"Ck, ada apa sih dengan Arsen?"Olivia berdecak kesal untuk kesekian kalinya hari ini. Ia mendorong ponselnya dengan kasar ke atas meja, lalu menyandarkan kepalanya ke kursi. Matanya menatap bosan jalanan yang dipadati oleh kendaraan roda empat.Sudah berjam-jam berlalu sejak Olivia berusaha menghubungi Arsen agar datang menemuinya, tetapi pria itu seolah mengabaikan pesannya. Ia penasaran apa Arsen sedang sibuk menghabiskan waktunya dengan gadis sok polos itu, atau dia memiliki acara bersama keluarganya lagi?Keluarga Arsen sejujurnya sangat memuakkan dan menyebalkan.Tidak ibunya, tidak neneknya, tidak adiknya, semuanya sangat menjengkelkan. Olivia mendengus ketika mengingat kejadian di kantor. Ibu Arsen dengan angkuhnya mengusirnya keluar di depan Layla.Sialan.Ia tidak mengerti kenapa ibu Arsen tidak menyukainya. Tidak pernah sekalipun wanita itu menyambutnya dengan hangat. Ia selalu berusaha tampil sempurna di depan wanita itu, tetapi tetap saja sikapnya tidak pernah berubah.Ke
Arsen sebenarnya tidak ingin berangkat ke kantor pagi ini, mengingat kondisi Layla yang masih sakit. Akan tetapi, ada hal mendesak yang harus ia urus mengenai masalah keuangan perusahaan. Ia harus menyelesaikannya sekarang juga dan berharap bisa kembali ke rumah secepat yang ia bisa.Layla mengatakan bahwa kondisinya sudah membaik, tetapi tetap saja Arsen merasa khawatir. Sejak menemukan gadis itu terjatuh di dapur, Arsen tidak bisa berhenti memikirkannya. Mungkin Layla berpikir bahwa dengan berbohong, maka ia tidak akan merepotkan Arsen. Nyatanya, Arsen justru merasa sangat bersalah.Layla adalah istrinya. Tanggung jawabnya.Orang tuanya telah mempercayakan Arsen agar menjaga Layla, tetapi baru beberapa hari setelah pernikahan, ia sudah melalaikan tugasnya.Bahkan jika pernikahan ini hanya berjalan sampai setahun, dan mereka tidak melibatkan perasaan apa pun, ia akan selalu menjaga Layla.Rasanya ada sesuatu yang terjalin di antara keduanya.Arsen tidak mengerti, tetapi setiap kali i
Pagi-pagi sekali, Layla telah bersiap dan pergi ke dapur untuk memasak. Ia berniat untuk membuatkan Arsen bekal makan siang, jika pria itu tidak keberatan. Ia tidak tahu apa Arsen selalu membawa bekal. Tetapi, jika Arsen tidak mau, maka Layla akan memakannya sendiri.Sebenarnya, makanan itu adalah bentuk rasa terima kasihnya, sebab Arsen sudah merawatnya ketika ia sakit.Makan malam yang ia siapkan semalam juga sama. Ia senang karena Arsen menyukai masakannya dan menghabiskan semuanya. Pria itu bahkan kembali membeli kue untuknya. Itu sudah terjadi dua kali. Ia jadi menduga-duga apa Arsen akan terus membelikan sesuatu untuknya?'Jangan berharap'.Kalimat itu seketika melintas di kepala Layla. Benar, jangan pernah berharap. Ia mungkin akan kecewa dan kembali menyalahkan dirinya sendiri.Biarkan semuanya mengalir seperti air sungai dan terimalah apa yang terjadi. Biarkan takdir mengatur segalanya, ia hanya perlu menjalaninya. Meskipun, perpisahan tetap saja terasa menyakitkan.Layla men
Mungkin Layla bisa mengunjungi orang tuanya sesekali.Tetapi, Layla takut pertahanannya runtuh ketika ia bertemu dengan ibunya. Ia tidak ingin ibunya melihat sedikit pun kesedihan di wajahnya. Setidaknya, walaupun ini hanya setahun, ia ingin ibunya merasa bahagia.Layla merogoh ponselnya di saku dan menimbang-nimbang untuk menghubungi ibunya. Ia menekan nomornya dan ragu-ragu menempelkan ponselnya ke telinga. Telepon diangkat pada dering kedua. Ketika suara sapaan ibunya terdengar, Layla rasanya ingin menangis."Layla, Nak.""Ibu.""Bagaimana kabarmu, Sayang?""Aku baik, sangat baik, Ibu," jawab Layla. "Bagaimana kabar Ibu dan ayah?""Ibu baik, ayahmu juga. Kami mulai sibuk mengurus masalah perusahaan, syukurlah sudah membaik berkat suamimu dan Arinda," jelas ibunya dengan suara yang bahagia. Layla yakin ibunya tengah tersenyum di seberang sana. "Arsen banyak membantu, Nak. Dia datang ke perusahaan beberapa hari yang lalu."Layla mengernyit. "Benarkah?""Iya, katanya dia mungkin harus
Layla tidak tahu apa semalam itu hanya mimpi atau kenyataan, tetapi melihat Arsen yang tidak mengatakan apa-apa pagi ini, sepertinya itu hanya mimpi. Barangkali, Layla terlalu memikirkan kepulangan pria itu, sampai ia memimpikannya.Layla menyiapkan sarapan di meja makan dan menatap lorong kamar Arsen, menunggu kedatangan pria itu. Ia hanya membuat sarapan sederhana—pancake—karena Arsen tidak makan banyak di pagi hari. Untuk bekalnya, ia membuatkan salad ayam dan tumis brokoli dan jamur. Ia harap Arsen menyukainya. Lalu malam nanti, ia berniat untuk membuat pasta.Ia selalu berusaha untuk melakukan tugasnya dengan baik sebagai seorang ... istri.Layla mengatur pancake di atas piring ketika Arsen akhirnya muncul. Dia tidak memakai dasinya, tetapi malah menyampirkannya di bahunya. Ragu-ragu, pria itu menatap Layla dan gadis itu langsung mengerti.Sepertinya, hal ini akan menjadi kebiasaan.Layla sebenarnya tidak keberatan, hanya saja ketika ia memasang dasi dan Arsen menatapnya, degup j
Layla duduk di ruang tamu setelah membuat pasta. Arsen tidak mengatakan apa-apa tentang lembur, jadi ia berasumsi pria itu akan pulang cepat. Mungkin satu jam dari jam pulang kerja—pukul tujuh, atau mungkin sedikit lebih lama mengingat dia suka bekerja.Layla akan menunggu sampai jam sepuluh untuk makan malam bersama. Ia tidak terlalu berselera makan sendiri, jadi ia memutuskan untuk menunggu Arsen. Tetapi jika sudah lewat jam sepuluh, ia terpaksa akan makan sendiri dan menelepon Arsen untuk menanyakan kepulangannya.Layla mengira bahwa Arsen mungkin juga lebih suka menghabiskan waktunya di kantor, sebab Olivia ada di sana. Ia tahu bahwa Arsen selalu bersikap profesional dalam bekerja, tetapi tetap saja keberadaan sang kekasih pasti akan membuat pria itu lebih bersemangat.Ia meremat jarinya dan menggeleng pelan. Jika ia membiarkan otaknya untuk memikirkan hal itu terus-menerus, ia hanya akan merasa sedih. Dan itu tidak ada gunanya. Akan lebih baik jika ia melakukan hal-hal yang lebih
Pantai telah dipenuhi lautan manusia ketika Arsen dan Layla tiba. Festivalnya dimulai jam enam sore, tetapi para pengunjung katanya sudah berdatangan sejak pukul empat. Sekarang sudah hampir pukul sembilan, sementara peluncuran kembang apinya akan dimulai sebentar lagi.Para pengunjung kebanyakan berkumpul di tepi pantai, duduk berlesehan menggunakan alas piknik yang dibentangkan di atas pasir. Beberapa orang terlihat bermain di tepi laut, bertelanjang kaki dan merasakan gulungan ombak membilas kulit mereka. Ada musik jazz yang diputar dengan volume yang menenangkan di telinga.Stand-stand makanan berjejer di sisi kiri pantai, dikerumuni oleh banyak pengunjung yang antri untuk membeli. Layla tersenyum menatap kumpulan anak-anak yang berlari-lari kecil sambil memainkan lampu led yang berkerlap-kerlip."Apa kau ingin membeli makanan dulu? Atau minuman?" Arsen bertanya seraya menuntun Layla untuk menyeberangi jalan menuju pantai.Keduanya sudah sepakat untuk tidak menonton festival sam
"Oh, kembang apinya akan segera dinyalakan."Para pengunjung mulai bersorak heboh ketika kembang api akan segera diluncurkan. Mereka berbondong-bondong ke pangggung di dekat stand makanan, tempat di mana kembang apinya akan dinyalakan.Suasana pantai yang tadinya tenang oleh musik ballad, kini menjadi riuh karena antusiasme dari pengunjung festival. Mereka seperti semut yang datang bergerombol dan berkerumun pada makanan manis."Ayo cari tempat yang bagus untuk melihat kembang apinya." Arsen tanpa basa-basi meraih tangan Layla untuk digenggam. Ia menatap kerumunan orang di dekat panggung, lalu sisi kanan pantai yang agak sepi."Mm, kau ingin di mana?" Layla bertanya dengan bingung.Ia sebenarnya ingin meminta pada Arsen agar mereka pergi ke tempat yang lebih sepi saja, tetapi bagaimana kalau Arsen ingin bergabung dengan para pengunjung di panggung?Ia tidak mau Arsen mengalah dan memilih menuruti keinginannya. Ia tahu benar itulah yang akan Arsen lakukan jika ia mengatakannya.Layla t