Share

Sebuah pertanggungjawaban

Buk

Naya terjatuh tepat di pelukan seseorang. Sosok lelaki yang mengenakan jas hitam terlihat begitu samar dalam penglihatannya.

"Tolong aku!" lirih Naya terkulai lemas tak sadarkan diri.

Alen mengernyit. Kedua matanya tak berhenti mengerjap melihat paras cantik dan polos yang di miliki oleh Kanaya. Wajahnya yang putih bersih, hidungnya yang mancung, bibir merah mungilnya membuat Alen teringat sosok wanita yang ia kenal.

"Wanita ini?" tanya batin Alen menyapu rambut Naya yang sedikit menutupi wajahnya.

Sesaat, pandangan Alen beralih ke arah Roy dan kawan-kawan. Alen menghela nafas panjang melihat mereka berulah lagi di hadapannya. 

***

Di rumah, Alen menyandarkan kepala tepat di bahu kursi putarnya. Kedua matanya terpejam seraya mengingat kembali perkataan yang keluar dari mulut Roy.

"Maaf, Mas Alen. Tolong serahkan wanita itu pada kami!" kata Roy dengan hati-hati.

Alen tersenyum sinis. Untuk pertama kalinya, ia mendengar Roy minta tolong kepadanya."Berapa banyak hutangnya?" tanya Alen dengan tegas. 

"Maaf, Mas. Kata pak Lukman wanita ini ...!" 

"Aku akan melunasi hutangnya. Berapapun itu!" ketus Alen yang membuat mereka saling menatap satu sama lain.

Kedua mata Alen mulai terbuka saat Surti, sang asisten rumah tangganya memanggil dirinya.

"Maaf, Mas. Ini tas milik nona cantik," ujar  Surti menyerahkan tas yang ia ambil dari mobil.

"Taruh saja di sana!" perintah Alen menunjuk ke arah meja yang berada di samping televisi.

"Baik, Mas!" Surti meletakkan tas milik Kanaya sesuai dengan perintah majikannya tersebut. 

Alen beranjak dari tempatnya dan pergi menuju ke arah tempat di mana Naya berada. 

Surti mengernyit. Untuk pertama kalinya, Surti melihat sang majikan membawa seorang wanita ke rumah megah bak istana itu.

"Apa nona cantik itu pacarnya mas Alen?" tanya Surti berpikir seraya menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal."Tapi, menurut berita di tv bukankah mas Alen tak tertarik dengan wanita?" tanya Surti seorang diri.

Ceklek

Alen membuka pintu kamar dan menutupnya kembali. Kedua kakinya melangkah menghampiri Naya yang masih terbaring lemas tak sadarkan diri.  Ia tak menyangka, wanita yang ia tolong adalah korban dari tindakan mantan ayah tirinya.

"Bisa-bisanya dia berbuat sejauh itu! Apa dia belum puas dengan apa yang ia perbuat pada bunda?" tanya batin Alen menggerutu tiada henti. Ia sangat kesal mengingat masa lalu pahit saat ia masih satu rumah dengan pak Lukman.

 "Siapapun kamu, aku sudah memilih dirimu untuk menjadi pasanganku!" kata Alen.

****

Keesokan harinya, Naya mulai membuka kedua matanya secara perlahan. Ia mengernyip saat sinar matahari menyilaukan kedua matanya. Perlahan, ia mulai terbangun dan terkejut saat dirinya berada di kamar yang sangat asing baginya.

"Di mana aku? Apa mereka berhasil menangkapku?" tanya Naya memegang kepalanya yang masih pusing. Sejenak, ia mulai mengingat kejadian sebelum ia jatuh pingsan tak sadarkan diri.

"Tolong aku!" Kata-katanya yang teringat jelas di benaknya.

"Ya Tuhan, siapa orang yang menolongku? Wajahnya sama sekali tak jelas. Apa orang itu pak Lukman?" tanya Naya menebak. Bibirnya melipat dan terkejut saat gagang pintu kamar tersebut bergerak.

Ceklek

Pintu kamar mulai terbuka. Naya tak berhenti mengerjap saat melihat kedatangan orang yang sangat di gemari oleh adik tirinya berjalan menghampiri dirinya. 

"Bukankah? Dia?" tanya batin Naya seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Ketampanannya, gayanya yang berkelas membuat Naya tak mampu berpaling. Seperti apa yang di bilang Laura, Alen memang sangat tampan, cool san begitu perfect.

"Apa dia orang yang menolongku?" tebak Naya tersenyum tipis. Ia tak menyangka, jika orang yang menolong dirinya dari pak Lukman adalah seorang pembalap terkenal itu. 

"Siapa nama kamu?" tanya Alen melempar berkas tepat di depan Kanaya.

Senyum Kanaya memudar begitu saja. Ia tak habis pikir jika orang yang sempat menjadi pahlawan untuknya mempunyai sifat yang begitu kasar dan begitu angkuh. Tak seperti apa yang ia dengar dari mulut adik tirinya.

"Apa kamu tak punya nama?" ulang Alen memicing menatap wajah polos  Naya.

"Sa-ya Grizela Kanaya Inzen. Tapi, semua orang memanggil sa ...," kata Naya terhenti saat Alen mengkodenya untuk diam.

"Bacalah kontrak perjanjian itu dan segera tanda tangani!" perintah  Alen yang membuat Naya terkejut setengah mati. Ia tak menyangka, semua kata-kata yang terlontar dari mulut Alen tak ada kelembutan sama sekali.

Naya melirik Alen yang terus menatap dirinya dengan penuh kebencian. Bibirnya melipat dan mulai mengambil beberapa berkas yang bercecer di atas tempat tidurnya. Kedua matanya mengerling menatap kontrak perjanjian yang tertuju padanya.

"Kontrak perjanjian?" tanya Naya bingung mendongak melihat Alen yang tersenyum sinis ke arahnya.

"Di dunia ini tak ada yang gratis.  Kemarin, Kamu sudah membuat saya mengeluarkan uang yang sangat fantastis. Dan sekarang, saya ingin minta pertanggungjawaban dari kamu!" tutur Alen membuat Naya semakin bingung.

"Pertanggungjawaban? Pertanggungjawaban apa?" tanya Naya  mengernyit seraya berpikir.

"Apa kamu tidak merasa ada masalah sebelum bertemu dengan saya?" Pertanyaan Alen yang membuat Naya teringat akan masalah hutang ayahnya.

Tanpa banyak buang waktu, Naya membuka isi dari surat perjanjian yang kini berada di atas tangannya.

Naya terbelalak kaget dengan isi surat perjanjian tersebut. Ia tercengang dan tak percaya jika ia harus mempertanggungjawabkan itu semua di dalam surat perjanjian yang akan membuat masa depannya benar-benar hancur.

"Menikah kontrak?" tanya Naya memastikan.

"Iya! Hanya itu yang saya inginkan dari kamu. Menikah sampai lima tahun!" tutur Alen memperjelas ucapannya.

"Lima tahun?" Naya menegak salivanya dengan paksa. Kedua matanya mengerling menatap Alen yang mulai berjalan menghampiri dirinya.

"Heh, kamu pikir selama lima tahun kamu bisa melunasi hutang kamu padaku?" tanya Alen yang membuat Naya tak mampu membantahnya."Itu tidak akan mungkin. Meskipun seumur hidupmu bekerja untuk melunasinya, kamu tidak akan mungkin sanggup melunasinya," tutur Alen seraya membungkukkan tubuhnya. 

Senyum sinis yang tertoreh membuat Naya terdiam seribu bahasa. Ia tak habis pikir akan terperangkap di lubang yang sama. Pilihan yang sudah pasti akan menghancurkan masa depannya.

"Persiapkan dirimu! Nanti malam saya akan memperkenalkan kamu dengan keluarga saya!" kata Alen pergi begitu saja.

Naya menghela nafas panjang. Senyum manisnya tertoreh mengimbangi air mata yang menetes  membasahi pipinya.

"Haruskah hidupku selalu terbayang-bayang dari hutangnya ayah?" tanya Naya seraya melempar surat perjanjian yang ada di tangannya.

Naya merebahkan tubuhnya kembali dan membenamkan wajahnya di dalam selimut. Isakan tangisnya pecah dengan apa yang telah terjadi padanya.

"Mama Dina, aku tak akan pernah memaafkanmu!" gumamnya sesegukan.

*****

Buk

Pukulan keras mengenai wajah para bodyguard pak Lukman. Untuk pertama kalinya, pak Lukman gagal menjalankan aksinya.

"Bagaimana bisa kalian menyerahkan wanita itu pada orang lain. Kalian tau! Saya sudah mengincarnya semenjak dia masih duduk di bangku SMA!" ketus Pak Lukman yang tak terima dengan apa yang terjadi.

"Maafkan kami, Pak!" jawab mereka serempak.

Sesaat, pak Lukman mengernyit heran. Ia sangat penasaran dengan orang yang membayar semua hutang Kanaya secara cash. 

"Siapa orang yang membayar semua hutang Kanaya?" tanya pak Lukman menatap mereka yang saling menatap satu sama lain.

"Kenapa diam!" bentak pak Lukman dengan amarah yang memuncak."Siapa dia?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status