Share

Amarah pak Lukman

Author: Suzy Ru
last update Last Updated: 2021-12-24 16:06:47

"Kenapa diam!" bentak pak Lukman dengan amarah yang memuncak."Siapa dia?" 

"Dia adalah mas Alen, Pak!" Jawaban yang membuat pak Lukman terkejut setengah mati. Ia seakan tak percaya jika mantan anak tirinya membayar semua hutang Kanaya yang jumlahnya sangat fantastis.

"Alen yang membayar semuanya?" tanya Pak Lukman memastikan.

"Iya, Pak! Saya rasa mas Alen memiliki hubungan khusus dengan nona inzen!" tutur Roy seraya menahan sakit di tubuhnya.

Pak Lukman mengernyit. Ia kembali duduk seraya berpikir sejenak mencerna perkataan yang terlontar dari mulut bodyguardnya itu.

"Hubungan khusus? Sejak kapan dia tertarik pada wanita?" tanya batin pak Lukman memicing menatap ke arah anak buahnya yang tertunduk.

****

Jari jemari tangan Kanaya tak berhenti bergerak. Kedua bola matanya tak berhenti menatap wajah cantiknya yang terpantul di kaca rias. Tak ada senyum kebahagiaan yang tersirat dari wajahnya. Hanya sebuah penyesalan  mendalam yang membekas di hatinya.

"Ya Tuhan, aku pasrah dengan semua ini. Jika hidupku harus menikah dengannya, aku hanya bisa berharap dia bisa menjadi suami yang bisa melindungi diriku. Meskipun, itu sekedar hanya mimpi!" kata batin Kanaya mencoba untuk mengembangkan senyumnya meski hatinya menolak.

Ceklek!

Surti tersenyum dan berjalan ke arah Naya yang tidak menghiraukan kedatangannya.

"Permisi, Non. Mas Alen sudah menunggu!" seru Surti seraya membungkukkan tubuhnya. Tak ada jawaban.

Surti menegakkan tubuhnya kembali. Ia mengernyit melihat Naya tertunduk seraya mengusap air mata.

"Non," kata Surti memegang bahu Naya yang tertutup dengan kimono putih yang melekat di tubuhnya.

"Iya," jawab Naya menoleh. 

Surti terdiam menatap dua bola mata Naya memerah."Nona baik-baik saja?" 

Naya menyeringai seraya menahan air matanya yang akan terjatuh kembali.

"Saya baik-baik saja! Saya hanya terharu," jawab Naya yang mencoba  menutupi kesedihannya.

"Tuan Alen sudah menunggu, Non!" kata ulang Surti.

Naya tersenyum dan beranjak dari duduknya. 

"Terimakasih, ya, Bi. Saya akan segera turun," kata Naya yang memperlihatkan keceriaannya.

"Kalo begitu saya permisi ya, Non!" kata Surti pergi meninggalkan Naya seorang diri.

Naya terdiam. Kedua bola matanya tak berhenti menatap Surti yang mulai menghilang dari hadapannya.

"Come on Naya come on! Kamu pasti bisa melewati ini semua. Hanya dengan bersabar selama lima tahun, kamu bisa terlepas dari semua ini. Semua akan baik-baik saja!" kata Naya menyemangati dirinya sendiri. Dengan cepat, ia mengambil gaun yang sudah tersedia untuknya. Gaun berwarna merah yang begitu cantik dan anggun.

Di bawah, Alen tak berhenti menatap arah jarum jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sejenak, pandangannya teralihkan saat mendengar hentakan kaki yang menuruni anak tangga yang menjulang tinggi di rumahnya. Kedua bola matanya tak berhenti berkedip menatap sosok wanita yang membuat hatinya berdesir hebat.

Cantik, anggun, warna kulitnya yang putih mulus dan di dominasi gaun warna merah membuat aura kecantikan Naya kian terpancar.

"Saya sudah siap!" kata Naya membuyarkan lamunan Alen yang berdiri di hadapannya.

Alen memalingkan wajahnya. Ia mendengus seraya melipat bibirnya yang sexy.

"Kita berangkat sekarang!" ketus Alen yang pergi begitu saja.

Naya menghela nafas panjang. Ia seakan masih tak percaya melihat orang yang dikagumi semua orang bersikap sangat dingin dan angkuh. 

*****

"Ma, bagaimana keadaan Naya sekarang? Apa dia sudah menikah dengan pak Lukman itu?" tanya Laura seraya mengoles selai ke roti yang ada di tangannya.

"Itu sudah tidak ada hubungannya lagi dengan kita! Yang jelas, kita sudah terlepas dari hutang ayahnya.Tanpa harus mengurangi uang tabungan milik kita sendiri," tutur ibu Dina, mama tiri dari Kanaya.

"Tapi, apa kita tidak keterlaluan, Ma! Bukannya, mama juga mempunyai hutang sama pak Lukman? Dan uang tabungan kita semua itu uang dari Kanaya 'kan?" 

Ibu Dina mendesah. Kedua matanya memicing menatap putrinya yang masih saja mempedulikan Kanaya.

"Bukankah kamu sangat benci dengannya? Kenapa kamu masih saja mempedulikannya?" tanya ibu Dina memicing.

"Iya, aku tau itu, Ma. Tapi, Laura rasa ini sangat keterlaluan. Coba bayangkan, seandainya posisi Naya itu adalah aku. Apa yang akan mama perbuat?" Pertanyaan Laura yang membuat ibu Dina menghela nafas panjang. Ia tak menyangka jika putri semata wayangnya berpikiran seperti itu.

"Justru mama sangat beruntung jika kamu yang ada di posisi Kanaya," ujar ibu Dina melihat Laura yang terkejut akan jawabannya.

"Mama ...."

"Iya, dong! Kalo kamu yang ada di posisinya kita akan hidup mewah dan serba kecukupan," jawabnya bangga. "Sayangnya, pak Lukman menginginkan Kanaya sebagai jaminannya," keluh ibu Ratih sedikit menyesal.

Laura memicing seraya menggelengkan kepala.

"Tapi, tak apa. Walaupun Naya yang menikah dengan pak Lukman, kita bisa memanfaatkannya tanpa harus bekerja keras!" 

Laura benar-benar tak habis pikir dengan sifat mamanya yang begitu gila akan uang.

"Bisa-bisanya mama mau mengorbankan aku demi hidup mewah. Apa kata semua orang, jika aku yang menikah dengan lelaki tua bangka seperti pak Lukman. Nggak tipe banget!" keluh batin Laura memicing.

Sepanjang perjalanan, Naya terdiam dan tak berani menatap wajah Alen yang duduk di sampingnya. Pandangannya hanya tertuju pada pemandangan luar yang nampak  cahaya-cahaya lampu di pinggir jalan.

"Ayah, Naya akan menjalani ini semua dengan baik. Ayah yang tenang di sana, ya?" gumam batin Naya mengusap air matanya yang sempat menetes.

Alen mendesah melihat kesedihan dari diri Kanaya. Dari dulu, ia sangat benci melihat wanita yang menangis saat bersamanya.

"Jika kamu menyesalinya! Aku akan bawa kamu ke rumah rentenir itu!" ujar Alen yang membuat Naya terkejut mendengarnya. 

 Naya menoleh ke arah  Alen yang menatapnya dengan tatapan yang tajam. 

"Tidak! Jangan lakukan itu!" pinta Naya memohon. Saya sudah menandatangani surat perjanjian itu, dan saya akan pastikan selama lima tahun ke depan, saya akan menjalankan semua perintah Anda. Tapi, saya mohon jangan serahkan saya pada rentenir itu!" pinta Naya memohon.

"Bagus, kalo kamu mengingat isi surat perjanjian itu!" kata Alen menyeringai melihat Naya bertekuk lutut dengan kemauannya.

 Wajah cantiknya yang tadinya masam kini sedikit menorehkan senyum yang teramat manis.

"Sekarang, kita adalah sepasang kekasih. Dan aku mau, hilangkan sebutan kata Anda dari mulut kamu itu," kata Alen yang membuat senyum Naya kembali memudar."Bersikaplah seperti pasangan kekasih yang sesungguhnya! Mengerti!" 

Tatapan Alen begitu tajam membuat Naya tak mampu menatapnya.

"Mengerti!" jawab Naya menunduk.

"Dan satu lagi. Aku tak mau melihat ada air mata yang jatuh dari mata kamu!"

Naya menghela nafas panjang. Ia mendongak dan mengerjapkan kedua mata agar air mata yang berkumpul di pelupuk matanya tidak terjatuh.

Sudut mata Alen mengerut melihat jari jemari tangan Naya yang tak berhenti mengipaskan tangan tepat ke arah kedua mata indahnya.

"Laura, liat apa yang dilakukan idola kamu ini. Dia sama sekali tak seperti yang kamu banggakan," kata batin Naya menegak salivanya dengan paksa. 

"Hapus air mata kamu!" 

Naya terkejut saat Alen menyodorkan sapu tangan untuknya. Perlahan, ia menoleh dan seakan tak percaya melihat orang kaku seperti Alen mau meminjamkan sapu tangan untuk dirinya.

"Ini yang terakhir kalinya aku melihatmu menangis!" ketus Alen.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kontrak Eksklusif untuk KANAYA   Kebahagiaan yang sesungguhnya

    Aroma parfum Diego juga tercium jelas olehnya. Ia mendongak dan terkejut saat dirinya juga tak sadar akan tingkahnya yang dengan mudahnya bersandar di bahu bodyguard sang kakak.Oh my God! Apa yang aku lakukan? Bisa-bisanya aku bersandar di bahu Diego? batin Rania seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Lentik bulu matanya tak berhenti mengerjap. Dengan perlahan, ia mengangkat kepala dan mencoba menjauh dari pelukan Diego."Hush hush, Sayang. Kamu ingin cepat pulang, ya? Yuk! Kita ke mobil duluan. Tunggu papa dan mama di sana saja, ya!" ucap Rania mencoba menenangkan bayi yang ia gendong. Sebuah trik untuk menjauh dari Diego tanpa mengeluarkan kata-kata. Diego mengernyit. Jemari tangannya menggaruk kepalanya yang tak gatal seraya menatap wanita yang telah membuat perasaannya tak karuan."Rania, tunggu!" gegas Diego mengikuti langkah Rania.Alen melepas pelukannya. Ia menyeringai seraya membelai rambut indah istrinya yang terikat."Siapa yang mengikat rambutmu?" tanya Alen menyapu

  • Kontrak Eksklusif untuk KANAYA   Perubahan Arga

    "Aku sangat merindukan kakak. Aku akan memeluk tubuh kakak yang hangat itu sebagai pengobat rinduku selama dua tahun ini!" Naya terperangah dan tak percaya mengingat kembali sebuah pesan yang membuat dirinya cemburu buta dan mengharuskan pergi dari rumah.Ya Tuhan, apa iya dia Rania yang mengirim pesan pada suamiku itu? batin Naya bertanya. Bibirnya merapat, ia seakan tak mampu menegak salivanya sendiri saat pikiran itu terus menaungi dirinya."Kamu mengenal suami saya?" tanya Naya penasaran.Rania tersenyum senang. Mungkin waktu ini sangat tepat untuk meminta maaf pada Naya dengan apa yang ia perbuat. Sebuah pesan yang seharusnya tak ia lakukan di saat Alen sudah mempunyai istri.***Ana Towsar seakan tak percaya dengan keputusan putranya itu. Meninggalkan rumah mewah yang sudah ia tempati beberapa puluh tahun lamanya."Sebenarnya apa sih yang ada di otak kamu, Ga? Bagaimana mungkin kita tinggal di rumah seperti ini? Kamu kan tau, penyakit mama akan kambuh jika hidup kekurangan seper

  • Kontrak Eksklusif untuk KANAYA   Kecurigaan Kanaya

    Alen menoleh. Alisnya bertaut saat mendengar nama Rania terlontar dari percakapan pengendara lain.Rania, apa yang mereka maksud adalah Rania adikku? batin Alen bertanya.Tanpa pikir panjang. Alen mengambil ponsel miliknya yang berada di dalam saku celana. Dua bola matanya mengerling saat membuka pesan dari Rania."Kak, sampai mana? Kak Naya membutuhkan donor darah secepatnya." Pesan singkat yang membuat Alen seakan tak mampu menegak salivanya sendiri.Ya Tuhan, apa naya dalam bahaya? Alen buru-buru memasukkan ponselnya dan segera meluncurkan motor balapnya dengan cepat saat lampu merah berganti hijau.Di tengah perjalanan, Alen menghentikan laju kendaraannya lagi. Ia mendesah sebal saat beberapa orang membuat keributan di jalan menuju arah vila.Alen membuka helm. Sudut matanya mengerut melihat para petani yang terlihat begitu melas dan lelah.Apa yang mereka lakukan pada para petani itu? batin Alen mulai melangkah. Tanpa merapikan rambutnya yang sedikit berantakan, ia melangkah men

  • Kontrak Eksklusif untuk KANAYA   Rencana Ana Towsar

    Apa iya Naya yang di maksud Rania? Mana mungkin dia akan melahirkan. Usia kandungannya kan baru tujuh bulan dan .... kata batin Alen terhenti saat melihat naya terbaring kesakitan seraya memegang perut besarnya.Naya! kata Alen seakan tak mampu menegak salivanya sendiri."Kak, cepetan ke sini!" kata Rania membuyarkan lamunan Alen."Aku akan segera ke sana!" gegas Alen mematikan ponselnya seketika.Naya menoleh saat mendengar suara yang tak asing baginya. Suara khas yang selalu membekas dalam benaknya."Hah, syukurlah! Akhirnya Kak A ...," kata Rania terhenti."Maaf, apa boleh saya pinjam ponselnya?" Naya beralih posisi untuk berbaring ke kanan. Ia mencoba untuk tersenyum meski dirinya merasakan sakit akan kontraksi yang terus melanda."Oh, tentu saja. Silahkan!" Rania melangkah menghampiri dan menyodorkan ponsel miliknya. "Terimakasih!" jawab Naya dengan cepat mengetik nomor milik Alen. Namun, jemari tangannya terhenti saat ia lupa akan nomor milik suaminya.Senyum manisnya mengemban

  • Kontrak Eksklusif untuk KANAYA   Pertolongan Rania

    Saking penasarannya, ia menyentuh air tersebut. Naya terperangah dan terkejut saat meyakini air itu adalah air ketuban."Ya Tuhan, apa aku akan melahirkan sekarang?" Naya duduk seraya memegang perutnya. Ia menoleh ke arah jalan yang sama sekali sepi dari kendaraan. Dahinya mengernyit, bibirnya merapat menahan rasa sakit yang semakin menjadi.Mas Alen, bagaimana ini? Aku tak mau terjadi sesuatu pada anak kita!" ucap batin naya mengatur nafasnya secara perlahan.Naya menoleh saat mendengar suara hentakan kaki mengarah padanya. Senyumnya mengembang dan dengan sekuat tenaga mencoba bangkit untuk meminta pertolongan. Sosok wanita berambut pendek berlari ke arahnya."Kakak, Kakak baik-baik saja?" tanya Rania memegang tangan Naya yang penuh dengan keringat."Tolong saya! Tolong bawa saya ke rumah sakit sekarang!" pinta Naya menahan sakit sembari memegang perutnya.Alis Rania bertaut melihat kaki Rania mengalir sebuah air ketuban.Apa kakak ipar mau melahirkan? Bukankah Kak Alen bilang kalo

  • Kontrak Eksklusif untuk KANAYA   Sepeda

    Mau kemana dia? Kenapa dia pergi begitu saja?" tanya Naya memanyunkan bibirnya.Tubuhnya lemas dan kecewa akan sikap Alen yang mengacuhkan dirinya. Kedua matanya menatap makanan yang sudah ia tata dengan rapi. "Setidaknya ia memakannya sedikit saja sebelum pergi. Tak tau apa, betapa kerasnya aku menyiapkan semua ini! Pasti dia pergi untuk menemui Rania itu," gerutu Naya mendesah sebal.Beberapa menit kemudianCeklekNaya menoleh menatap ke arah pintu tersebut. Senyum manisnya tertoreh dan berharap Alen kembali untuk makan dengannya.Dia kembali! gegas Naya beranjak dari duduknya. Namun, harapannya sirna. Naya terkejut. Ia tersenyum tipis saat melihat orang yang menjadi tempat curhat saat ia ada masalah datang menghampiri dirinya."Naya, maaf! Ibu lancang masuk ke sini. Habisnya pintunya tak teekunci," kata Bu Angel berjalan menghampiri."Tak apa, Bu. Memang pintu itu terbuka lebar untuk menyambut kedatangan Bu Angel," tutur Naya tersenyum.Bu Angel menoleh menatap beraneka mgakanan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status