Nerissa terperangah mendengar ucapan yang dilontarkan Naven.
Tunggu? Apa?
Calon istri?
Selain Nerissa, semua orang yang berada di kantin juga terkejut ketika mendengar ucapan Naven.
“Jika aku mendengar hal buruk tentang calon istriku lagi, aku akan memecatnya saat itu juga!” Naven langsung memberikan peringatan.
Semua orang tentu saja takut ketika mendengar ancaman itu. Sekarang mereka semua tidak akan berani untuk melakukan hal itu lagi pada Nerissa.
Lagi-lagi Nerissa terperangah. Masih tidak mengerti kenapa bisa Naven mengakui dirinya sebagai calon istrinya, padahal memiliki hubungan dengan pria itu saja tidak.
Naven meraih nampan berisi makanan milik Nerissa, kemudian meletakkan di meja yang berada di sebelah Nerissa. Selanjutnya, dia meraih tangan Nerissa dan menariknya pergi dari kantin tanpa berkata apa-apa. Benar-benar menunjukkan jika mereka memang sepasang kekasih.
Nerissa tidak bisa menolak sama sekali. Dia mengikuti Naven pergi, meskipun dia sendiri masih begitu terkejut.
Semua orang yang melihat Naven dan Nerissa masih diam seribu bahasa. Mereka masih benar-benar terkejut dengan kenyataan jika Presdir mereka ternyata menjalin hubungan dengan Nerissa.
Naven yang menarik Nerissa membawa Nerissa ke ruangannya. Saat di ruangannya, barulah pria itu melepaskan tangan Nerissa. Lalu dengan santai dia duduk di kursi kerjanya.
“Kenapa Pak Naven mengatakan hal itu?” Nerissa berdiri di depan meja kerja Naven, memberanikan diri untuk bertanya setelah sedari tadi diam.
“Aku hanya ingin menyelamatkan diriku sendiri.”
Nerissa sadar jika rumor yang beredar itu pasti sudah terdengar oleh Naven. Nerissa paham, rumor itu pasti membuat nama baik Naven tercemar. Tetapi, solusinya bukan mengakuinya sebagai calon istrinya juga, ‘kan?!
“Tapi, dengan Pak Naven mengakui saya sebagai calon istri artinya Bapak membenarkan rumor itu.” Nerissa menunjukkan ketidakterimaannya atas apa yang dilakukan Naven.
“Lalu, kamu mau rumor itu terus beredar, kemudian membiarkan semua orang menganggap jika naik jabatan itu bisa dengan tidur dengan atasan mereka?” Naven menatap tajam pada Nerissa.
Nerissa menundukkan wajahnya. “Saya tahu, memang seharusnya diluruskan perihal itu. Tapi, bukan dengan mengakui saya sebagai calon istri. Jika begini masalahnya, Anda membuat masalah baru untuk saya.”
“Itu urusanmu.” Dengan entengnya Naven menjawab.
Nerissa tercengang. Wah, pria di hadapannya ini ternyata benar-benar egois. Naven yang membuat masalah, tapi melemparkan semua pada dirinya.
“Jika Pak Naven merasa itu urusan saya, seharusnya Pak Naven jangan ikut campur dengan memperkeruh keadaan.”
“Kamu menyalahkanku? Kamulah yang salah karena mabuk dan memelukku.”
Nerissa mengembuskan napasnya. Apa yang diucapkan Naven tidak sepenuhnya salah dia yang memulai semuanya. Jadi, mudah bagi Naven untuk menyalahkannya.
“Kalau begitu, saya akan menyelesaikan semua masalah ini dengan keluar dari perusahaan ini.”
Naven tampak tak peduli. Pria itu hanya diam menatap lurus Nerissa.
Melihat sikap Naven yang seperti itu membuat Nerissa semakin kesal. Tak mau berdebat lagi dengan pria itu lagi, tanpa pamit ia segera keluar dari ruangan Naven.
“Kenapa juga dia datang dan mengakui aku sebagai istrinya jika pada akhirnya menyerahkan semua urusan padaku?” Sambil berjalan Nerissa terus menggerutu. Kepalanya semakin pusing ketika harus menyelesaikan masalah yang semakin rumit.
“Bagaimana bisa Nerissa adalah calon istri Pak Naven?”
Langkah Nerissa terhenti ketika melintasi pantry. Dia mendengar namanya disebut dari suara pria yang tak asing baginya. Nerissa mendekat ke arah pantry dan melihat Harry bersama Arumi.
Nerissa segera bersembunyi di balik tembok untuk mendengar pembicaraan mantan kekasihnya itu.
“Artinya selama ini dia selingkuh darimu.” Arumi mencoba menyimpulkan.
“Sialan!” Harry mengusap wajahnya kasar.
“Kamu ini kesal kenapa? Apa kamu marah karena Nerissa selingkuh?” Arumi sedikit kesal dengan Harry.
“Aku bukannya marah karena dia ternyata selingkuh dariku. Aku kesal karena Nerissa ternyata memiliki hubungan dengan Presdir. Sudah susah payah kita membuat rumor jika Nerissa tidur dengan Presdir, tapi justru dia adalah calon istri Presdir. Artinya apa yang kita lakukan untuk menyingkirkan dirinya dari posisi manajer pemasaran ini sia-sia.”
Nerissa menutup mulutnya tidak percaya. Dia tidak menyangka, demi menggeser dirinya dari jabatan manajer pemasaran, mantan kekasihnya itu tega memfitnah dirinya.
Kali ini Nerissa tak bisa tinggal diam, ia akan membuat perhitungan pada Harry bagaimana pun juga.
Baru Nerissa ingin menghampiri Harry dan Arumi, langkahnya terhenti ketika sebuah tangan kekar menarik lengannya.
“Jangan gegabah,” kata pria itu pelan.
Napas Nerissa tercekat, dan jantungnya tiba-tiba berdegup kencang ketika Naven membalik tubuhnya dan menyembunyikan dirinya di balik punggung kokoh pria itu. Menutupi tubuh Nerissa ketika Harry dan Arumi berjalan meninggalkan pantry. “Kenapa Pak Naven menghentikan saya?” kata Nerissa pelan di depan dada Naven setelah beberapa saat. Nerissa kesal, tetapi ia merasa wajahnya agak panas ketika ia sadar ternyata wajahnya begitu dekat dengan Naven hingga ia memalingkan mukanya. “Bukankah aku sudah bilang untuk jangan gegabah?” Naven dengan ketus menjawab. Sekali pun yang dikatakan Naven benar untuk tidak gegabah. Akan tetapi, tetap saja itu membuatnya kesal dan perasaan di hatinya tiba-tiba menumpuk hingga akhirnya membuatnya menangis. Nerissa menutup wajahnya di depan dada Naven. Semua masalah datang bertubi-tubi dan dia tidak sanggup untuk menahannya. Naven melangkah mundur dan menatap sebentar wanita di hadapannya, kemudian ia merogoh sesuatu di saku celananya. “Ini.” Nerissa meli
“Bagaimana keadaan papa?” Naven segera mengambil kesempatan untuk tahu keadaan papanya itu. “Papa diharuskan melakukan operasi memasang ring di jantungnya.” Ruby mencoba menjelaskan pada anaknya. “Lalu kapan operasi pemasangan ring itu?” Naven menatap sang mama lekat. Begitu penasaran. “Nanti setelah kamu menikah.” Pertanyaan kali ini dijawab oleh Raven sendiri. “Kenapa harus menunggu aku menikah?” Naven tidak habis pikir dengan sang papa. “Iya, agar kamu tidak menipu Papa dan tidak jadi menikah.” Raven menyeringai. Naven hanya bisa menatap malas pada papanya. Ternyata papanya jauh lebih licik dibanding dirinya. Jika sudah begini, dia sudah tidak bisa menghindari pernikahan. Usai mendapatkan kabar sang papa dan melihat sendiri keadaan sang papa, akhirnya Naven berpamitan. Dia mengajak serta Nerissa untuk ikut dengannya. Nerissa ikut saja dengan Naven. Ternyata Naven mengantarkan Nerissa untuk pulang. “Kemasi pakaianmu, asistenku akan menjemputmu besok. Mulai besok, kamu tingga
“Harry.” Nerissa tidak pernah menyangka jika Harry akan datang ke apartemennya. Jelas dia cukup takut mengingat di apartemen hanya dia sendiri. Ana belum pulang dari kantor. “Kita harus bicara.” Harry menatap Nerissa. “Tidak perlu ada yang dibicarakan.” “Kamu sadar bukan jika kita harus bicara.” Harry meraih tangan Nerissa. “Jelaskan kenapa kamu selingkuh dariku?” Namun, sebelum Harry meraih tangannya, Nerissa segera menarik tangannya. “Bukankah kamu yang selingkuh. Kenapa juga menuduh aku?” “Kamu—” “Sayang.” Belum sempat Harry selesai bicara, tiba-tiba suara bariton terdengar. Nerissa dan Harry menoleh ke sumber suara. Tampak Naven di sana. Tentu saja keberadaan Naven itu membuat Harry takut. Naven menghampiri Nerissa. Berdiri di samping Nerissa, tangannya merengkuh pinggang Nerissa. Seolah ingin menunjukan kepemilikannya. “Siapa ini, Sayang?” tanya Naven. “Saya teman Nerissa, Pak.” Harry segera menjawab sebelum Nerissa menjawab. Naven menarik senyum menyeringai mendengar
“Memang begitulah akhir pertunjukan dansa.” Naven tampak tenang menjawab. Dia sedikit membungkukkan tubuhnya untuk mendaratkan bibirnya. “Tapi, itu tidak sesuai dengan kontrak kita.” Nerissa berusaha mengingatkan. Mereka berbisik dalam tarian mereka. “Aku sudah mengubahnya. Akan ada kontak fisik di saat-saat mendesak.” Setelah berkata begitu, Naven mendaratkan bibirnya di bibir Nerissa.Jelas apa yang dilakukan Naven membuatnya terkejut. Bola mata indah yang dihiasi bulu mata palsu itu tampak membulat sempurna.Nerissa hanya bisa pasrah ketika Naven melakukan hal itu, apalagi berada di hadapan banyak orang. Jika Nerissa menolak, tentu ia akan membuat orang-orang curiga padanya. Sebenarnya Naven tidak benar-benar mencium Nerissa. Ia hanya menempelkan bibirnya di bibir Nerissa.Ciuman itu pun disambut tepuk tangan oleh tamu undangan. Tamu undangan melihat Nerissa dan Naven yang begitu sangat romantis.Pesta berlanjut dengan para tamu memberikan ucapan selamat. Satu per satu tamu unda
Perjalanan panjang akhirnya mengantarkan Nerissa dan Naven di Jepang. Mereka segera ke tempat menginap. Mengistirahatkan diri. Naven menyewa sebuah apartemen untuk tinggal selama di Jepang. Terdapat dua kamar. Jadi mereka bisa tidur di kamar masing-masing. Tidak mengganggu satu dengan yang lain. Sampai di kamar, Nessia langsung merapikan barang-barangnya. Sekalian mengecek apa baju apa yang dibawakan asisten Naven. Saat koper dibuka, terlihat beberapa baju hangat. Ternyata memang asisten Naven menyiapkan dengan baik. Suara ketukan pintu, mengalihkan perhatian Nerissa. Dia segera bangun dan membuka pintu. “Cepat, kita harus ke tempat wisata!” Baru saja membuka pintu, Nerissa sudah disambut dengan dengan perintah Naven. Mendapati perintah itu Nerissa merasa heran. Baru saja mereka sampai, tapi sudah diajak pergi. Padahal dia sangat lelah sekali. “Memang kita akan berapa lama di sana, Pak?” Alih-alih langsung pergi bersiap, Nerissa memilih bertanya lebih dulu. “Sepuluh hari.” N
Naven segera membuka pintu. Dilihatnya Nerissa di atas tempat tidur. Selimut tebal membungkus tubuh Nerissa yang kecil. Tentu saja itu membuatnya merasa bingung. Kenapa jam segini istrinya itu masih tidur. Rasa penasaran Naven mengantarkannya untuk segera menghampiri. Dilihatnya Nerissa meringkuk di dalam selimut. “Nerissa.” Naven memanggil wanita yang kini jadi istrinya itu. Sayangnya, tidak ada jawaban dari Nerissa. Hal itu membuat Naven segera menggoyangkan tubuh Nerissa. Nerissa hanya melenguh saja ketika dibangunkan. Saat menggoyangkan tubuh Nerissa, Naven merasa hawa panas dari tubuh Nerissa. Karena itu dia mencoba untuk menempelkan punggung tangannya di dahi Nerissa. Alangkah terkejutnya Naven ketika merasakan tubuh Nerissa yang panas. “Demam.” Naven begitu terkejut ketika menyadari jika Nerissa demam. Dia yang mendapati hal itu langsung membangunkan Nerissa lagi. “Bangunlah!” menggoyangkan tubuh Nerissa lebih kencang. Nerissa langsung membuka matanya ketika tubuhnya dig
“Wah … sayang sekali. Ternyata oleh-oleh yang aku bawa kurang.” Nerissa dengan polosnya mengatakan itu. Padahal dia sengaja sekali tidak mau memberikan pada Harry dan Arumi. Siapa juga yang mau memberikan sesuatu pada dua orang yang sudah melukai hatinya itu. Harry dan Arumi jelas tahu jika Nerissa sengaja melakukan itu. Tapi, tentu saja mereka tidak bisa memperlihatkan kekesalan itu. “Harry, Arumi, maaf oleh-olehnya kurang. Jadi kalian tidak dapat.” Nerissa berpura-pura meminta maaf. Memasang wajah memelas di hadapan dua orang yang dibencinya. “Tidak apa-apa.” Arumi memaksakan senyumnya. “Iya, tidak apa-apa.” Harry ikut menjawab. Nerissa tersenyum. Dia tahu jika Harry dan Arumi pasti tidak akan bisa marah. Jam kerja yang sudah mulai membuat mereka semua segera memulai bekerja. Nerissa memulai pekerjaannya juga. Mengecek laporan event yang akan diadakan bulan depan. Ada beberapa proposal yang dicek Nerissa. Salah satu proposal menarik perhatiannya. Karena yang membuat proposa
Ruby baru tahu jika Nerissa seorang janda saat hari pernikahan. Dia cukup terkejut ketika mendapati anaknya menikah dengan seorang janda. Mendapati pertanyaan itu membuat Nerissa terdiam. Tentu saja pertanyaan itu sedikit mengusik hatinya. Namun, dia berusaha untuk tetap tenang. “Iya, Bu.” Mendapati jawaban Nerissa, Ruby mengembuskan napasnya. Merasa sedikit kecewa ketika mendapati kenyataan itu. Anaknya masih single, harusnya mendapatkan wanita yang sama-sama single. “Kenapa dulu bercerai?” Ruby tampak ingin tahu. “Karena dia pergi dengan wanita lain.” Takut-takut Nerissa menjawab. “Kalau bisa sembunyikan statusmu itu. Terutama dari nenek Naven.” Ruby tidak mau sampai disalahkan karena tidak bisa mengarahkan anak untuk memilih calon istri. “Baik.” Nerissa hanya mengangguk. Saat minuman jadi, mereka membawa minuman ke taman belakang di mana Naven dan sang papa berada. Naven meminum teh yang dibuatkan sang mama. Begitu pula dengan Nerissa. “Lain kali, kalian menginap di sini.