Dua hari ini, Nerissa memutuskan untuk cuti. Kepalanya terus berdenyut dan membuatnya tak kuat untuk berangkat bekerja. Ini pertama kali Nerissa mabuk. Jadi, dia merasa efek sampingnya begitu menyiksa.
Selama dua hari ini, dia juga hanya tidur-tidur saja. Sesekali bangun untuk menangis dan meratapi nasibnya yang terus dikhianati.
Hari pertama bekerja setelah kejadian perselingkuhan Harry membuat perasaan Nerissa begitu berdebar. Ini akan jadi kali pertama dirinya bertemu dengan Harry sebagai mantan kekasih.
Mereka berada di divisi yang sama. Jelas itu akan membuat Nerissa tidak nyaman saat bekerja.
Namun, bukan hanya itu saja, sebenarnya yang paling membuat Nerissa berdebar adalah masuk ke kantor Zorion. Nerissa benar-benar takut jika sampai bertemu dengan Naven Alister Zorion, Presdir Zorion Grup.
Kemarin Ana bilang jika ia menerima panggilan dari ponsel Nerissa, tetapi suara yang keluar adalah suara seorang pria yang mengatakan ingin mengantarkan Nerissa pulang karena mabuk.
Khawatir akan keselamatan Nerissa, Ana langsung memberikan alamat tempat tinggal mereka berdua, karena memang selama ini Nerissa tinggal bersama Ana untuk menghemat biaya sewa.
Namun, Ana begitu terkejut ketika melihat orang yang datang mengantarkan Nerissa adalah Presdir Zorion. Ana tidak pernah bertemu secara langsung dengan Presdir Zorion di kantor, tetapi ia justru melihat Presdir itu datang bersama Nerissa di depan pintu rumahnya.
“Semoga saja aku tidak bertemu dengan Pak Naven.” Nerissa berbisik pada Ana.
“Jika sampai kamu bertemu dengannya, matilah sudah kariermu.” Ana tertawa menggoda temannya itu sambil berjalan masuk ke lift menuju lantai enam, tempat divisi pemasaran berada.
Saat keluar dari lift, Nerissa melihat Harry sedang berbicara dengan Arumi. Melihat dua manusia itu benar-benar membuat hatinya kesal. Ketika mereka masih berpacaran, Harry tidak pernah mengajaknya berbicara di kantor, karena katanya agar rekan-rekan kerja mereka tidak ada yang tahu hubungan mereka.
Tetapi, lihat sekarang, Harry terang-terangan berbicara dengan Arumi dan tampak mesra.
Dasar pria bajingan!
Namun, Nerissa berusaha untuk tetap tenang. Ia memejamkan matanya dan mencoba untuk tidak terpengaruh dengan keberadaan Harry.
“Ayo, cepat, kita ada rapat. Hari ini akan diumumkan siapa yang menjadi manajer promosi.” Ana menarik Nerissa yang masih diam tak bergerak.
Nerissa tersadar kemudian mengangguk. Segera dia pergi ke meja kerjanya untuk meletakkan tasnya dan mengayunkan langkah ke ruangan rapat.
Di ruang rapat, semua staf pemasaran, termasuk Harry dan Arumi menunggu pengumuman.
“Terima kasih kalian semua sudah datang. Seperti yang kalian tahu, hari ini adalah pengumuman manajer pemasaran yang baru. Pemilihan ini melihat kinerja kalian semuanya.”
Semua orang menunggu dengan cemas. Nerissa tidak berharap banyak meskipun kinerjanya cukup baik, tetapi karyawan lain di divisi pemasaran semuanya cukup berkompeten. Termasuk dengan mantan kekasihnya.
“Yang menjadi manajer pemasaran baru adalah …. Nerissa Azalia.”
Mendengar pengumuman itu Nerissa cukup terkejut. Tak pernah dibayangkan olehnya bisa mendapatkan posisi yang diidam-idamkan oleh para karyawan di sana.
“Sa, kamu jadi manajer.” Ana memeluk Nerissa. Ikut senang dengan pencapaian Nerissa.
Semua bertepuk tangan merayakan jabatan baru yang didapatkan Nerissa.
Kecuali satu orang.
Kedongkolan menyeruak hati Harry setelah mendengar bahwa yang mendapatkan posisi manajer pemasaran bukan dirinya, melainkan Nerissa.
Melihat Nerissa diselamati rekan-rekannya membuat Harry memilih pergi dari ruangan dengan amarah di hatinya.
Pria itu kemudian pergi ke rooftop, dan menyalakan rokok dengan pemantik untuk menenangkan dirinya. Dengan kesal dia menghisap rokok tersebut lalu menyemburkan ke udara.
“Aku sudah menebak jika kamu di sini.” Arumi menghampiri Harry.
Harry mengabaikan ucapan selingkuhannya, dan memilih menikmati rokoknya untuk menenangkan diri.
“Pasti kamu sedang kesal?” Arumi menebak.
“Tentu saja. Bagaimana bisa posisi manajer pemasaran malah jatuh pada Nerissa? Seharusnya aku yang dapat karena aku sudah berusaha keras untuk mendapatkan posisi itu.” Harry meluapkan kekesalannya pada Arumi.
“Apa tidak ada cara membuat jabatan manajer pemasaran itu jatuh ke tanganmu?” Arumi menatap Harry.
“Ada.” Harry mengembuskan asap rokok yang dihirupnya ke udara.
“Apa?” Arumi tampak penasaran.
“Jika Nerissa keluar dari kantor ini.”
Arumi mengangguk-anggukkan kepalanya, mengerti yang dijelaskan oleh Harry. Kemudian, terlintas ide di pikirannya. “Bagaimana jika kita buat dia keluar dari kantor?”
“Maksudmu?” Harry balik menatap Arumi.
“Kamu bilang jabatan manajer itu bisa kamu dapatkan jika Nerissa keluar dari kantor ini, ‘kan? Kalau begitu kita buat dia keluar dari kantor ini. Setelah itu jabatan manajer pasti akan jatuh ke tanganmu.”
Harry diam mendengar apa yang dikatakan Arumi. Apa yang dikatakan Arumi ada benarnya juga, jika dia bisa membuat Nerissa keluar dari kantor ini, maka posisi manajer pemasaran akan menjadi miliknya.
Sesaat kemudian, Harry tersenyum licik pada Arumi lalu berkata, “Perkataanmu ada benarnya juga. Aku punya sesuatu yang bisa membuat dia keluar dari kantor ini.”
“Apa kalian tahu jika Nerissa diterima jadi manajer karena dia tidur dengan Presdir?” “Aku tidak menyangka jika Nerissa seperti itu.” “Kenapa tidak menyangka? Kalian sadar bukan jika Nerissa itu janda. Jadi, pasti dia haus belaian, ditambah lagi dia mau naik jabatan, pasti segala cara ditempuh.” “Benar juga.” Nerissa sedang berada dalam bilik toilet ketika mendengar rekan-rekan kerjanya itu sedang menggosip tentang dirinya! Dia benar-benar terkejut dengan apa yang baru saja dia dengar. Bagaimana bisa ada rumor seperti itu tentang dirinya? Memang banyak rumor yang sering Nerissa dengar atas status janda yang disandangnya, tetapi ini yang menurutnya paling menyakitkan. Bagaimana bisa dia dituduh tidur dengan Presdir demi mendapatkan posisi yang sudah susah payah dia dapatkan karena kinerjanya sendiri, sementara ia tidak pernah melakukannya?! Ketika Nerissa merasa rekan-rekan kerjanya keluar dari toilet, Nerissa baru keluar dari bilik toilet. Sambil melangkahkan kakinya kembali
Nerissa terperangah mendengar ucapan yang dilontarkan Naven. Tunggu? Apa? Calon istri? Selain Nerissa, semua orang yang berada di kantin juga terkejut ketika mendengar ucapan Naven. “Jika aku mendengar hal buruk tentang calon istriku lagi, aku akan memecatnya saat itu juga!” Naven langsung memberikan peringatan. Semua orang tentu saja takut ketika mendengar ancaman itu. Sekarang mereka semua tidak akan berani untuk melakukan hal itu lagi pada Nerissa. Lagi-lagi Nerissa terperangah. Masih tidak mengerti kenapa bisa Naven mengakui dirinya sebagai calon istrinya, padahal memiliki hubungan dengan pria itu saja tidak. Naven meraih nampan berisi makanan milik Nerissa, kemudian meletakkan di meja yang berada di sebelah Nerissa. Selanjutnya, dia meraih tangan Nerissa dan menariknya pergi dari kantin tanpa berkata apa-apa. Benar-benar menunjukkan jika mereka memang sepasang kekasih. Nerissa tidak bisa menolak sama sekali. Dia mengikuti Naven pergi, meskipun dia sendiri masih begitu terk
Napas Nerissa tercekat, dan jantungnya tiba-tiba berdegup kencang ketika Naven membalik tubuhnya dan menyembunyikan dirinya di balik punggung kokoh pria itu. Menutupi tubuh Nerissa ketika Harry dan Arumi berjalan meninggalkan pantry. “Kenapa Pak Naven menghentikan saya?” kata Nerissa pelan di depan dada Naven setelah beberapa saat. Nerissa kesal, tetapi ia merasa wajahnya agak panas ketika ia sadar ternyata wajahnya begitu dekat dengan Naven hingga ia memalingkan mukanya. “Bukankah aku sudah bilang untuk jangan gegabah?” Naven dengan ketus menjawab. Sekali pun yang dikatakan Naven benar untuk tidak gegabah. Akan tetapi, tetap saja itu membuatnya kesal dan perasaan di hatinya tiba-tiba menumpuk hingga akhirnya membuatnya menangis. Nerissa menutup wajahnya di depan dada Naven. Semua masalah datang bertubi-tubi dan dia tidak sanggup untuk menahannya. Naven melangkah mundur dan menatap sebentar wanita di hadapannya, kemudian ia merogoh sesuatu di saku celananya. “Ini.” Nerissa meli
“Bagaimana keadaan papa?” Naven segera mengambil kesempatan untuk tahu keadaan papanya itu. “Papa diharuskan melakukan operasi memasang ring di jantungnya.” Ruby mencoba menjelaskan pada anaknya. “Lalu kapan operasi pemasangan ring itu?” Naven menatap sang mama lekat. Begitu penasaran. “Nanti setelah kamu menikah.” Pertanyaan kali ini dijawab oleh Raven sendiri. “Kenapa harus menunggu aku menikah?” Naven tidak habis pikir dengan sang papa. “Iya, agar kamu tidak menipu Papa dan tidak jadi menikah.” Raven menyeringai. Naven hanya bisa menatap malas pada papanya. Ternyata papanya jauh lebih licik dibanding dirinya. Jika sudah begini, dia sudah tidak bisa menghindari pernikahan. Usai mendapatkan kabar sang papa dan melihat sendiri keadaan sang papa, akhirnya Naven berpamitan. Dia mengajak serta Nerissa untuk ikut dengannya. Nerissa ikut saja dengan Naven. Ternyata Naven mengantarkan Nerissa untuk pulang. “Kemasi pakaianmu, asistenku akan menjemputmu besok. Mulai besok, kamu tingga
“Harry.” Nerissa tidak pernah menyangka jika Harry akan datang ke apartemennya. Jelas dia cukup takut mengingat di apartemen hanya dia sendiri. Ana belum pulang dari kantor. “Kita harus bicara.” Harry menatap Nerissa. “Tidak perlu ada yang dibicarakan.” “Kamu sadar bukan jika kita harus bicara.” Harry meraih tangan Nerissa. “Jelaskan kenapa kamu selingkuh dariku?” Namun, sebelum Harry meraih tangannya, Nerissa segera menarik tangannya. “Bukankah kamu yang selingkuh. Kenapa juga menuduh aku?” “Kamu—” “Sayang.” Belum sempat Harry selesai bicara, tiba-tiba suara bariton terdengar. Nerissa dan Harry menoleh ke sumber suara. Tampak Naven di sana. Tentu saja keberadaan Naven itu membuat Harry takut. Naven menghampiri Nerissa. Berdiri di samping Nerissa, tangannya merengkuh pinggang Nerissa. Seolah ingin menunjukan kepemilikannya. “Siapa ini, Sayang?” tanya Naven. “Saya teman Nerissa, Pak.” Harry segera menjawab sebelum Nerissa menjawab. Naven menarik senyum menyeringai mendengar
“Memang begitulah akhir pertunjukan dansa.” Naven tampak tenang menjawab. Dia sedikit membungkukkan tubuhnya untuk mendaratkan bibirnya. “Tapi, itu tidak sesuai dengan kontrak kita.” Nerissa berusaha mengingatkan. Mereka berbisik dalam tarian mereka. “Aku sudah mengubahnya. Akan ada kontak fisik di saat-saat mendesak.” Setelah berkata begitu, Naven mendaratkan bibirnya di bibir Nerissa.Jelas apa yang dilakukan Naven membuatnya terkejut. Bola mata indah yang dihiasi bulu mata palsu itu tampak membulat sempurna.Nerissa hanya bisa pasrah ketika Naven melakukan hal itu, apalagi berada di hadapan banyak orang. Jika Nerissa menolak, tentu ia akan membuat orang-orang curiga padanya. Sebenarnya Naven tidak benar-benar mencium Nerissa. Ia hanya menempelkan bibirnya di bibir Nerissa.Ciuman itu pun disambut tepuk tangan oleh tamu undangan. Tamu undangan melihat Nerissa dan Naven yang begitu sangat romantis.Pesta berlanjut dengan para tamu memberikan ucapan selamat. Satu per satu tamu unda
Perjalanan panjang akhirnya mengantarkan Nerissa dan Naven di Jepang. Mereka segera ke tempat menginap. Mengistirahatkan diri. Naven menyewa sebuah apartemen untuk tinggal selama di Jepang. Terdapat dua kamar. Jadi mereka bisa tidur di kamar masing-masing. Tidak mengganggu satu dengan yang lain. Sampai di kamar, Nessia langsung merapikan barang-barangnya. Sekalian mengecek apa baju apa yang dibawakan asisten Naven. Saat koper dibuka, terlihat beberapa baju hangat. Ternyata memang asisten Naven menyiapkan dengan baik. Suara ketukan pintu, mengalihkan perhatian Nerissa. Dia segera bangun dan membuka pintu. “Cepat, kita harus ke tempat wisata!” Baru saja membuka pintu, Nerissa sudah disambut dengan dengan perintah Naven. Mendapati perintah itu Nerissa merasa heran. Baru saja mereka sampai, tapi sudah diajak pergi. Padahal dia sangat lelah sekali. “Memang kita akan berapa lama di sana, Pak?” Alih-alih langsung pergi bersiap, Nerissa memilih bertanya lebih dulu. “Sepuluh hari.” N
Naven segera membuka pintu. Dilihatnya Nerissa di atas tempat tidur. Selimut tebal membungkus tubuh Nerissa yang kecil. Tentu saja itu membuatnya merasa bingung. Kenapa jam segini istrinya itu masih tidur. Rasa penasaran Naven mengantarkannya untuk segera menghampiri. Dilihatnya Nerissa meringkuk di dalam selimut. “Nerissa.” Naven memanggil wanita yang kini jadi istrinya itu. Sayangnya, tidak ada jawaban dari Nerissa. Hal itu membuat Naven segera menggoyangkan tubuh Nerissa. Nerissa hanya melenguh saja ketika dibangunkan. Saat menggoyangkan tubuh Nerissa, Naven merasa hawa panas dari tubuh Nerissa. Karena itu dia mencoba untuk menempelkan punggung tangannya di dahi Nerissa. Alangkah terkejutnya Naven ketika merasakan tubuh Nerissa yang panas. “Demam.” Naven begitu terkejut ketika menyadari jika Nerissa demam. Dia yang mendapati hal itu langsung membangunkan Nerissa lagi. “Bangunlah!” menggoyangkan tubuh Nerissa lebih kencang. Nerissa langsung membuka matanya ketika tubuhnya dig