangkan dimulai dan terdengar sudah janji sakral di telinga semua orang. Ijab qabul berjalan dengan khidmat dan lancar di gedung mewah khusus pernikahan tengah kota.Tidak perlu berlama-lama, Nanda segera berjalan menuju pelaminan untuk bersanding dengan Dion.Paras Dion dan Nanda bak raja dan ratu sehari. Mereka sama-sama memancarkan aura takjub. Dengan gagahnya, Dion menyambut kedatangan istrinya di depan mata.Mereka bertatapan dengan binaran mata yang sayu sebab ijab qabul Dion dan Ayahnya, membuat Nanda pilu bahkan pedihnya yang Nanda rasakan sampai tiba acara sungkeman kepada orang tua.“Nanda atur tangisan kamu, make up kamu luntur semua” bisik Dion coba menenangkan Nanda.Namun Nanda tidak peduli ucapan Dion, dia menangis se
Setelah resepsi pernikahan, Dion dan Nanda kembali menuju rumah Papanya Dion. Mereka menuju ke kamar Dion yang letaknya di samping teras rumah Papanya Dion.Kamar Dion seperti paviliun terpisah dengan rumah utama milik orang tuanya. Kemudian lanjut mereka membersihkan diri untuk istirahat, Nanda tidur dikamar Dion sedangkan Dion tidur diruang kerja.Pertama kali Nanda tidur dikamar baru walaupun sudah di ganti semua interiornya tapi aroma tubuh Dion masih tericum. Parfum yang di pakai Dion sangat melekat di hidung Nanda.Nanda berdengus sembari berkata,” Hem.. wangi khas Dion”. Setelah berbenah diri, Nanda pun melangkah menuju tempat tidur. Pikirannya selalu terbayang kasih sayang mendiang Ibunya, air matanya pun menetes dengan kerinduannya mendalam.Hati Nanda hancur fakta, Ibunya pergi tanpa berpamitan dengan keluarga besarnya.Ibunya meninggal dunia karena menderita kanker usus. Berjuang menjalani kemoterapi menjadi ingatan pahit, melihat Ibunya menahan sakit tapi tidak membuat Ibu
Ketika maka malam dirumah keluarga Dion, Papanya bertanya tentang malam pertama mereka sebagai suami istri.“Kapan kalian bulan madu?” tanya Papa Dion.“Belum ada rencana aku lagi sibuk,” jawab Dion singkat.“Gimana Nanda rasanya sudah menjadi istri sah Dion, ada perubahan gak dari sikap Dion ke kamu?” tanya Papanya Dion.“Banyak berunah Pa. Dia semakin terbuka dan jauh lebih baik memperlakukan aku sebagai istri,” jawab Nanda yakin.“Sebelum menikah Kak Nanda diperlakukan buruk ya sama Dion seperti wanita sewaan gitu,” sindir Geri melirik pada Nanda.Sontak Dion dan Nanda kaget atas ucapan Geri seperti mengarah pernikahan kontrak mereka.Dion menghentakan sendoknya karena ulah Geri berusaha mengorek urusan pribadinya.Nanda dengan cepat mencegah tindakan buruk Dion didepan Papanya.“Sebelum menikah dia agak kaku tapi setelah menikah dengannya, aku yakin dia sangat menghargai seorang wanita seperti dia menyayangi Mamanya.” Omongan Nanda membuat semua keluarga Dion berpusat padanya.Nand
Akhirnya Nanda bertemu dengan Ali dengan tampilan berbeda. Tidak lupa dia membawa buah tangan untuk Ali dan OB kantor lainnya.“Halo semua,” sapa Nanda diruang OB.“Wah, Nanda sesuatu luar biasa Istri CEO kita berkunjung keruang OB.” Seru Lia senior OB waktu Nanda kerja dulu."Kalian bisa saja, aku kangen sama kalian," sorak Nanda berkoar merapat dengan para seniornya.Nanda memberikan bingkisan yang dia bawak, senior OB begitu senang atas pemberian Nanda."Wah bagus banget jaket ini terima kasih Nanda," seru Budi seumuran dengan Ali. "Sama-sama Pak de Budi," sahut Nanda tersenyum riang."Bagus banget setelan baju ini pasti mahal harganya," ujar Lia."Gak Lia masih terjangkau, ada lagi itu tas buat kita nanti pergi." Sorak Nanda kegirangan bersama Lia.Mereka makan pizza bersama saling bercanda mengingat masa kerja dulu. Kemudian Ali menyepikan Nanda menjauh dari yang lain“Gimana Nanda perlakuan Pak Dion ke kamu?” tanya Ali.“Aman Pak de ternyata Dion orangnya baik,” jawab Nanda.“Su
Hari di mana rencana bulan madu akan terlaksana, Dion mengatakan pada Nanda jika mereka berdua akan pergi ke Bali.“Besok kita akan pergi ke Bali,” ujar Dion pada Nanda.Duar.Jantung Nanda hampir copot, nafasnya tidak beraturan dan matanya mendelik bulat mendengar ucapan Dion.Pikir Nanda, “Dion ajak aku pergi ke Bali buat apa, jangan bilang untuk meniduri aku”.Lidahnya mengeras, bibirnya merapat bahkan mengeluarkan suara pun tidak sanggup. Tubunya tegang dihadapan Dion, diam menyerupai patung. Dion tertawa geli melihat Nanda tampak canggung sedangkan Nanda sempat-sempatnya terpana melihat Dion menertawakan dirinya.Nanda membatin, “Akhirnya terlukis lagi senyuman manis dibibir tipis milik Dion, astaga mikir apa aku ini kotor sekali”.Nanda menaplok jidatnya untuk kembali sadar. Dia tidak boleh jatuh cinta dengan Dion sebab dia teringat kontrak pernikahannya.“Kamu mau tahu gak kenapa kita pergi ke Bali,” kata Dion menatap Nanda.Tetap saja Nanda tidak bersuara, dia tidak ingin asal
Dion dan Nanda masih berada di Bali, mereka jalan-jalan menikmati sunset di pantai. Genggaman tangan Dion sangat erat dan tidak lepas dari tangan Nanda.Mereka juga mampir ke pusat oleh-oleh di Bali, membeli semua barang-barang unik di Bali. Tiba-tiba Dion melingkarkan sebuah kalung berlian cantik ke leher Nanda. Tersentak Nanda begitu terharu atas perhatian Dion padanya."Cantik sekali," ungkap Nanda berkaca-kaca."Tanda merah dileher kamu lebih bagus," canda Dion sembari menunjukkan bekas ciuman dahsyat dari dia di leher Nanda."Kamu sih ganas banget untuk bernafas saja aku engap," sewot Nanda mencubit perut Dion."HaHaHa," tawa Dion geli.Mereka melanjutkan jalan-jalan lagi mengintari pulau Bali. Nanda juga menyadari kalau cincin pernikahan terus melingkar di jari manis tangan kanan Dion.Batin Nanda, "Benar kah dia sudah berubah, bagaimana dengan kontrak pernikahan kami. Apakah cinta Dion yang didepan ku itu palsu".Duduk di pinggir kolam berenang, mereka duduk merasakan desiran an
Selesai pulang bulan madu, Dion dan Nanda istirahat di rumah dengan kebiasaan baru mereka. Tidur dalam satu kamar. “Aku gak papa kan tidur dikamar kamu?” tanya Dion.Nanda mangangguk tanda setuju Dion tidur di sampingnya.Batin Nanda, "gimana dengan kontrak pernikahan ku sama Dion, bahas atau tidak ya tapi takutnya aku dan Dion malah berdebat".“Kamu kenapa, ada yang mau kamu tanyakan sama aku?” tanya Dion.Nanda masih bergelut dengan isi kepalanya, wajah bimbangnya tampak tertera dari tatapan Nanda. Bagi Nanda bukan perkara mudah untuk tidur bersama tapi dia sudah terhanyut dalam dan menyatu dengan tubuh Dion. Nanda ingin sekali menuntut perasaan cinta yang tulus dari Dion tapi ketakutannya dengan kontrak pernikahan menjadi tembok besar untuknya. Sekarang dia hanya bisa menunggu kepastian dari Dion soal pernikahan mereka, kontrak sementara atau selamanya. Kata cinta dari Dion sangat terdengar kosong, dia harus siap sebagai alat untuk mencapai tujuan Dion dan itu tidak bisa di pungkir