Napas Nerissa tercekat, dan jantungnya tiba-tiba berdegup kencang ketika Naven membalik tubuhnya dan menyembunyikan dirinya di balik punggung kokoh pria itu.
Menutupi tubuh Nerissa ketika Harry dan Arumi berjalan meninggalkan pantry.
“Kenapa Pak Naven menghentikan saya?” kata Nerissa pelan di depan dada Naven setelah beberapa saat. Nerissa kesal, tetapi ia merasa wajahnya agak panas ketika ia sadar ternyata wajahnya begitu dekat dengan Naven hingga ia memalingkan mukanya.
“Bukankah aku sudah bilang untuk jangan gegabah?” Naven dengan ketus menjawab.
Sekali pun yang dikatakan Naven benar untuk tidak gegabah. Akan tetapi, tetap saja itu membuatnya kesal dan perasaan di hatinya tiba-tiba menumpuk hingga akhirnya membuatnya menangis.
Nerissa menutup wajahnya di depan dada Naven. Semua masalah datang bertubi-tubi dan dia tidak sanggup untuk menahannya.
Naven melangkah mundur dan menatap sebentar wanita di hadapannya, kemudian ia merogoh sesuatu di saku celananya. “Ini.”
Nerissa melihat uluran tangan Naven dengan sebuah sapu tangan. Lalu segera menerima sapu tangan yang diberikan oleh Naven. Kemudian menghapus air matanya, tak mau menangis demi pria seperti Harry.
“Menikahlah denganku. Aku akan membantumu membalas apa yang mereka lakukan padamu.”
Nerissa yang masih menangis seketika menghentikan tangisnya. Dia buru-buru menatap Naven. “Apa Pak Naven sedang bercanda?” Dia menatap lekat pria tampan yang berdiri di depannya itu.
“Apa wajahku terlihat bercanda?” Ekspresi Naven tampak begitu serius.
Nerissa melihat jelas jika memang tidak ada keraguan di dalam ucapan Naven.
‘“Apa Pak Naven memiliki alasan lain hingga menawarkan pernikahan dengan saya?”
“Ternyata kamu cukup pintar.” Naven merasa sepertinya tidak perlu berbelit-belit dengan Nerissa, karena ternyata wanita itu sudah paham jika dia memiliki maksud lain. “Kita bicara di ruanganku.” Lagi-lagi Naven menarik tangan Nerissa tanpa aba-aba.
Nerissa hanya pasrah dan mengikuti Naven kembali ke ruangan pria itu. Dia juga ingin tahu apa yang diinginkan pria itu.
Sampai di ruangan, Naven baru melepaskan tangannya. Pria itu segera membalik tubuhnya untuk bicara berhadapan dengan Nerissa, bersandar pada meja kerjanya dan bersedekap.
“Kita menikah selama dua tahun. Setelah dua tahun itu aku akan menceraikanmu.”
Setelah dipikir-pikir, ada keuntungan dari rumor yang beredar antara dirinya dengan Nerissa.
Dia bisa meminta Nerissa untuk menikah kontrak dengannya. Dengan begitu dia bisa bertemu dengan papanya yang sedang sakit sekarang. Lalu, setelah dua tahun, dia bisa menceraikan Nerissa dan menikah dengan kekasihnya.
Nerissa membulatkan matanya mendengar ucapan Naven. Ternyata pria itu hanya ingin menikah beberapa tahun dengannya, bukan untuk selamanya.
Pantas saja, tidak mungkin bagi pria pebisnis seperti Naven menawarkan pernikahan secara cuma-cuma dengan wanita asing seperti dirinya. Pasti ada keuntungan yang akan diambil barang sekecil pun.
“Jadi, Pak Naven ingin menikah kontrak dengan saya?” Nerissa mencoba memastikan.
“Tepat, dan sebagai balasannya aku akan membantu membalas apa yang mereka lakukan padamu.”
Nerissa langsung menggeleng. “Saya tidak mau.” Dengan tegas dia langsung menolak.
Dia tidak mau menikah secara kontrak seperti itu. Pernikahan adalah suatu hal yang sakral, apalagi ia pernah menikah sebelumnya, ia tidak ingin menodai pernikahan untuk kedua kalinya.
“Jika kamu tidak mau, artinya kamu memilih untuk menerima rumor itu.”
Nerissa seolah dihadapkan pilihan yang sulit. Dia tidak sanggup dengan rumor itu, terlebih lagi sekarang dipersulit dengan pengakuan Naven yang mengatakan jika dirinya adalah calon istrinya.
“Sebenarnya kontrak pernikahan yang aku berikan sangat menguntungkan untukmu. Kamu bisa membalas perbuatan mereka yang telah membuat rumor murahan itu, dan nama baikmu juga bisa kembali. Bukankah sebagai istri seorang Presdir, karyawan di sini tidak akan meremehkanmu lagi?”
Nerissa mulai bimbang setelah mendengar penjelasan Naven. Dia memikirkan bagaimana selama ini orang-orang di kantor memandang rendah dirinya yang berstatus janda.
Terkadang Nerissa tidak sanggup dengan pandangan itu. Sekarang ditambah dengan rumor baru yang beredar, pasti akan membuat orang-orang semakin merendahkan dirinya.
“Aku akan memberikanmu tunjangan setiap bulan sebagai istriku. Setelah kontrak pernikahan kita berakhir, aku juga akan memberikan uang sebanyak lima ratus juta untukmu.” Kembali Naven memberikan penawaran tambahan untuk Nerissa.
Nerissa menimang-nimang. Tawaran materi yang diberikan oleh Naven sebenarnya menggiurkan, tetapi tetap saja pernikahan bukan hanya sebatas materi. Nerissa memejamkan matanya, namun masalahnya saat ini situasinya sangat mendesak untuk dirinya menerima penawaran Naven.
“Bagaimana?” tanya Naven setelah hening untuk beberapa waktu.
“Baiklah, saya menerima tawaran kontrak pernikahan yang Anda berikan.”
Mendengar hal itu, Naven mengulas senyum tipis nyaris tidak terlihat.
Nerissa sudah memikirkan dengan baik. Untuk saat ini, dia merasa pilihan menerima pernikahan kontrak ini adalah pilihan yang lebih baik, mengingat situasinya saat ini sangat tidak menguntungkan untuknya. Terlebih, dengan pernikahan ini dia juga bisa membalas semua yang dilakukan oleh Harry dan Arumi padanya.
Belum lagi, dia ingin membuktikan jika dirinya benar-benar mampu menjadi manajer karena kemampuannya, sekaligus memberikan pelajaran pada orang-orang yang merendahkan dirinya selama ini. Jika masalah materi, itu masih urusan kesekian yang menjadi alasannya.
Jika begini, Naven merasa jalan yang ditempuhnya akan mudah. Dia segera mengambil ponsel yang berada di kantung celananya.
“Bawakan berkasnya ke sini!” Naven memberikan perintah.
Tidak begitu lama, suara ketukan pintu terdengar dan Nerissa melihat asisten pribadi Naven berjalan ke arah Nerissa dengan membawa sebuah dokumen.
“Baca dan tanda tangani.” Naven menunjuk berkas di tangan Nerissa dengan dagunya. “Kamu bisa duduk di sana,” katanya lagi sambil menunjuk salah satu sofa duduk yang ada di ruangannya.
Nerissa menerima berkas dan membaca kontrak pernikahan tersebut. Beberapa poin menurut Nerissa tidak ada yang memberatkan. Dia hanya harus bersikap layaknya suami-istri saja selama pernikahan, terutama di depan orang tua Naven.
“Apa ada yang ingin kamu minta?” tanya Naven seraya duduk di sofa tunggal yang berada di sebelah Nerissa.
“Aku ingin tidak ada kontak fisik selama pernikahan.” Nerissa menyampaikan apa yang dimintanya.
Permintaan Nerissa cukup menggelitik bagi Naven, namun dia juga tidak keberatan. Toh, pernikahan ini berjalan atas kepentingan yang lain, bukan karena ada perasaan di dalamnya.
“Baiklah, akan ditambahkan nanti.”
Mendengar apa yang diucapkan oleh Naven, Nerissa merasa tidak ada masalah. Dia segera memberikan tanda tangan di surat kontrak pernikahan yang diberikan Naven.
“Acara akan diadakan secepatnya. Berikan semua berkas pada asistenku.” Naven mengambil berkas dan melihat tanda tangan yang diberikan Nerissa.
“Baiklah.”
“Satu, lagi. Jangan lupa surat ceraimu dengan suamimu sebelumnya. Aku tidak mau sampai menikahi wanita yang masih berstatus istri orang.” Naven sudah dapat informasi lengkap tentang Nerissa.
“Baik.” Nerissa mengangguk.
Nerissa merasa urusannya sudah selesai. Jadi, dia akan segera pergi. Namun, belum dia melangkah, Nerissa melihat Naven ikut berdiri dan berkata, “Kalau begitu ayo ikut aku.”
“Kita mau ke mana, Pak?” Nerissa mengekori Naven yang berjalan di depannya sambil tangannya ditarik lagi oleh Naven.
“Bertemu orang tuaku.” Naven tak mau buang waktu. Dia harus bertemu dengan papanya dan mengetahui keadaan sang papa.
Nerissa hanya pasrah ketika dibawa oleh Naven pergi. Saat keluar dari kantor Zorion pun semua orang melihat bagaimana Naven menggandeng tangan Nerissa. Hal itu kembali membuat Nerissa jadi pusat perhatian.
“Masuk.” Naven membuka pintu mobil dan memberikan perintah.
Dominasi Naven membuat Nerissa merasa tidak bisa membantah setiap ucapan pria itu, membuat dia segera masuk ke mobil dan tidak ingin membuat Naven marah.
Nerissa melihat Naven memutari mobilnya untuk duduk di kursi kemudi di sampingnya, setelah itu pria itu melajukan mobilnya.
Naven membawa Nerissa ke rumah sakit untuk menemui orang tuanya.
“Anda dilarang masuk!” ucap salah satu bodyguard yang berdiri di depan pintu kamar rawat VVIP papanya, menghadang Naven.
Naven benar-benar tidak habis pikir. Papanya sampai menyewa bodyguard untuk melarang menemuinya.
“Katakan pada Papa jika aku datang ke sini dengan calon istriku,” kata Naven memberi perintah.
Bodyguard itu segera masuk dan memberitahu Raven Alister Zorion. Beberapa saat kemudian bodyguard itu keluar lagi dan langsung membukakan pintu untuk Naven.
Saat masuk, Nerissa melihat seorang pria paruh baya berada di ranjang. Dia tahu sekali jika pria paruh baya itu adalah Raven Alister Zorion, pemilik Zorion Grup yang bergerak di bidang retail, pemilik beberapa mal besar di negeri ini dan beberapa toko-toko barang branded. Di sisinya seorang wanita paruh baya duduk menemani, dia adalah Aliana Ruby, istri Raven Zorion.
“Aku akan menikah.” Saat sampai di ruang perawatan sang papa, Naven langsung memberitahu kedua orang tuanya itu.
Raven langsung mengulas senyumnya ketika mendengar jika anaknya akan menikah. Tentu saja dia senang akhirnya anaknya yang kini sudah berumur tiga puluh lima tahun itu akan menikah. Tidak sia-sia dia mengancam anaknya untuk tidak menemuinya.
“Kapan kamu akan menikah?” tanya Raven penasaran.
“Sepuluh hari lagi.” Naven menjelaskan kapan tepatnya dia akan menikah.
Nerissa membulatkan matanya ketika mendengar jika dia akan menikah dalam sepuluh hari. Naven tidak membicarakan hal itu tadi saat dirinya menandatangani kontrak.
‘Kenapa cepat sekali?’ batin Nerissa.
“Kenapa lama sekali?” Raven melayangkan protesnya.
Nerissa hanya terperangah ketika mendengar apa yang dikatakan Raven. Sepuluh hari masih dianggap lama oleh pemilik Zorion Grup itu.
“Pa, mengurus surat-surat pernikahan tidak bisa cepat. Ada prosedur yang harus dilalui. Sepuluh hari itu sudah paling cepat,” Naven melayangkan protes balasan pada papanya itu.
“Baik, baik.” Raven mengalah, Raven tidak ingin menentang lagi, yang terpenting anaknya sudah mau menikah. “Kalau begitu kenalkan calon istrimu itu.” Dia menatap Nerissa yang berdiri di samping Naven.
Naven segera menarik Nerissa untuk mendekat ke arah orang tuanya. “Kenalkan, ini Nerissa. Dia manajer pemasaran di Zorion.”
“Nerissa.” Nerissa mengulurkan tangan pada Raven dan Ruby.
Raven dan Ruby menerima uluran tangan tersebut.
“Kalau kamu manajer pemasaran di Zorion, artinya kamu sudah tahu aku, ‘kan?” Raven tersenyum pada calon menantunya itu.
“Sudah, Pak.” Nerissa mengangguk.
Sedang Ruby menatap Nerissa dan Naven lekat. Dia merasa jika anaknya ini menyimpan sesuatu. Insting seorang ibu tidak bisa dianggap remeh.
“Sudah berapa lama kalian menjalin hubungan?” Ruby menatap Nerissa dan Naven.
“Satu bulan.”
“Satu tahun.”
Naven dan Nerissa menjawab bersama, tetapi mereka langsung saling pandang ketika sadar jawaban mereka berbeda.
Ruby menatap lekat anaknya.
“Kami kenal sudah satu tahun. Selama setahun ini aku mendekati Nerissa. Tapi, baru sebulan kami memutuskan menjalin hubungan.” Naven menjelaskan agar kedua orang tuanya tidak curiga.
“Iya, kami setahun dekat dan baru satu bulan menjalin hubungan,” timpal Nerissa membantu Naven menjelaskan.
“Aku tidak peduli sudah berapa lama kalian menjalin hubungan, yang penting adalah kalian akan menikah.” Raven hanya mau melihat anaknya menikah.
Nerissa lega Raven percaya. Namun, saat mengalihkan pandangan pada ibunda Naven, ia merasa ibunda Naven curiga pada mereka.
‘Sepertinya pernikahan ini tidak akan mudah dijalani.’
“Bagaimana keadaan papa?” Naven segera mengambil kesempatan untuk tahu keadaan papanya itu. “Papa diharuskan melakukan operasi memasang ring di jantungnya.” Ruby mencoba menjelaskan pada anaknya. “Lalu kapan operasi pemasangan ring itu?” Naven menatap sang mama lekat. Begitu penasaran. “Nanti setelah kamu menikah.” Pertanyaan kali ini dijawab oleh Raven sendiri. “Kenapa harus menunggu aku menikah?” Naven tidak habis pikir dengan sang papa. “Iya, agar kamu tidak menipu Papa dan tidak jadi menikah.” Raven menyeringai. Naven hanya bisa menatap malas pada papanya. Ternyata papanya jauh lebih licik dibanding dirinya. Jika sudah begini, dia sudah tidak bisa menghindari pernikahan. Usai mendapatkan kabar sang papa dan melihat sendiri keadaan sang papa, akhirnya Naven berpamitan. Dia mengajak serta Nerissa untuk ikut dengannya. Nerissa ikut saja dengan Naven. Ternyata Naven mengantarkan Nerissa untuk pulang. “Kemasi pakaianmu, asistenku akan menjemputmu besok. Mulai besok, kamu tingga
“Harry.” Nerissa tidak pernah menyangka jika Harry akan datang ke apartemennya. Jelas dia cukup takut mengingat di apartemen hanya dia sendiri. Ana belum pulang dari kantor. “Kita harus bicara.” Harry menatap Nerissa. “Tidak perlu ada yang dibicarakan.” “Kamu sadar bukan jika kita harus bicara.” Harry meraih tangan Nerissa. “Jelaskan kenapa kamu selingkuh dariku?” Namun, sebelum Harry meraih tangannya, Nerissa segera menarik tangannya. “Bukankah kamu yang selingkuh. Kenapa juga menuduh aku?” “Kamu—” “Sayang.” Belum sempat Harry selesai bicara, tiba-tiba suara bariton terdengar. Nerissa dan Harry menoleh ke sumber suara. Tampak Naven di sana. Tentu saja keberadaan Naven itu membuat Harry takut. Naven menghampiri Nerissa. Berdiri di samping Nerissa, tangannya merengkuh pinggang Nerissa. Seolah ingin menunjukan kepemilikannya. “Siapa ini, Sayang?” tanya Naven. “Saya teman Nerissa, Pak.” Harry segera menjawab sebelum Nerissa menjawab. Naven menarik senyum menyeringai mendengar
“Memang begitulah akhir pertunjukan dansa.” Naven tampak tenang menjawab. Dia sedikit membungkukkan tubuhnya untuk mendaratkan bibirnya. “Tapi, itu tidak sesuai dengan kontrak kita.” Nerissa berusaha mengingatkan. Mereka berbisik dalam tarian mereka. “Aku sudah mengubahnya. Akan ada kontak fisik di saat-saat mendesak.” Setelah berkata begitu, Naven mendaratkan bibirnya di bibir Nerissa.Jelas apa yang dilakukan Naven membuatnya terkejut. Bola mata indah yang dihiasi bulu mata palsu itu tampak membulat sempurna.Nerissa hanya bisa pasrah ketika Naven melakukan hal itu, apalagi berada di hadapan banyak orang. Jika Nerissa menolak, tentu ia akan membuat orang-orang curiga padanya. Sebenarnya Naven tidak benar-benar mencium Nerissa. Ia hanya menempelkan bibirnya di bibir Nerissa.Ciuman itu pun disambut tepuk tangan oleh tamu undangan. Tamu undangan melihat Nerissa dan Naven yang begitu sangat romantis.Pesta berlanjut dengan para tamu memberikan ucapan selamat. Satu per satu tamu unda
Perjalanan panjang akhirnya mengantarkan Nerissa dan Naven di Jepang. Mereka segera ke tempat menginap. Mengistirahatkan diri. Naven menyewa sebuah apartemen untuk tinggal selama di Jepang. Terdapat dua kamar. Jadi mereka bisa tidur di kamar masing-masing. Tidak mengganggu satu dengan yang lain. Sampai di kamar, Nessia langsung merapikan barang-barangnya. Sekalian mengecek apa baju apa yang dibawakan asisten Naven. Saat koper dibuka, terlihat beberapa baju hangat. Ternyata memang asisten Naven menyiapkan dengan baik. Suara ketukan pintu, mengalihkan perhatian Nerissa. Dia segera bangun dan membuka pintu. “Cepat, kita harus ke tempat wisata!” Baru saja membuka pintu, Nerissa sudah disambut dengan dengan perintah Naven. Mendapati perintah itu Nerissa merasa heran. Baru saja mereka sampai, tapi sudah diajak pergi. Padahal dia sangat lelah sekali. “Memang kita akan berapa lama di sana, Pak?” Alih-alih langsung pergi bersiap, Nerissa memilih bertanya lebih dulu. “Sepuluh hari.” N
Naven segera membuka pintu. Dilihatnya Nerissa di atas tempat tidur. Selimut tebal membungkus tubuh Nerissa yang kecil. Tentu saja itu membuatnya merasa bingung. Kenapa jam segini istrinya itu masih tidur. Rasa penasaran Naven mengantarkannya untuk segera menghampiri. Dilihatnya Nerissa meringkuk di dalam selimut. “Nerissa.” Naven memanggil wanita yang kini jadi istrinya itu. Sayangnya, tidak ada jawaban dari Nerissa. Hal itu membuat Naven segera menggoyangkan tubuh Nerissa. Nerissa hanya melenguh saja ketika dibangunkan. Saat menggoyangkan tubuh Nerissa, Naven merasa hawa panas dari tubuh Nerissa. Karena itu dia mencoba untuk menempelkan punggung tangannya di dahi Nerissa. Alangkah terkejutnya Naven ketika merasakan tubuh Nerissa yang panas. “Demam.” Naven begitu terkejut ketika menyadari jika Nerissa demam. Dia yang mendapati hal itu langsung membangunkan Nerissa lagi. “Bangunlah!” menggoyangkan tubuh Nerissa lebih kencang. Nerissa langsung membuka matanya ketika tubuhnya dig
“Wah … sayang sekali. Ternyata oleh-oleh yang aku bawa kurang.” Nerissa dengan polosnya mengatakan itu. Padahal dia sengaja sekali tidak mau memberikan pada Harry dan Arumi. Siapa juga yang mau memberikan sesuatu pada dua orang yang sudah melukai hatinya itu. Harry dan Arumi jelas tahu jika Nerissa sengaja melakukan itu. Tapi, tentu saja mereka tidak bisa memperlihatkan kekesalan itu. “Harry, Arumi, maaf oleh-olehnya kurang. Jadi kalian tidak dapat.” Nerissa berpura-pura meminta maaf. Memasang wajah memelas di hadapan dua orang yang dibencinya. “Tidak apa-apa.” Arumi memaksakan senyumnya. “Iya, tidak apa-apa.” Harry ikut menjawab. Nerissa tersenyum. Dia tahu jika Harry dan Arumi pasti tidak akan bisa marah. Jam kerja yang sudah mulai membuat mereka semua segera memulai bekerja. Nerissa memulai pekerjaannya juga. Mengecek laporan event yang akan diadakan bulan depan. Ada beberapa proposal yang dicek Nerissa. Salah satu proposal menarik perhatiannya. Karena yang membuat proposa
Ruby baru tahu jika Nerissa seorang janda saat hari pernikahan. Dia cukup terkejut ketika mendapati anaknya menikah dengan seorang janda. Mendapati pertanyaan itu membuat Nerissa terdiam. Tentu saja pertanyaan itu sedikit mengusik hatinya. Namun, dia berusaha untuk tetap tenang. “Iya, Bu.” Mendapati jawaban Nerissa, Ruby mengembuskan napasnya. Merasa sedikit kecewa ketika mendapati kenyataan itu. Anaknya masih single, harusnya mendapatkan wanita yang sama-sama single. “Kenapa dulu bercerai?” Ruby tampak ingin tahu. “Karena dia pergi dengan wanita lain.” Takut-takut Nerissa menjawab. “Kalau bisa sembunyikan statusmu itu. Terutama dari nenek Naven.” Ruby tidak mau sampai disalahkan karena tidak bisa mengarahkan anak untuk memilih calon istri. “Baik.” Nerissa hanya mengangguk. Saat minuman jadi, mereka membawa minuman ke taman belakang di mana Naven dan sang papa berada. Naven meminum teh yang dibuatkan sang mama. Begitu pula dengan Nerissa. “Lain kali, kalian menginap di sini.
Naven yang baru saja masuk ke apartemen disambut dengan lemparan bantal sofa. Tentu saja itu membuatnya terkejut. Beruntung dia menghindar. “Kamu ini kenapa?” Naven melemparkan pertanyaan itu pada kekasihnya-Evelyn. “Bagaimana bisa kamu menikah ketika aku sedang berada di luar negeri?” Evelyn meluapkan kekesalannya. Evelyn baru saja pulang dari syuting film, tapi dikejutkan dengan kabar pernikahan kekasihnya itu dengan wanita lain. Naven hanya bisa pasrah. Akhirnya rahasia yang disimpannya terbongkar juga. Kemarin saat di Jepang dia ingin memberitahu kekasihnya itu. Namun, karena sedang syuting, dia tidak mau mengganggu mood dan merusak pembuatan film. “Aku bisa jelaskan.” Naven berusaha untuk membujuk kekasihnya. “Jelaskan apa?” Evelyn masih menangis dan belum bisa tenang. “Tenang dulu. Dengarkan aku dulu.” Naven mengayunkan langkahnya mendekat ke arah Evelyn. Evelyn berusaha untuk tenang. Karena dia ingin tahu alasan kekasihnya menikah dengan wanita lain. Saat melihat Evelyn