"Walau aku tidak tahu apa-apa, tapi aku sudah tahu segalanya. Kau tidak perlu berusaha untuk menyelesaikan masalahmu sendiri. Ada Regan, dan juga aku dan kak Yohan. Kami tidak akan tinggal diam."Jane terdiam kesekian kali. Matanya kembali mengabut merasakan haru yang luar biasa. Di usapnya air mata yang sempat melesat turun. Dia tersenyum menatap Juan yang kini juga perlahan menarik senyum padanya. "Kau tahu? Aku stres karena banyak memikirkan masalah ini. Ketakutanku luar biasa besar. Memikul rahasia yang tidak boleh bocor adalah sesuatu yang tidak bisa aku diamkan. Rasa bersalah ini terus saja hadir dan aku tidak tega menyembunyikan semua ini pada ayahmu yang sudah sangat baik padaku." "Perasaan itu memang wajar. Tapi kau juga harus sedikit egois demi kebahagiaanmu sendiri. Percayakan semua pada Regan, hm?"Jane tersenyum lalu mengangguk."Kau tahu? Kami sudah sangat sibuk mengatur pernikahanmu. Aku dan kak Yohan sudah berkeliling mencari tempat yang cocok untuk pernikahanmu nant
"Hem. Perlihatkan padaku."Regan mengeluarkan laptop dari dalam tas kerjanya. Dia mengotak-atik sebentar sambil bicara,"Ini rekaman ilegal yang dia dapat saat bicara dengan salah satu temanmu yang bernama Rose.""Rose?" Batin Jane terkejut. Mengira kalau Rose tahu hal gila yang Madam lakukan. "Mike meletakkan pulpen kamera di saku kemejanya. Dia merekam semua percakapannya antara Rose kemudian Madam. Lihatlah." Pun Regan menekan tombol play dan video itu pun di mulai. Adegan pertama menunjukkan saat Mike baru sampai di depan Moonlite. Dia masuk saja tanpa di curigai. Mike pun duduk di kursi bartender dan memesan koktail. Tidak lama kemudian, ada satu wanita yang menghampirinya dan dia adalah Rose. Begini percakapannya."Halo, Aku Rose. Siapa namamu, Tuan Tampan?" Dan Regan tiba-tiba menekan tombol pause.Dia menatap Jane."Kenapa di hentikan?" Tanya Jane bingung mendapati Regan menatapnya terus. "Apakah semua wanita di sana selalu memanggil tamunya dengan sebutan Tuan Tampan?""A
"Apa ini membuatmu yakin sekarang?" Melihat ada kartu hitam dengan limit tanpa batas itu, Rose terpana untuk beberapa saat. Dia mengambil kartu itu lalu mengusapnya,"Aku tidak pernah menyentuh black card secara langsung seumur hidupku. Wah, butuh berapa tahun lagi aku bisa memiliki ini?" Gumam Rose tentu saja membuat tawa Mike terdengar. Rose berdehem, lantas meletakkan kembali black card milik Mike."Ternyata kau bukan pria sembarangan. Baiklah, katakan padaku dengan jujur. Kau ini sebenarnya siapa? Apa pekerjaanmu hingga memiliki itu?" "Aku tidak bekerja. Hanya beruntung memiliki orang tua kaya raya." "Dari penampilan dan apa yang kau kenakan sekarang, Aku percaya kau anak orang kaya. Ikutlah denganku. Aku akan mengajakmu untuk bertemu dengan pemilik tempat ini. Katakan keinginanmu itu padanya." Mike berdiri saat Rose juga berdiri. Wanita itu mengajaknya naik ke lantai atas, dan di kamera hanya terlihat lorong panjang dengan lampu temaram berwarna merah. Di ujung sendiri, seo
Dengan kasus separah itu, tidak mungkin Moonlite akan bertahan. Memang selama ini, apalagi di Amerika, tempat pelacuran seperti Moonlite sudah legal di mata hukum sana. Surat izin, pajak dan juga surat kepemilikan gedung memang sudah ada dan di bayar secara rutin. Tapi soal penculikan anak dan penjualan gadis di bawah umur, sudah lain ceritanya. Saat itu, memang Mike tidak bisa membawa anak kecil itu pergi. Walaupun Gisel merengek dan menangis, Mike tidak mungkin mengeluarkannya. Pun dia memberi pengertian padanya, berjanji akan kembali jika Gisel tidak membuka mulutnya pada siapapun. Tentang dirinya yang mengaku sebagai seorang polisi, juga tentang dia yang banyak menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan kedatangannya. Gisel mengangguk saja dan berjanji akan menutup mulutnya. Setelah Mike pergi dari Moonlite, Dia mendatangi Regan yang saat itu berada di kantor dan menyerahkan rekamannya. Seperti yang dikatakan Regan pada Jane, Dia membawa bukti rekaman itu pada seorang jaksa
"Tidak. Jangan salah paham dulu. Aku hanya ingin bertemu Madam untuk terakhir kalinya. Tolong ijinkan sebentar saja." Mendengar permintaan itu, Regan tidak langsung menjawabnya. Dia bingung dan juga ragu. Dia tidak ingin Jane bertemu dengan Madam. Namun di sisi lain, Regan juga tidak bisa menolak permintaan Jane. Pun dia sendiri juga masih merasa khawatir kalau tiba-tiba saja Madam membuka mulutnya dan membongkar semuanya di depan publik. Dia masih punya urusan dengan Madam. Urusan yang belum terselesaikan. "Baiklah. Aku mengijinkanmu. Tapi tidak lebih dari sepuluh menit," jawab Regan dengan penuh pertimbangan. "Tidak akan butuh waktu selama itu. Cukup lima menit saja. Aku juga tidak ingin berlama-lama di sana." Regan tersenyum lantas mengangguk."Bisakah kita istirahat sekarang?" Jane berdiri dari duduknya lantas duduk di pangkuan Regan dan melingkarkan kedua lengannya di leher Regan."Kau yakin tidak ingin melakukan apa-apa? Percayalah kalau aku sudah sangat sehat." Regan me
Lusanya... Pakaian yang sebelumnya hanya ada di dalam mimpi, kini melekat di tubuhnya. Hari sakral yang tidak berani dia harapkan, akhirnya terjadi di hari ini. Jane menatap dirinya tak percaya di depan cermin besar. Tidak sanggup mengatakan sepatah kata yang ada hanya kebungkaman tak berdaya. Tidak bisa dia ungkapkan bagaimana perasaannya saat ini. Kebahagiaan, haru juga sedih menjadi satu. Melihat dirinya berbalut pakaian pengantin seketika itu dia teringat ibunya. "Ibu, putrimu menikah hari ini. Aku harap kau melihatku dari atas sana dan merasakan kebahagiaan bersamaku," gumamnya. Tak lama kemudian pintu ruangan terbuka, Juan dan Yohan masuk lantas kembali menutupnya. Mereka terpana akan keanggunan wanita yang pernah menempati relung hati masing-masing. Mata Juan mengabut, sedangkan Yohan tersenyum. Mereka berjalan mendekati Jane yang saat itu juga tersenyum. "Cinderella kita sudah siap rupanya," ucap Yohan. "Jane, Kau sangat luar biasa. Apa aku merebutmu dari Re
Sehari setelah pernikahan, Regan dan Jane tidak langsung pulang. Dia menginap di hotel terlebih dulu sebelum akhirnya berangkat untuk berbulan madu ke Hawai. Saat masih belum menikah, Jane pernah berkata kalau dia belum pernah menginjakkan kakinya ke Hawai. Padahal dia ingin sekali pergi berlibur setelah keluar dari Moonlite. Tapi apa daya, tidak ada kesempatan untuk melakukan semua keinginannya. Dia di kekang oleh pekerjaan dan tidak di beri kesempatan sedikit pun untuk merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Tapi kini berbeda, dengan menggunakan pesawat pribadi Regan membawa Jane untuk pergi ke Hawai. Bukan main senangnya Jane saat kedua kakinya menapak Honolulu, tepatnya di pantai Waikiki. "Aku tidak percaya dengan apa yang aku lihat sekarang. Waikiki? Tuhan, apa ini mimpi?" Histerisnya. Regan hanya tersenyum lebar saat mendapati Jane berlarian kecil di tepian pantai dengan bertelanjang kaki lalu kemudian kembali lagi untuk memeluknya. "Kau bahagia?" Tanya Regan memastikan
Setelah sekian tahun, Alan Wilson kembali dan mencari keberadaan Jane. Entah apa alasannya namun sejak dia menyerahkan Jane pada Madam saat itu, Dia pergi dan menghilang entah kemana. Bisa di lihat kalau Madam tidak memberitahu apapun tentang Jane karena dia masih mempunyai perjanjian yang tidak bisa di langgar. walaupun Madam tidak pernah menyetujui pernikahan Jane dan Regan, tapi dia masih punya pikiran. Benar apa kata Jane kapan hari. Kalau dia sampai membocorkan perihal identitas Jane, orang kaya seperti Regan bisa saja membayar orang untuk menghabisinya di dalam penjara. Tanpa jejak dan tanpa ada yang tahu. Uang adalah segalanya, bukan? Jadi Madam tidak ingin mengambil resiko. "Sial! Kenapa Alan tiba-tiba muncul? Ingin sekali aku memberitahu Jane, Tapi aku tidak tahu nomor telfonnya. Sipir tidak akan mengijinkanku menggunakan ponselku. Ah brengsek!" Gumam Madam yang saat itu sudah kembali ke dalam sel. . . Di tempat lain yaitu di Moonlite, Alan belum menyerah untuk menca