Home / Romansa / Kontrak Nikah: Istri Pengganti Sang Presdir / Bab 1 Keputusan Yang Tidak Bisa Diubah

Share

Kontrak Nikah: Istri Pengganti Sang Presdir
Kontrak Nikah: Istri Pengganti Sang Presdir
Author: Zia Ivy

Bab 1 Keputusan Yang Tidak Bisa Diubah

Author: Zia Ivy
last update Last Updated: 2025-06-11 11:45:33

"Ayah, Aku tidak ingin menikah dengan orang yang tidak aku kenal!"

Suara lembut namun terdengar gemetar dan tegas memecah keheningan di sudut ruang keluarga besar dan mewah, terlontar di bibir merah seorang gadis belia bernama Laura Moanna, wajah manisnya terlihat pucat matanya memerah menahan tangis.

Sang ayah menatap dengan wajah datar dan mata yang dingin. "Ini sudah keputusan ayah, dan kamu tidak bisa mengubahnya kakak mu tidak bisa menikah, jadi kamu yang harus menggantikannya."

Laura merasa seperti di hantam badai, perintah bernada penuh penekanan dan tak bisa di tawar itu membuatnya seketika terhuyung.

"Tapi, ayah.. Kaka tidak bisa menikah karena dia mungkin sudah punya pilihan sendiri, tidak kah ayah bertanya aku setuju atau tidak? pernikahan hal yang sakral aku hanya ingin menikah dengan orang yang aku cintai."

Darah tuan Bastian mendidih dan menggeram, saat mendengar protes dari putri keduanya, pria paruh baya itu pun menggelengkan kepala.

"Ayah tidak peduli dengan cinta, yang penting nama keluarga dan kekayaan, kamu akan menikah dengan putra tertua keluarga Farmosa, karena hanya ini jalan satu-satunya agar kita tidak jatuh miskin!"

Tak hanya nada bentakan sang ayah, kedua pasang mata sinis pun memindai ke arah Laura dengan ekspresi penuh amarah dari ibu dan kakaknya.

"Laura! Apa yang di katakan oleh ayah itu benar, kamu harusnya berbakti pada kami," Sindir Nyonya Widia seraya berkacak pinggang.

Laura masih mematung, kata-kata ayah dan ibunya seolah menjadi tamparan keras, bahkan di sidang keluarga dia sangat terpojok, akan tetapi di usia yang masih muda prinsipnya masih tetap ingin menggapai karier dan cita-citanya lebih dulu.

"Maafkan aku ayah, ibu. Aku tidak ingin menikah sekarang dan aku janji akan berbakti pada kalian dengan cara ku sendiri, bekerja dengan giat agar bisa membantu keluarga kita."

Laura mengangkat wajah dengan netra yang berkaca-kaca, helaan nafas panjang dan berat tersirat jelas ketika memberanikan diri menolak perintah.

Alih-alih mendapatkan respon baik dari sang ayah, malah penolakan Laura semakin menyulut emosi. "Kau berani membangkang ayah.."

Rahang tuan Bastian mengeras, belum sempat dia menuntaskan perkataan tiba-tiba saja tangannya memegang erat dada sebelah kiri.

Bruk!

Tiba-tiba saja tubuhnya limbung terjatuh di depan semua orang yang ada di sana.

"Ayah!"

Seketika, semua mata langsung terlihat cemas dan panik terutama Laura.

Beberapa kali Laura berusaha memangil dan memegang tangan sang ayah untuk memastikan kondisinya. Namun tidak ada sahutan atau pun respon dari tuan Bastian.

Larisa mendelik, lalu menepis kasar tangan adiknya.

"Laura! ini semua gara-gara kamu, sekarang cepat telepon ambulans," Maki Larisa mengarahkan jari telunjuk ke arah telepon yang berada di meja samping, bahkan sampai mendorong kasar tubuh Laura.

Laura nyaris terjatuh, gadis itu berusaha berdiri. Kakinya yang lemas berjalan dengan langkah tertatih.

Kedua pupil mata indahnya tertuju ke pada benda komunikasi canggih yang ada di sudut ruangan, lalu mengangkat gagangnya dengan tangan yang gemetar.

"Halo, pak. Tolong segera datang ke kompleks permai indah," Pinta Laura dengan nada serak parau di iringi isak tangis.

"Tentu saja nona, kami akan segera ke sana." Kata sang petugas.

***

Dua jam berlalu, setibanya di Pramedika Hospital. Semua para tenaga medis berpakaian seragam serba putih segera menghampiri dengan membawa brankar, lalu mereka membaringkan tuan Bastian untuk segera memberikan tindakan medis.

Setelah berjalan setengah berlari menyusuri lobi gedung beraroma obat-obatan itu, akhirnya sampai di instalasi Gawat Darurat.

Para suster di sana menutup pintu, dan meminta pihak keluarga agar tetap menunggu di luar. Meskipun Laura sempat ingin masuk,Tapi demi keselamatan nyawa ayahnya ia terpaksa harus sabar menunggu, rasa penyesalan dan gelisah semakin berkecambuk dalam hati.

"Ayah!" Laura menatap nanar pintu ruangan yang penuh ketegangan di sana.

Mengingat apa yang telah terjadi pada sang suami, Nyonya Widia semakin geram saat melihat sikap keras kepala putrinya.

"Ini kan yang kamu inginkan Laura? Melihat penyakit ayah kambuh lagi? Atau kamu senang melihatnya sampai mati?"

Pertanyaan ibunya membuat Laura terperanjat kaget, sampai menelan ludah beberapa kali lalu menggelengkan kepala.

"Maafkan aku Bu, aku tidak bermaksud membuat ayah sakit lagi," Laura menyanggah dan berusaha membela diri. Kedua jemarinya meremas ujung dress. Menahan rasa sakit atas pertanyaan bernada tuduhan sang ibu.

Sebagai seorang Kaka, Larisa bukannya menjadi penengah. Malah sengaja memprovokasi. Jika semua ini di sebabkan oleh Laura. Dia mengatakan saat ini kariernya baru saja naik sebagai aktris dan tidak baik jika harus menikah buru-buru.

Berbeda dengan Laura, menurutnya lebih layak untuk berkorban demi keluarga. Apa lagi mengingat adiknya yang baru magang di sebuah perusahaan Fashion.

"Gaji mu itu kecil Laura, tidak akan bisa membantu masalah ayah. Jadi lebih baik kamu terima perintahnya," Bentak Larisa menunjuk-nunjuk kecil dahi Laura.

"Benar, yang di katakan Kaka mu. Jika kamu tidak mau, rasanya ibu sangat menyesal telah melahirkan putri egois seperti mu." Sambung Nyonya Widia.

Laura masih bergeming, saat menerima cacian dan makian ibu dan kakaknya dengan kata-kata pedas bak belati tajam menusuk ke dalam hati. Membuat ia menghela nafas berat dan sesekali memejamkan mata dengan wajah yang tertunduk.

Ketika mereka tengah berbicara serius, terlihat seorang pria berjas hitam menghampiri dengan raut wajah penuh kebingungan.

Sebagai orang kepercayaan tuan Bastian, lelaki bernama Haris itu memberanikan diri menyampaikan berita darurat, jika saat ini semua karyawan tengah berdemo menuntut upah mereka yang masih belum di bayar dua bulan ini.

Jantung nyonya Widia seperti berhenti berdetak, kepalanya terasa nyeri dan pusing sampai dia hampir terjatuh. Dengan sigap Larisa segera menahan ibunya. "Ibu..ibu tidak apa-apa?"

Nyonya Widia menggelengkan kepala, seraya memijat kening. Dia semakin kalang kabut atas apa yang menimpa perusahaan sang suami yang hampir kolep.

Tak ingin membuat istri bosnya marah, Haris pun segera undur diri setelah menyampaikan berita penting itu.

"Laura, kamu dengar itu nak? tidak kah kamu ingin membantu ayah dan ibu?"

Nyonya Widia tak henti-hentinya mengingatkan dan terus menekan.

Laura mengigit bibir atasnya, hatinya tak karuan saat melihat kondisi dan mendengar berita buruk perusahaan properti ayahnya yang di bangun dari nol saat ini tengah berada di ujung tanduk.

"Ya tuhan, apa yang harus aku lakukan? Aku masih ingin mengejar impian ku sebagai seorang desainer, tapi aku juga tidak ingin jika sampai ayah sakit dan putus asa dengan keadaan keluarga kami yang sekarang."

Laura benar-benar tertekan di saat ibu dan kakaknya terus menyudutkan dirinya.

"Jika sampai terjadi apa-apa pada ayah maka ini salah mu Laura!" Bentak Larisa menatap nyalang penuh emosi.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Ardiona Abigail
yg egois kan si Larissa, klo dia punya alasan karirnya utk menolak pernikahan. bukankah Laura juga punya hak yg sama bersuara utk masa depannya
goodnovel comment avatar
Sherly Monicamey
kasihan kamu, Laura
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kontrak Nikah: Istri Pengganti Sang Presdir    Bab 115 Mulai Luluh

    Laura terkesiap, saat baru melihat Dave sudah sadar, padahal kata Dokter tadi jika pengaruh obat biusnya belum ilang tapi ternyata malah lain kenyataannya. "Ma-mas sudah sadar? syukurlah. Aku sangat senang," Laura berusaha mengalihkan topik pembicaraan di antara mereka. Dave yang masih dalam kondisi lemah, alis tebalnya terangkat sebelah. Saat mendengar dan melihat ekspresi wajah Laura yang sangat gugup. Sampai tampak jelas memerah padam. "Lalu kenapa kamu menangis? sampai mengenai wajah ku lagi?" Ketus Dave dengan suara khas baritonnya. Laura terlihat salah tingkah, dia sangat malu dan merasa tidak enak jika harus berkata jujur jika dirinya beberapa waktu lagi harus segera pergi dari rumah sesuai permintaan Larisa. "Maaf, jika sudah mengotori wajah mas," Sesal Laura tergagap, sampai dia memainkan jemarinya dengan wajah yang tertunduk. Dave hanya menggelengkan kepala, saat melihat Laura terlihat sangat canggung padanya. "Akkh!" Laura mengangkat wajahnya, dia terkejut

  • Kontrak Nikah: Istri Pengganti Sang Presdir    Bab 114 Benih Cinta

    "Tante, bolehkan aku ikut melihat kondisi mas Dave?" Satu pertanyaan yang terlontar di bibir Larisa, membuat Nyonya Marina dan Oma Nena tercenggang. "Tidak boleh, Dave sudah menjadi suami Laura. Lagi pula ada kepentingan apa kamu mau menyusul mereka ke atas." Sinis Nyonya Nena, yang segera mencela permintaan Larisa. Larisa menatap kesal, saat di di tolak mentah-mentah oleh keluarga Dave berbeda dengan Laura. tadi begitu di sayang. Widia tidak ingin Larisa gegabah dalam bertindak, hingga membuat dia berusaha mencari alasan untuk menghangatkan suasana. "Nyonya besar jangan salah paham pada Larisa, dia adalah Kaka yang begitu cemas pada adiknya. Karena sebenarnya Laura sangat phobia saat melihat darah," Jelas Widia memasang senyum ramah. Semua orang di sana terkejut, saat mendengar tentang Laura terutama Nyonya Nena. "Benarkah? Laura sangat berbakti sebagai istri sampai rela mempertaruhkan kondisi dirinya, tapi sepertinya kita lebih baik pulang, Dave sedang terluka biarkan dia dan

  • Kontrak Nikah: Istri Pengganti Sang Presdir    Bab 113. Sebuah Kesepakatan

    Larisa menatap nyalang ke arah Laura, saat ibu mertuanya begitu menyayangi dan memanjakan nya dengan penuh perhatian. "Laura! makan yang banyak, tapi jangan yang pedas-pedas." Nyonya Marina sengaja mengambilkan beberapa makanan seafood yang saat ini ingin Laura makan. Bibir Larisa mengerucut, saat melihat begitu istimewanya Laura di keluarga Farmosa. Tak suka dengan pemandangan yang ada di depan mata. Kedua tangannya mengepal kuat menahan amarah yang rasanya ingin meledak seperti bom atom. Seketika Larisa mempunyai ide untuk bisa pergi bersama dengan Laura. "Adik! aku ingin ke kamar mandi wajah ku gerah, bisakah kamu antar," Permintaan Larisa memecah keheningan di tenda taman itu. Semua orang mengalihkan tatapannya ke arah Larisa, terutama nyonya Marina yang cukup kesal karena mengingat dia sangat menyia-nyiakan Dave. Laura tidak bisa menolak, dia segera beranjak dari tempat duduk dan pamit pada semua orang di sana. "ibu, Oma, aku antar ka Larisa dulu ya," ajak Laura.

  • Kontrak Nikah: Istri Pengganti Sang Presdir    Bab 112 Menghalalkan Segala Cara

    "Laura! Bagaimana apakah Dave sudah mengangkatnya?"Pertanyaan Oma Nena membuat Laura memutar badan, lalu terlihat membeku karena memang sampai saat ini belum ada jawaban dari suaminya. Kening Nyonya Marina pun berkerut, di saat dia masih sibuk menyiapkan beberapa bahan BBQ yang di sukai oleh menantunya itu. "Loh ko malah bengong Laura?" Timpal Nyonya Marina yang masih menatap heran. Laura memancarkan senyum, lalu duduk di sana tanpa ada rasa kecanggungan lagi. "Ibu, oma mas Dave tidak menjawab. Mungkin dia sibuk ya," kata Laura yang berusaha berpikir positif. Kedua wanita tua itu saling menatap, dan berusaha menenangkan. "Iya, pasti tapi nanti Dave pasti akan segera balas atau segera pulang lebih awal.""Iya, Oma benar. Ayo makan dulu. Sudah lama aku tidak makan bersama-bersama." Laura berusaha tetap tenang, walaupun dia masih tidak tenang hatinya. Ketika para pelayan sudah menyajikan beberapa menu makanan di depan taman, tiba-tiba saja ketika Laura duduk bersama dan baru saja

  • Kontrak Nikah: Istri Pengganti Sang Presdir    Bab 111 Ikatan Batin

    Laura sangat terkejut, saat ibu mertua dan sang Oma tiba-tiba datang secara mendadak tanpa memberitahukan lebih dulu. "ibu, Oma kenapa tidak bilang mau ke sini?" Kedua wanita tua itu pun mulai duduk dan memastikan luka di jemari Laura. "Kami sengaja ingin melihat mu nak, lihat buah-buahan ini sangat segar semoga kamu suka," Nyonya Marina memberikan parcel buah. Kedua bola mata Laura berbinar-binar saat melihat begitu banyak jenis buah-buahan yang membuatnya begitu ngiler. "Wah, makasih mah. Ini sangat enak sekali sepertinya," Laura meraih dan menerima itu di iringi senyuman yang mengembang di wajah manisnya. Terlihat seperti anak kecil yang mendapatkan mainan baru, apa lagi buah anggur adalah favorit Laura. "Dimakan yang banyak, jika suka." Imbuh Oma Nena sembari mengedarkan pandangannya di rumah baru Dave dan Laura. Terlihat beberapa ruangan yang masih kosong, bahkan di dinding pun masih belum ada foto pernikahan mereka yang terpajang membuat dia menggelengkan kepala.

  • Kontrak Nikah: Istri Pengganti Sang Presdir    Bab 110 Firasat Buruk

    Dave akhirnya sampai di sebuah gedung tua dan kumu, di dampingi beberapa pengawalnya. Karena sudah jengah dengan mantan sahabatnya Wiliam yang terus menerus menargetkan dirinya. "Rio! Apa kau yakin tempatnya ini?" Dave mendelik membidik tajam memastikan pada sang asisten. Rio terkesiap lalu dia mengiyakan semua pertanyaan sang bos dengan penuh keyakinan. "Kami sudah mengikuti mereka beberapa hari sebelumya. Dave sangat geram, dia berusaha menahan diri agar tidak merespon serangan Wiliam. Tapi mengingat dia sudah membahayakan Laura yang tidak bersalah. Membuat dia tidak bisa mentolerir lagi. "Wiliam! Keluar kamu, jangan jadi pengecut!" Teriak Dave yang begitu kesal dengan kedua bola mata yang berapi-api. Suasana di gedung kumu itu masih hening, belum ada tanda-tanda Wiliam muncul. "Sial! Kenapa dia belum keluar!" Rio mengedarkan pandangannya ke semua ruangan itu, lalu menyusun rencana agar musuh dari bosnya segera keluar. Wiliam yang berada di sebuah ruangan te

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status