Sementara negara sebarang, di sebuah apartemen mewah. Seorang wanita berpakaian seksi terlonjak kaget saat mendapati berita tentang seorang Dave, Presdir muda yang saat ini sedang terjebak dalam lift membuatnya cepat setengah mati. "Mas Dave! Kenapa bisa kamu di dalam sana," Pekiknya, Dia adalah Jesica. Mantan pacar pertama Dave saat di kampus. Mereka bahkan di kenal sebagai best couple pada masanya, siapa orang yang melihat pasangan ini pasti akan merasa itu dengan kemampuan dan popularitas mereka berdua. Yang selalu menjadi pusat perhatian semua mahasiswa di sana. Jesica menggelengkan kepala, dia tidak bisa membayangkan bagaimana jika sampai Dave tidak tertolong. "Tidak, aku harus menemui dia segera. Aku ingin meminta maaf. Karena dulu meninggal dia," Tegasnya penuh keyakinan. Melihat arah jarum jam bergerak cepat, serta suasana apartemen mewah itu sedang sepi tidak banyak para pengawal yang mengawasi. Membuat Jesica memutuskan kabur dan kembali ke negara kelahirannya. Apa pun
"Heh, mana ada seorang wanita dan pria seperti. Apa lagi kalau tidak ada hubungan darah," Cibir menyunggingkan senyum smrik, tapi dia tidak berani menatap wajah Laura. Laura menyergitkan dahi, saat mendengar perkataan Dave terdengar kesal. "Ya sudah kalau memang tuan tidak percaya, tidak masalah bagi ku," Balas Laura melipatkan kedua tangan di dada. Ketika keduanya saling membelakangi, tiba-tiba saja. Lampu di dalam lift itu mati Sontak membuat Laura menjerit ketakutan, mengingat dia yang punya phobia takut ketinggian dan kegelapan. "Aaakkh! Gelap, aku takut sekali," teriak Laura yang reflek memeluk Dave, Dave tak bergeming. Untuk pertama kali, lelaki tampan itu pun tanpa sengaja memegang erat pinggang ramping Laura. Sosok wanita cantik dan fashionable di depan matanya. Pandangan mereka berdua saling bertemu satu sama lain, tubuh keduanya menempel tak menyisakan ruangan sedikit pun. Bahkan sampai merasakan nafas hangat satu sama lain. "Harum tubuhnya kenapa aku seperti tidak as
Billy meyakinkan ibu tiri yang sudah dia anggap ibu kandungnya, agar tidak cemas lagi memikirkan putrinya yang belum di temukan. Nyonya Rosa tak lupa berterima kasih padanya, karena Billy sudah mau mendengarkan semua kegelisahan yang ada di dalam benaknya. "Bastian! Kenapa begitu kebetulan nama itu sama dengan ayahnya Laura? Sepertinya aku harus mencari cara untuk bisa mendekati keluarga itu," Tegas Billy dalam hati, dan sebuah ide pun muncul di dalam kepalanya. Tak ingin kondisi ibunya sakit lagi, Billy sengaja membujuk. "Ibu sudah malam ini, ayo biar Billy antar.""Iya nak, kamu begitu baik. Padahal ibu bukan ibu kandung mu," Lirih Nyonya Rosa merasa terharu. "Ibu, aku sudah menganggap ibu seperti ibu ku sendiri, karena setelah ayah meningal hanya ibu yang aku punya.""Iya nak, tapi kamu sekarang sudah dewasa dan mapan. Sudah waktunya juga memikirkan kebahagiaan mu sendiri dengan cara mencari seorang istri," Imbuh Nyonya Rosa dengan nasihatnya. Billy tersenyum kecil, dia mengat
Baru saja Laura mengusap layar ponsel mewah milik Dave, karena rasa penasarannya begitu besar, ingin tahu selama kepergiannya apa benar dia setia dan masih menunggunya kembali. "Ma—mas Dave, maaf jika aku lancang," Gumam kembali fokus pada layar persegi canggih itu. Belum sempat terbuka pola kunci layarnya. Tiba-tiba saja ada bi Ira mengetuk pintu membuatnya kaget, dan segera kembali. Bi Ira terus masih setia berdiri dan mengetuk pintu, memanggil penuh hormat. Laura pun memastikan lebih dulu. "Siapa?" "Ini bibi nyonya, maaf menganggu. Tapi tadi bibi baru saja mengunci gerbang depan. Tapi ada seorang pria muda penampilannya juga keren, dia bilang mau ketemu dengan nyonya," Jelas Bi Ira. Kedua bola mata sipit Laura melebar,dia sangat yakin jika itu adalah orangnya Dave, yang mungkin akan mengambilnya. Tanpa membuang waktu lagi ia segera beranjak dan membuka pintu. Terlihat bi Ira yang terlihat gelisah, dia meminta maaf karena sudah mengganggu waktu istirahat sang nyonya. T
"Ayah, aku tidak ingin jika sampai Laura masih hidup, jangan ada Dave nanti malah kembali padanya," Protes Larisa kesal.Bastian beranjak dari tempat duduknya, lalu berusaha menenangkan putri kesayangannya. "Larisa, tentu saja ayah tidak akan membiarkan Laura bersama Dave lagi, setelah kita mengambil tanda tangannya, baru kita habisi Laura, seperti Erik," Jelas Bastian mengeram. Larisa terdiam, dia baru mengerti rencana sang ayah, yang memanfaatkan Laura terlebih dahulu sebelum menghabisinya jika memang benar masih hidup. Tak ingin putrinya tantrum lebih dulu, Bastian kini menyuruh Larisa agar beristirahat yang tenang karena orang yang selalu mengancamnya kita sudah dia singkirkan. "Larisa! Sebaiknya beberapa minggu ini kamu jangan banyak nongkrong di luar, ayah tidak ingin jika sampai kamu di curigai," Bastian mengingatkan. "Baik ayah, terima kasih. Karena ayah sudah membantu aku terlepas dari pria brengsek itu!" Peluk Larisa. Ketika Bastian sedang berbicara serius dengan putrin
Laura berjalan mengikuti Dave dari belakang, sampai mereka tiba di depan rumah. Suasana di antara mereka terasa sangat canggung."Apa yang ingin tuan katakan pada ku? Kenapa harus di luar," Laura memulai topik pembicaraan di antara mereka berdua. Dave memutar badan, bukannya menjawab Laura. Malah dia bertanya kenapa tadi Laura sampai tidak masuk ke dalam ruangannya dan lebih memilih pergi. Laura terdiam, sebenarnya dia tidak ingin berpendapat tentang masalah pribadi Dave, akan tetapi agar tidak salah paham terpaksa menjelaskan jika ia tidak ingin menganggu keberadaan sepasang kekasih yang sedang asyik berdua. Mendengar jawaban konyol Laura, Dave tak habis pikir. jika desainer yang selalu di banggakan oleh sahabatnya itu malah bersikap tidak profesional. Dan satu lagi ia lebih suka tadi Laura masuk tanpa menghiraukan Larisa."Aku takut nanti pacar tuan marah, kalau ada orang masuk di saat kalian bersama.""Sudah ku bilang, Larisa adalah Kaka dari istri ku. Dia hanya Kaka ipar tidak