Nekat Laura makin bulat untuk membuat Dion dan Nanda menderita. Dia ingin sekali merusak kebahagiaan Nanda karena kehadiran buah hati Nanda. Penyebab, Dion berubah jauh lebih peka pada Nanda."Akan aku buat Nanda tersiksa," gumam Laura.Di sisi lain tepatnya di kediaman rumah Papanya Dion. Kehebohan berlanjut, Feni mengamuk dan mengumpulkan semua anggota keluarga.Semua keluarga inti hadir dan duduk di ruang keluarga. Termasuk Nanda dan Karina. Dia membahas keputusan Papanya Dion yang menurutnya, secara sepihak menyebut anak dalam kandungan Nanda adalah pewaris sah perusahaan Papanya Dion."Ini benar-benar tidak adil Papa, batalkan semuanya atau terima akibatnya," ancam Feni marah."Aku akan bawa perkara ini ke ranah hukum, aku juga anak laki-laki Papa. Aku berhak juga atas perusahaan Papa," amuk Gerry yang sudah di ajarkan Feni.Tiba-tiba datang suara Mamanya Dion, semua orang terperangah melihat sosok Mamanya Dion masuk ke rumah. Mamanya Dion sudah bisa bicara tapi masih di atas kurs
Hari di mulai, tugas menumpuk menanti untuk Feni dan Bianca. Selesai acara ngunduh mantu pernikahan Gerry dan Karina, peralatan dapur beserekan. Piring dan cangkir masih belum tersusun rapi. Semua sisi rumah kian kacau, asisten rumah tangga mereka pergi, di carikan pekerjaan lain oleh Dion. Feni memasak sarapan berulang kali karena tidak sesuai dengan lidah Mamanya Dion. Dia mengiris bawang dengan air mata tersedu-sedu. Bianca mengucek pakaian yang tidak boleh masuk ke dalam mesin cuci."Mami... bau banget wc pembantu. Mami badan aku bau sabun," rintih Bianca meringis."Diam Bianca, kamu pikir Mami bau parfum mahal apa...! Mami dari petang sudah bau bawang," oceh Feni."Mami kita gak bisa di giniin, kita kabur aja. Cari rumah kontrakan," pekik Bianca sebal."Keluar dari rumah ini sama saja nge gembel, kontrak rumah juga perlu biaya," balas Feni."Mami gak ada apa simpanan harta?" tanya Bianca sambil mengucek pakaian."Ada tapi masih atas nama Papa kamu, belum balik nama. Semua di sita
Pagi-pagi sekali waktu Feni memasak nasi sambil menelpon Laura. Dia terus becerita kemalangannya di rumah Dion sekaligus membakar kemarahan Laura. "Tangan Mami berkerut Laura seharian terkena air, kulit tangan kaki terkelupas kena air sabun juga. Bianca apalagi jempolnya bengkak terendam air sabun," cerita Feni panjang."Kita gak bisa balas mereka secara kebetulan, kita harus rencanakan dengan rapi mencelakai Nanda. Target kita tetap sama Nanda dan kandungannya," kata Laura."Sudah dulu Laura sepertinya Dion dan lainnya sudah bangun, nanti kalau ada waktu Mami telpon lagi," omong Feni dengan suara berbisik melalui ponselnya.Telponan mereka berakhir, waktunya Dion memberi perintah memasak makanan yang banyak karena nanti ada banyak kedatangan tamu penting."Feni kamu masak dengan lima menu, kuah tumis sama dessert terserah puding atau salad buah. Selesai siang ini juga," perintah Dion menghampiri Feni."Kenapa tidak pesan catering saja?" tanya Feni bertekan."Apa guna kamu di dapur ka
Lanjut, mereka makan siang bersama. Helena sengaja meminta buatkan jus semangka karena di luar cuaca sangat panas. Dia tahu Feni sedang di hukum atas kesalahannya di rumah Dion. Ia ingin mengerjai Feni, orang yang berani memukul Nanda di depan banyak orang. Tidak ada ampun untuk siapun sudah menindas Nanda."Feni kamu belikan semangka kuning di supermarket terdekat untuk Helena, dia mau minum jus," suruh Dion beri perintah Feni.Helena mengkerlipkan matanya pada Feni menunjukan cengiran tengilnya. Dia belum puas jika Feni belum tersiksa fisiknya. Ia menghubungi anak buahnya untuk mengerjai Feni di jalan.Benar sekali, Helena sudah merencanakan untuk membalas rasa sakit tamparan yang di alami Nanda. Anak buah Helena sedari tadi siap mengintai Feni."Beri ganjaran dia sampai dia benar-benar kesal," ucap Helena di telponya."Kamu bicara sama siapa Helena?" tanya Nanda yang duduk di sebelahnya."Bukan siapa-siapa, ayo lanjut kita makan," jelas Helena menutup panggilannya.***Di luar rumah
Esok harinya, Dion dan Nanda pergi ke rumah sakit buat periksa kandungan Nanda. Dia mulai gugup setiap kali melakukan pemeriksaan dan bertemu calon anaknya. Kali ini, antriannya cukup panjang. Dion dan Nanda menunggu sudah hampir satu jam. Dion terus mengelus perut Nanda sekedar beri semangat buat Nanda. Dia mencontoh pasangan lain yang saling bermanja bersama.Nanda terbahak puas melihat ekspresi Dion yang kaku, sesekali mengintip kemesraan pasangan lain juga mengantri di depan ruangan Dokter kandungan."Inisiatif dong, keluarkan naluri kejantanan kamu," canda Nanda membelai wajah Dion."Kamu bukannya sudah tahu aku gimana Hahaha," Dion tarkeke menanggapi respon Nanda.Mereka saling menggenggam tangan erat, memandangi perut Nanda yang sudah terlihat ada perubahan.Tiba giliran Dion dan Nanda masuk ke ruangan Dokter kandungan. Dokter melakukan pengecekan USG di perut Nanda."Kelamin Anaknya laki-laki ya Buk, Pak Dion. Itu lihat tampak ada tugunya," omong Dokter kandungan.Sontak saja
Dion mengajak Nanda dan Mamanya ke rumah Kakek Wisnu, Nanda tercengang melihat kediaman Kakek Wisnu sangat megah. Ada loby di rumahnya layaknya hotel berbintang, dinding di lapisi marmer mahal dan di keliling jendela kaca. Vas bunganya tinggi-tinggi melebihi tinggi Dion. Mereka bertiga di sambut barisan pelayan di rumah Kakek Wisnu. Terdapat juga lift dalam rumah karena bangunan rumah Kakek Wisnu tingkat lima. Bak istana modern yang tersembunyi di balik tembok pagar yang tinggi. Sungguh luar biasa tempat tinggal keluarga besar Kakek Wisnu.Dion, Nanda dan Mamanya keluar dari lift, mulut Nanda tidak berhenti terperangah. Matanya terbelalak berkeliling karena di manjakan dengan kemegahan duniawi."Nanda," panggil Ayahnya Nanda yang ternyata ada di ruang pertemuan rumah Kakek Wisnu."Ayah, Kak Leon kalian berdua kenapa ada di sini?" tanya Nanda kaget sekali.Ayahnya Nanda belum sempat menjelaskan pada Nanda, mkeluarga Kakek Wisnu satu per satu berkumpul untuk menyambut kedatangan Dion,
Seperti yang di katakan Kakek Wisnu, mereka semua berkumpul hendak ziarah ke makam Febby, Ibunya Nanda. Buat Leon, dia tampak benar-benar muram. Habis menonton video kenangan Ibunya, dia begitu menyesal kenapa dia selalu membuat masalah semasa Ibunya masih hidup.Leon bahkan tidak pernah menginjakan kakinya ke makam Ibunya setelah sepeninggalan Ibunya sendiri. Hal yang sama di rasakan Nanda, keduanya muram larut dalam kesedihan. Andai saja waktu bisa berulang, Ibu mereka masih ada. Leon dan Nanda bakal selalu membuat Ibunya bangga."Maafin Leon Bu, aku sayang sama Ibu. Aku gak tahu Ibu rela meninggalkan semua kehidupan Ibu yang kaya raya, demi mempertahankan cinta ke Ayah dan memiliki keluarga yang bahagia," Suara Leon mengerang gundah.Sama halnya Nanda, nafas mengesak sedat. Tangisannya meraung keras. Orang-orang yang mendengarnya merasakan juga perih terdalam.Kakek Wisnu terus meminta maaf pada batu nisan, kuburan putri kesayangannya. Mereka semua membaca doa-doa untuk Alm, Febby,
Setelah kemarin ziarah ke makam Ibunya Nanda, pagi harinya Helena main ke rumah Dion. Dia ingin mengajak Nanda jalan-jalan bersama. Helena sangat menyukai style simpel tapi berkelas. Barang yang ia pakai dari atas kepala sampai ujung kaki, edisi terbatas dan harganya fantastis. Setiap kali biaya penampilannya, setara dengan satu unit mobil merakyat.Di waktu bersamaan Nanda sudah bersiap, beriring melayani keperluan Dion ke kantor. Ya, mereka sekarang sudah tidur di kamar utama. Kamar yang semula di tempati Papanya Dion dan Feni. Mereka belum terbiasa saja melakukan aktifitas berdua di dalam kamar. Sebab, akhir-akhir ini mereka berdua di sibukkan kasih pelajaran buat Feni. Belum ada di pikiran mereka untuk bermesraan lebih intens dari sebelumnya."Kamu cantik sekali pagi ini," kecup Dion di kening Nanda."Makasih, kamu juga ganteng seperti biasanya plus judes kamu juga belum berkurang HaHaHa," canda Nanda mengerjai Dion."Asal kamu bahagia aku rela di katain kamu setiap detik, ayo k