“Apa kalian tahu jika Nerissa diterima jadi manajer karena dia tidur dengan Presdir?”
“Aku tidak menyangka jika Nerissa seperti itu.”
“Kenapa tidak menyangka? Kalian sadar bukan jika Nerissa itu janda. Jadi, pasti dia haus belaian, ditambah lagi dia mau naik jabatan, pasti segala cara ditempuh.”
“Benar juga.”
Nerissa sedang berada dalam bilik toilet ketika mendengar rekan-rekan kerjanya itu sedang menggosip tentang dirinya!
Dia benar-benar terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar. Bagaimana bisa ada rumor seperti itu tentang dirinya?
Memang banyak rumor yang sering Nerissa dengar atas status janda yang disandangnya, tetapi ini yang menurutnya paling menyakitkan.
Bagaimana bisa dia dituduh tidur dengan Presdir demi mendapatkan posisi yang sudah susah payah dia dapatkan karena kinerjanya sendiri, sementara ia tidak pernah melakukannya?!
Ketika Nerissa merasa rekan-rekan kerjanya keluar dari toilet, Nerissa baru keluar dari bilik toilet. Sambil melangkahkan kakinya kembali ke ruangan, pikirannya dipenuhi soal rumor tentang dirinya.
Dari mana asal rumor itu muncul?
“Ternyata dia menghalalkan segala cara untuk mendapatkan jabatan.” Kini, justru salah satu rekannya terang-terangan bergosip tentang dirinya di depan wajahnya!
“Tidak menyangka seburuk itu kelakuannya.”
Langkah Nerissa terhenti, menatap dua rekannya yang sedang balik menatap Nerissa dengan pandangan jijik.
Itu membuatnya benar-benar terluka. Anggapan orang tentangnya sekarang sudah sangat buruk.
Namun, untuk saat ini dia tidak mau meladeni apa yang dilakukan rekan-rekannya, yang harus dilakukannya saat ini adalah mencari tahu siapa yang menyebarkan rumor ini.
“Sa, lihat forum karyawan,” kata Ana ketika Nerissa baru sampai di meja kerjanya.
Dengan segera, Nerissa membuka forum karyawan, melihat apa yang ingin ditunjukkan Ana.
Dadanya bergumuruh saat melihat laman forum karyawan, lalu pandangannya beralih pada Ana, “Kenapa bisa ada foto ini?” kata Nerissa pelan dan bingung.
Ana hanya bisa menggeleng dan menatap Nerissa prihatin sebagai jawaban dari pertanyaan Nerissa.
Nerissa kembali menatap laman forum karyawan di depannya. Kepalanya pening, bagaimana bisa di laman forum karyawan ada foto dirinya sedang memeluk Presdir Zorion?!
Nerissa memegang kepalanya frustasi. Pantas rumor itu beredar, foto ini penyebabnya dan ia tidak mungkin bisa mengelak.
Sekarang Nerissa menyesal dan benar-benar merutuki kesalahannya. Kejadian itu tejadi saat dirinya mabuk kemarin. Di saat mabuk, dia melakukan hal-hal yang tidak masuk akal. Ia bahkan memeluk Presdir!
Andai kala itu Nerissa tidak mabuk. Mungkin semua ini tidak akan terjadi.
“Apa yang harus aku lakukan?”
Nerissa tidak tahu harus bagaimana untuk menyelesaikan semua ini; rumor tentang dirinya dan ia juga harus menghadapi Presdir Zorion. Hancur sudah hidupnya.
***
Di ruangan Presdir, Naven sedang sibuk dengan pikirannya sendiri. Bagaimana caranya ia memenuhi permintaan sang Papa?
Kekasihnya masih tidak mau menikah dengannya padahal Naven sudah membujuk kekasihnya itu untuk melanggar kontrak dan dia yang akan membayar biaya penaltinya. Namun, kekasihnya tetap tidak mau.
Alhasil, kini Naven kebingungan. Tidak tahu bagaimana caranya menuruti keinginan papanya.
Saat Naven masih berkutat dengan pikirannya sendiri, suara ketukan pintu terdengar membuat Naven mengalihkan pandangan.
“Maaf, Pak. Ada info penting yang saya ingin sampaikan.” Asisten pribadinya, Kiki, masuk setelah membuka pintu.
“Ada apa?” tanya Naven dengan dingin.
“Begini, Pak, saat ini di kantor ada rumor tentang Anda.” Kiki menyampaikan dengan hati-hati pada atasannya.
Dahi Naven berkerut dalam. Siapa yang berani membuat rumor tentang dirinya di kantornya sendiri?! “Apa maksudmu?”
“Ini, Pak.” Kiki menyerahkan tablet pada Naven.
Naven langsung meraih tablet dari genggaman Kiki. Matanya melihat apa yang ditunjukkan oleh asistennya itu.
“Foto ini beredar di forum karyawan, Pak.” Kiki berusaha untuk menjelaskan.
“Kenapa di forum karyawan?” tanya Naven penasaran.
“Wanita dalam foto itu adalah manajer pemasaran yang baru. Kemudian beredar rumor, jika wanita tersebut menggoda Anda untuk mendapatkan jabatan itu.”
Naven tampak terkejut. “Cari tahu siapa yang menyebarkan rumor itu dan panggil manajer pemasaran ke sini!”
“Baik, Pak.”
***
“Aku pikir dia jual mahal ke kita karena mau jadi janda terhormat. Ternyata dia jual mahal ke kita karena ingin tidur dengan Presdir.” Seorang pria menyindir Nerissa ketika wanita itu melintas di depannya.
“Seleranya tinggi, mana main dengan kita yang karyawan rendahan,” timpal salah satu pria.
“Ternyata janda lebih pemilih, maunya yang kaya kayak Presdir kita.”
Langkah Nerissa terhenti ketika mendengar para pria itu sedang menyindirnya saat hendak mencari meja kosong di kantin kantor. Dia tidak bisa menyembunyikan kesedihannya ketika dilecehkan secara verbal oleh para pria itu.
“Apa yang terjadi di sini?” Suara bariton terdengar di tengah-tengah keributan.
“Pak Naven.” Seisi kantin termasuk para pria itu terkejut ketika Naven berada di kantin kantor. Mereka berani membicarakan Naven, karena tahu Presdir mereka itu tidak akan pernah menginjakkan kaki di kantin kantor.
Nerissa juga sama terkejutnya, apalagi Nerissa merasa Naven sudah berdiri di sebelahnya.
“Aku tahu rumor yang beredar tentangku dan wanita ini,” ucap Naven dingin kemudian. Kedua tangannya dia masukkan ke dalam saku celana, aura menyeramkan menguar dari tubuhnya, membuat semua orang di kantin meneguk ludah saking takutnya akan keberadaan Naven.
“Kalau memang wanita ini tidur denganku, kurasa itu bukan urusan kalian. Lagi pula mengapa aku tidak boleh tidur dengan calon istriku sendiri?”
Nerissa terperangah mendengar ucapan yang dilontarkan Naven. Tunggu? Apa? Calon istri? Selain Nerissa, semua orang yang berada di kantin juga terkejut ketika mendengar ucapan Naven. “Jika aku mendengar hal buruk tentang calon istriku lagi, aku akan memecatnya saat itu juga!” Naven langsung memberikan peringatan. Semua orang tentu saja takut ketika mendengar ancaman itu. Sekarang mereka semua tidak akan berani untuk melakukan hal itu lagi pada Nerissa. Lagi-lagi Nerissa terperangah. Masih tidak mengerti kenapa bisa Naven mengakui dirinya sebagai calon istrinya, padahal memiliki hubungan dengan pria itu saja tidak. Naven meraih nampan berisi makanan milik Nerissa, kemudian meletakkan di meja yang berada di sebelah Nerissa. Selanjutnya, dia meraih tangan Nerissa dan menariknya pergi dari kantin tanpa berkata apa-apa. Benar-benar menunjukkan jika mereka memang sepasang kekasih. Nerissa tidak bisa menolak sama sekali. Dia mengikuti Naven pergi, meskipun dia sendiri masih begitu terk
Napas Nerissa tercekat, dan jantungnya tiba-tiba berdegup kencang ketika Naven membalik tubuhnya dan menyembunyikan dirinya di balik punggung kokoh pria itu. Menutupi tubuh Nerissa ketika Harry dan Arumi berjalan meninggalkan pantry. “Kenapa Pak Naven menghentikan saya?” kata Nerissa pelan di depan dada Naven setelah beberapa saat. Nerissa kesal, tetapi ia merasa wajahnya agak panas ketika ia sadar ternyata wajahnya begitu dekat dengan Naven hingga ia memalingkan mukanya. “Bukankah aku sudah bilang untuk jangan gegabah?” Naven dengan ketus menjawab. Sekali pun yang dikatakan Naven benar untuk tidak gegabah. Akan tetapi, tetap saja itu membuatnya kesal dan perasaan di hatinya tiba-tiba menumpuk hingga akhirnya membuatnya menangis. Nerissa menutup wajahnya di depan dada Naven. Semua masalah datang bertubi-tubi dan dia tidak sanggup untuk menahannya. Naven melangkah mundur dan menatap sebentar wanita di hadapannya, kemudian ia merogoh sesuatu di saku celananya. “Ini.” Nerissa meli
“Bagaimana keadaan papa?” Naven segera mengambil kesempatan untuk tahu keadaan papanya itu. “Papa diharuskan melakukan operasi memasang ring di jantungnya.” Ruby mencoba menjelaskan pada anaknya. “Lalu kapan operasi pemasangan ring itu?” Naven menatap sang mama lekat. Begitu penasaran. “Nanti setelah kamu menikah.” Pertanyaan kali ini dijawab oleh Raven sendiri. “Kenapa harus menunggu aku menikah?” Naven tidak habis pikir dengan sang papa. “Iya, agar kamu tidak menipu Papa dan tidak jadi menikah.” Raven menyeringai. Naven hanya bisa menatap malas pada papanya. Ternyata papanya jauh lebih licik dibanding dirinya. Jika sudah begini, dia sudah tidak bisa menghindari pernikahan. Usai mendapatkan kabar sang papa dan melihat sendiri keadaan sang papa, akhirnya Naven berpamitan. Dia mengajak serta Nerissa untuk ikut dengannya. Nerissa ikut saja dengan Naven. Ternyata Naven mengantarkan Nerissa untuk pulang. “Kemasi pakaianmu, asistenku akan menjemputmu besok. Mulai besok, kamu tingga
“Harry.” Nerissa tidak pernah menyangka jika Harry akan datang ke apartemennya. Jelas dia cukup takut mengingat di apartemen hanya dia sendiri. Ana belum pulang dari kantor. “Kita harus bicara.” Harry menatap Nerissa. “Tidak perlu ada yang dibicarakan.” “Kamu sadar bukan jika kita harus bicara.” Harry meraih tangan Nerissa. “Jelaskan kenapa kamu selingkuh dariku?” Namun, sebelum Harry meraih tangannya, Nerissa segera menarik tangannya. “Bukankah kamu yang selingkuh. Kenapa juga menuduh aku?” “Kamu—” “Sayang.” Belum sempat Harry selesai bicara, tiba-tiba suara bariton terdengar. Nerissa dan Harry menoleh ke sumber suara. Tampak Naven di sana. Tentu saja keberadaan Naven itu membuat Harry takut. Naven menghampiri Nerissa. Berdiri di samping Nerissa, tangannya merengkuh pinggang Nerissa. Seolah ingin menunjukan kepemilikannya. “Siapa ini, Sayang?” tanya Naven. “Saya teman Nerissa, Pak.” Harry segera menjawab sebelum Nerissa menjawab. Naven menarik senyum menyeringai mendengar
“Memang begitulah akhir pertunjukan dansa.” Naven tampak tenang menjawab. Dia sedikit membungkukkan tubuhnya untuk mendaratkan bibirnya. “Tapi, itu tidak sesuai dengan kontrak kita.” Nerissa berusaha mengingatkan. Mereka berbisik dalam tarian mereka. “Aku sudah mengubahnya. Akan ada kontak fisik di saat-saat mendesak.” Setelah berkata begitu, Naven mendaratkan bibirnya di bibir Nerissa.Jelas apa yang dilakukan Naven membuatnya terkejut. Bola mata indah yang dihiasi bulu mata palsu itu tampak membulat sempurna.Nerissa hanya bisa pasrah ketika Naven melakukan hal itu, apalagi berada di hadapan banyak orang. Jika Nerissa menolak, tentu ia akan membuat orang-orang curiga padanya. Sebenarnya Naven tidak benar-benar mencium Nerissa. Ia hanya menempelkan bibirnya di bibir Nerissa.Ciuman itu pun disambut tepuk tangan oleh tamu undangan. Tamu undangan melihat Nerissa dan Naven yang begitu sangat romantis.Pesta berlanjut dengan para tamu memberikan ucapan selamat. Satu per satu tamu unda
Perjalanan panjang akhirnya mengantarkan Nerissa dan Naven di Jepang. Mereka segera ke tempat menginap. Mengistirahatkan diri. Naven menyewa sebuah apartemen untuk tinggal selama di Jepang. Terdapat dua kamar. Jadi mereka bisa tidur di kamar masing-masing. Tidak mengganggu satu dengan yang lain. Sampai di kamar, Nessia langsung merapikan barang-barangnya. Sekalian mengecek apa baju apa yang dibawakan asisten Naven. Saat koper dibuka, terlihat beberapa baju hangat. Ternyata memang asisten Naven menyiapkan dengan baik. Suara ketukan pintu, mengalihkan perhatian Nerissa. Dia segera bangun dan membuka pintu. “Cepat, kita harus ke tempat wisata!” Baru saja membuka pintu, Nerissa sudah disambut dengan dengan perintah Naven. Mendapati perintah itu Nerissa merasa heran. Baru saja mereka sampai, tapi sudah diajak pergi. Padahal dia sangat lelah sekali. “Memang kita akan berapa lama di sana, Pak?” Alih-alih langsung pergi bersiap, Nerissa memilih bertanya lebih dulu. “Sepuluh hari.” N
Naven segera membuka pintu. Dilihatnya Nerissa di atas tempat tidur. Selimut tebal membungkus tubuh Nerissa yang kecil. Tentu saja itu membuatnya merasa bingung. Kenapa jam segini istrinya itu masih tidur. Rasa penasaran Naven mengantarkannya untuk segera menghampiri. Dilihatnya Nerissa meringkuk di dalam selimut. “Nerissa.” Naven memanggil wanita yang kini jadi istrinya itu. Sayangnya, tidak ada jawaban dari Nerissa. Hal itu membuat Naven segera menggoyangkan tubuh Nerissa. Nerissa hanya melenguh saja ketika dibangunkan. Saat menggoyangkan tubuh Nerissa, Naven merasa hawa panas dari tubuh Nerissa. Karena itu dia mencoba untuk menempelkan punggung tangannya di dahi Nerissa. Alangkah terkejutnya Naven ketika merasakan tubuh Nerissa yang panas. “Demam.” Naven begitu terkejut ketika menyadari jika Nerissa demam. Dia yang mendapati hal itu langsung membangunkan Nerissa lagi. “Bangunlah!” menggoyangkan tubuh Nerissa lebih kencang. Nerissa langsung membuka matanya ketika tubuhnya dig
“Wah … sayang sekali. Ternyata oleh-oleh yang aku bawa kurang.” Nerissa dengan polosnya mengatakan itu. Padahal dia sengaja sekali tidak mau memberikan pada Harry dan Arumi. Siapa juga yang mau memberikan sesuatu pada dua orang yang sudah melukai hatinya itu. Harry dan Arumi jelas tahu jika Nerissa sengaja melakukan itu. Tapi, tentu saja mereka tidak bisa memperlihatkan kekesalan itu. “Harry, Arumi, maaf oleh-olehnya kurang. Jadi kalian tidak dapat.” Nerissa berpura-pura meminta maaf. Memasang wajah memelas di hadapan dua orang yang dibencinya. “Tidak apa-apa.” Arumi memaksakan senyumnya. “Iya, tidak apa-apa.” Harry ikut menjawab. Nerissa tersenyum. Dia tahu jika Harry dan Arumi pasti tidak akan bisa marah. Jam kerja yang sudah mulai membuat mereka semua segera memulai bekerja. Nerissa memulai pekerjaannya juga. Mengecek laporan event yang akan diadakan bulan depan. Ada beberapa proposal yang dicek Nerissa. Salah satu proposal menarik perhatiannya. Karena yang membuat proposa