Share

Bab 5

Napas Nerissa tercekat, dan jantungnya tiba-tiba berdegup kencang ketika Naven membalik tubuhnya dan menyembunyikan dirinya di balik punggung kokoh pria itu.

Menutupi tubuh Nerissa ketika Harry dan Arumi berjalan meninggalkan pantry.

“Kenapa Pak Naven menghentikan saya?”  kata Nerissa pelan di depan dada Naven setelah beberapa saat. Nerissa kesal, tetapi ia merasa wajahnya agak panas ketika ia sadar ternyata wajahnya begitu dekat dengan Naven hingga ia memalingkan mukanya.

“Bukankah aku sudah bilang untuk jangan gegabah?” Naven dengan ketus menjawab.

Sekali pun yang dikatakan Naven benar untuk tidak gegabah. Akan tetapi, tetap saja itu membuatnya kesal dan perasaan di hatinya tiba-tiba menumpuk hingga akhirnya membuatnya menangis.

Nerissa menutup wajahnya di depan dada Naven. Semua masalah datang bertubi-tubi dan dia tidak sanggup untuk menahannya.

Naven melangkah mundur dan menatap sebentar wanita di hadapannya, kemudian ia merogoh sesuatu di saku celananya. “Ini.”

Nerissa melihat uluran tangan Naven dengan sebuah sapu tangan. Lalu segera menerima sapu tangan yang diberikan oleh Naven. Kemudian menghapus air matanya, tak mau menangis demi pria seperti Harry.

“Menikahlah denganku. Aku akan membantumu membalas apa yang mereka lakukan padamu.”

Nerissa yang masih menangis seketika menghentikan tangisnya. Dia buru-buru menatap Naven. “Apa Pak Naven sedang bercanda?” Dia menatap lekat pria tampan yang berdiri di depannya itu.

“Apa wajahku terlihat bercanda?” Ekspresi Naven tampak begitu serius.

Nerissa melihat jelas jika memang tidak ada keraguan di dalam ucapan Naven.

‘“Apa Pak Naven memiliki alasan lain hingga menawarkan pernikahan dengan saya?”

“Ternyata kamu cukup pintar.” Naven merasa sepertinya tidak perlu berbelit-belit dengan Nerissa, karena ternyata wanita itu sudah paham jika dia memiliki maksud lain. “Kita bicara di ruanganku.” Lagi-lagi Naven menarik tangan Nerissa tanpa aba-aba.

Nerissa hanya pasrah dan mengikuti Naven kembali ke ruangan pria itu. Dia juga ingin tahu apa yang diinginkan pria itu.

Sampai di ruangan, Naven baru melepaskan tangannya. Pria itu segera membalik tubuhnya untuk bicara berhadapan dengan Nerissa, bersandar pada meja kerjanya dan bersedekap.

 “Kita menikah selama dua tahun. Setelah dua tahun itu aku akan menceraikanmu.”

Setelah dipikir-pikir, ada keuntungan dari rumor yang beredar antara dirinya dengan Nerissa.

Dia bisa meminta Nerissa untuk menikah kontrak dengannya. Dengan begitu dia bisa bertemu dengan papanya yang sedang sakit sekarang. Lalu, setelah dua tahun, dia bisa menceraikan Nerissa dan menikah dengan kekasihnya.

Nerissa membulatkan matanya mendengar ucapan Naven. Ternyata pria itu hanya ingin menikah beberapa tahun dengannya, bukan untuk selamanya.

Pantas saja, tidak mungkin bagi pria pebisnis seperti Naven menawarkan pernikahan secara cuma-cuma dengan wanita asing seperti dirinya. Pasti ada keuntungan yang akan diambil barang sekecil pun.

“Jadi, Pak Naven ingin menikah kontrak dengan saya?” Nerissa mencoba memastikan.

“Tepat, dan sebagai balasannya aku akan membantu membalas apa yang mereka lakukan padamu.”

Nerissa langsung menggeleng. “Saya tidak mau.” Dengan tegas dia langsung menolak.

Dia tidak mau menikah secara kontrak seperti itu. Pernikahan adalah suatu hal yang sakral, apalagi ia pernah menikah sebelumnya, ia tidak ingin menodai pernikahan untuk kedua kalinya.

“Jika kamu tidak mau, artinya kamu memilih untuk menerima rumor itu.”

Nerissa seolah dihadapkan pilihan yang sulit. Dia tidak sanggup dengan rumor itu, terlebih lagi sekarang dipersulit dengan pengakuan Naven yang mengatakan jika dirinya adalah calon istrinya.

“Sebenarnya kontrak pernikahan yang aku berikan sangat menguntungkan untukmu. Kamu bisa membalas perbuatan mereka yang telah membuat rumor murahan itu, dan nama baikmu juga bisa kembali. Bukankah sebagai istri seorang Presdir, karyawan di sini tidak akan meremehkanmu lagi?”

Nerissa mulai bimbang setelah mendengar penjelasan Naven. Dia memikirkan bagaimana selama ini orang-orang di kantor memandang rendah dirinya yang berstatus janda.

Terkadang Nerissa tidak sanggup dengan pandangan itu. Sekarang ditambah dengan rumor baru yang beredar, pasti akan membuat orang-orang semakin merendahkan dirinya.

“Aku akan memberikanmu tunjangan setiap bulan sebagai istriku. Setelah kontrak pernikahan kita berakhir, aku juga akan memberikan uang sebanyak lima ratus juta untukmu.” Kembali Naven memberikan penawaran tambahan untuk Nerissa.

Nerissa menimang-nimang. Tawaran materi yang diberikan oleh Naven sebenarnya menggiurkan, tetapi tetap saja pernikahan bukan hanya sebatas materi. Nerissa memejamkan matanya, namun masalahnya saat ini situasinya sangat mendesak untuk dirinya menerima penawaran Naven.

“Bagaimana?” tanya Naven setelah hening untuk beberapa waktu.

“Baiklah, saya menerima tawaran kontrak pernikahan yang Anda berikan.”

Mendengar hal itu, Naven mengulas senyum tipis nyaris tidak terlihat. 

Nerissa sudah memikirkan dengan baik. Untuk saat ini, dia merasa pilihan menerima pernikahan kontrak ini adalah pilihan yang lebih baik, mengingat situasinya saat ini sangat tidak menguntungkan untuknya. Terlebih, dengan pernikahan ini dia juga bisa membalas semua yang dilakukan oleh Harry dan Arumi padanya.

Belum lagi, dia ingin membuktikan jika dirinya benar-benar mampu menjadi manajer karena kemampuannya, sekaligus memberikan pelajaran pada orang-orang yang merendahkan dirinya selama ini. Jika masalah materi, itu masih urusan kesekian yang menjadi alasannya.

Jika begini, Naven merasa jalan yang ditempuhnya akan mudah. Dia segera mengambil ponsel yang berada di kantung celananya.

“Bawakan berkasnya ke sini!” Naven memberikan perintah.

Tidak begitu lama, suara ketukan pintu terdengar dan Nerissa melihat asisten pribadi Naven berjalan ke arah Nerissa dengan membawa sebuah dokumen.

“Baca dan tanda tangani.” Naven menunjuk berkas di tangan Nerissa dengan dagunya. “Kamu bisa duduk di sana,” katanya lagi sambil menunjuk salah satu sofa duduk yang ada di ruangannya.

Nerissa menerima berkas dan membaca kontrak pernikahan tersebut. Beberapa poin menurut Nerissa tidak ada yang memberatkan. Dia hanya harus bersikap layaknya suami-istri saja selama pernikahan, terutama di depan orang tua Naven.

“Apa ada yang ingin kamu minta?” tanya Naven seraya duduk di sofa tunggal yang berada di sebelah Nerissa.

“Aku ingin tidak ada kontak fisik selama pernikahan.” Nerissa menyampaikan apa yang dimintanya.

Permintaan Nerissa cukup menggelitik bagi Naven, namun dia juga tidak keberatan. Toh, pernikahan ini berjalan atas kepentingan yang lain, bukan karena ada perasaan di dalamnya.

“Baiklah, akan ditambahkan nanti.”

Mendengar apa yang diucapkan oleh Naven, Nerissa merasa tidak ada masalah. Dia segera memberikan tanda tangan di surat kontrak pernikahan yang diberikan Naven.

“Acara akan diadakan secepatnya. Berikan semua berkas pada asistenku.” Naven mengambil berkas dan melihat tanda tangan yang diberikan Nerissa.

“Baiklah.”

“Satu, lagi. Jangan lupa surat ceraimu dengan suamimu sebelumnya. Aku tidak mau sampai menikahi wanita yang masih berstatus istri orang.” Naven sudah dapat informasi lengkap tentang Nerissa.

“Baik.” Nerissa mengangguk.

Nerissa merasa urusannya sudah selesai. Jadi, dia akan segera pergi. Namun, belum dia melangkah, Nerissa melihat Naven ikut berdiri dan berkata, “Kalau begitu ayo ikut aku.”

“Kita mau ke mana, Pak?” Nerissa mengekori Naven yang berjalan di depannya sambil tangannya ditarik lagi oleh Naven.

“Bertemu orang tuaku.” Naven tak mau buang waktu. Dia harus bertemu dengan papanya dan mengetahui keadaan sang papa.

Nerissa hanya pasrah ketika dibawa oleh Naven pergi. Saat keluar dari kantor Zorion pun semua orang melihat bagaimana Naven menggandeng tangan Nerissa. Hal itu kembali membuat Nerissa jadi pusat perhatian.

“Masuk.” Naven membuka pintu mobil dan memberikan perintah.

Dominasi Naven membuat Nerissa merasa tidak bisa membantah setiap ucapan pria itu, membuat dia segera masuk ke mobil dan tidak ingin membuat Naven marah.

Nerissa melihat Naven memutari mobilnya untuk duduk di kursi kemudi di sampingnya, setelah itu pria itu melajukan mobilnya.

Naven membawa Nerissa ke rumah sakit untuk menemui orang tuanya.

“Anda dilarang masuk!” ucap salah satu bodyguard yang berdiri di depan pintu kamar rawat VVIP papanya, menghadang Naven.

Naven benar-benar tidak habis pikir. Papanya sampai menyewa bodyguard untuk melarang menemuinya.

“Katakan pada Papa jika aku datang ke sini dengan calon istriku,” kata Naven memberi perintah.

Bodyguard itu segera masuk dan memberitahu Raven Alister Zorion. Beberapa saat kemudian bodyguard itu keluar lagi dan langsung membukakan pintu untuk Naven.

Saat masuk, Nerissa melihat seorang pria paruh baya berada di ranjang. Dia tahu sekali jika pria paruh baya itu adalah Raven Alister Zorion, pemilik Zorion Grup yang bergerak di bidang retail, pemilik beberapa mal besar di negeri ini dan beberapa toko-toko barang branded.  Di sisinya seorang wanita paruh baya duduk menemani, dia adalah Aliana Ruby, istri Raven Zorion.

“Aku akan menikah.” Saat sampai di ruang perawatan sang papa, Naven langsung memberitahu kedua orang tuanya itu.

Raven langsung mengulas senyumnya ketika mendengar jika anaknya akan menikah. Tentu saja dia senang akhirnya anaknya yang kini sudah berumur tiga puluh lima tahun itu akan menikah. Tidak sia-sia dia mengancam anaknya untuk tidak menemuinya.

“Kapan kamu akan menikah?” tanya Raven penasaran.

“Sepuluh hari lagi.” Naven menjelaskan kapan tepatnya dia akan menikah.

Nerissa membulatkan matanya ketika mendengar jika dia akan menikah dalam sepuluh hari. Naven tidak membicarakan hal itu tadi saat dirinya menandatangani kontrak.

‘Kenapa cepat sekali?’ batin Nerissa.

“Kenapa lama sekali?” Raven melayangkan protesnya.

Nerissa hanya terperangah ketika mendengar apa yang dikatakan Raven. Sepuluh hari masih dianggap lama oleh pemilik Zorion Grup itu.

“Pa, mengurus surat-surat pernikahan tidak bisa cepat. Ada prosedur yang harus dilalui. Sepuluh hari itu sudah paling cepat,” Naven melayangkan protes balasan pada papanya itu.

“Baik, baik.” Raven mengalah, Raven tidak ingin menentang lagi, yang terpenting anaknya sudah mau menikah. “Kalau begitu kenalkan calon istrimu itu.” Dia menatap Nerissa yang berdiri di samping Naven.

Naven segera menarik Nerissa untuk mendekat ke arah orang tuanya. “Kenalkan, ini Nerissa. Dia manajer pemasaran di Zorion.”

“Nerissa.” Nerissa mengulurkan tangan pada Raven dan Ruby.

Raven dan Ruby menerima uluran tangan tersebut.

“Kalau kamu manajer pemasaran di Zorion, artinya kamu sudah tahu aku, ‘kan?” Raven tersenyum pada calon menantunya itu.

“Sudah, Pak.” Nerissa mengangguk.

Sedang Ruby menatap Nerissa dan Naven lekat. Dia merasa jika anaknya ini menyimpan sesuatu. Insting seorang ibu tidak bisa dianggap remeh.

“Sudah berapa lama kalian menjalin hubungan?” Ruby menatap Nerissa dan Naven.

“Satu bulan.”

“Satu tahun.”

Naven dan Nerissa menjawab bersama, tetapi mereka langsung saling pandang ketika sadar jawaban mereka berbeda.

Ruby menatap lekat anaknya.

“Kami kenal sudah satu tahun. Selama setahun ini aku mendekati Nerissa. Tapi, baru sebulan kami memutuskan menjalin hubungan.” Naven menjelaskan agar kedua orang tuanya tidak curiga.

“Iya, kami setahun dekat dan baru satu bulan menjalin hubungan,” timpal Nerissa membantu Naven menjelaskan.

“Aku tidak peduli sudah berapa lama kalian menjalin hubungan, yang penting adalah kalian akan menikah.” Raven hanya mau melihat anaknya menikah.

Nerissa lega Raven percaya. Namun, saat mengalihkan pandangan pada ibunda Naven, ia merasa ibunda Naven curiga pada mereka.

‘Sepertinya pernikahan ini tidak akan mudah dijalani.’

Comments (8)
goodnovel comment avatar
Siti Nur janah
iya ini ga mudah nerissa
goodnovel comment avatar
vieta_novie
jgn tll yakin kamu naven...awal nya aja bilang cuma mau nikah kontrak...lama² terbiasa,ntar malah ga mau pisah lagi ma nerissa...
goodnovel comment avatar
Renita gunawan
sekarang dirimu bisa mengatakan hanya menikah dua tahun,nevan.liat saja nanti dirimu bucin dengan nerissa
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status