"Kayaknya gue jatuh cinta, Yan." Desis Kelvin sambil berbaring di atas kasur, matanya menatap lurus ke langit-langit kamar. "Ciiee ... Sama calon bini lu? Gas kawin dong!" Balas suara itu setengah mengejek. Kelvin mendecih, ia mendengus kesal. "Calon bini pala lu!" Umpat Kelvin kemudian, "Bukan sama dia!"Terdengar suara orang tersedak dari seberang. Apa yang sedang kampret itu lakukan? Dia tidak bilang kalau dia tadi sedang makan. Kelvin hendak bertanya ketika suara itu lebih dulu terdengar menjawab pertanyaannya. "Gile! Lu bilang apa tadi? Trus dia siapa yang lu maksud, Vin?" Cecar suara itu dengan nada terkejut. "Anak koas di tempat gue, Yan. Sesuai banget sama yang gue mau. Dia idaman gue, Yan, sumpah nggak boong!" Ujar Kelvin apa adanya. "Vin, lu mo kawin! Jangan lupa, Vin!" Bryan memperingatkan, sebuah peringatan yang membuat Kelvin menyeringai. "Yang pengen gue kawin kan nyokap, bukan gue, Yan!" Kembali Kelvin memperjelas. Ia memang belum ingin menikah apalagi dengan Agat
Kelvin melangkah ke parkiran, tepat di saat yang sama ia melihat Namira juga sedang berjalan seorang diri. Dari tas yang ada di punggung, bisa Kelvin tebak gadis itu sudah selesai dan hendak kembali pulang. Kesempatan! Dengan segera Kelvin menyusul langkah Namira, setelah jaraknya sudah dekat, Kelvin memperlambat langkah, bersiap untuk sekedar menyapa gadis pujaan hatinya itu. "Udah beres jaganya? Mau balik?"Namira menoleh, ia nampak terkejut mendapati Kelvin sudah berdiri di sebelahnya. Melihat itu, Kelvin hanya tersenyum simpul. Memamerkan gigi rapi dan putih miliknya dibingkai senyum manis otentik miliknya. "Loh, Dokter? Maaf saya nggak tahu kalau tadi Dok--.""Halah santai. Mau pulang ya? Naik apa?" Potong Kelvin cepat. Namira tersenyum, kepalanya mengangguk pelan. "Sudah, Dok. Ini saya lagi pesen ojek on--.""Batalin! Bareng saya aja!" Kembali Kelvin memotong, bisa dia lihat Namira nampak sangat terkejut. "Hah? Do-Dokter serius?" Ucapnya dengan ekspresi tidak percaya. "B
"Kamu malah udah nonton film-nya, Ra? Gimana? Bagus, nggak?"Namira tengah mengobrol dengan beberapa anak koas dan perawat, malam ini IGD kosong, maklum para koas wangi berkumpul malam ini, jadilah kerjaan mereka hanya nongkrong, makan dan berghibah bersama. "Udah. Bagus pokoknya! Tapi aku nggak bakal kasih bocoran." Ujar Namira dengan senyum lebar."Kamu nonton kapan? Kenapa nggak ajak-ajak?" Tanya Puspa dengan wajah cemberut. Sejenak Namira tertegun. Kenapa nggak ajak-ajak? Bisa geger satu rumah sakit kalau sampai mereka tahu beberapa minggu belakangan ini Namira dan dokter Kelvin punya kedekatan khusus? Bukan, mereka tidak pacaran, hanya saja sering jalan bareng atau sekedar nongkrong berdua. "Ya maaf. Kapan-kapan deh ayo nonton rame-rame." Jawab Namira dengan senyum lebar. Momen-momen bersama Kelvin mendadak berkelebat dalam benaknya. Membuat hati Namira berbunga-bunga dan terasa begitu bahagia. "Yuk ah agendain kapan? Udah suntuk banget aku, perlu hiburan nih!" Anin menggeru
"Bang, jadi ke Jakarta besok?"Kelvin yang tengah menikmati steak yang dia pesan kontan mengangkat wajah, menatap Namira, sang kekasih yang tengah menatapnya dengan tatapan serius. "Jadi. Kan ibu negara yang nyuruh. Kalau sampai nggak balik besok, dijamin habis aku, Yang." Jawab Kelvin mengabaikan sejenak makanannya. "Penting banget ya, Bang? Padahal besok mumpung masuk malam, jadi seharian bisa jalan-jalan." Desis suara itu lesu. Wajah itu nampak murung, membuat Kelvin meletakkan pisau dan garpu lalu meraih tangan Namira dan meremasnya lembut. Iba juga melihat wajah dan ekspresi Namira, tapi mau bagaimana lagi? Besok jadwal Kelvin foto prewedding dan fitting baju pengantin! Bisa habis Kelvin kalau sampai dia tidak pulang. Lebih habis lagi kalau nanti mamanya menyusul kemari dan memergoki Kelvin tengah berpacaran dengan gadis lain. "Penting. Soal masa depan aku ini. Mau bahas kelanjutan PPDS aku ntar." Jawab Kelvin berdusta. Tidak mungkin kan dia terus terang bilang kalau dia pula
"Ini bagus nih, Tha! Cocok banget sama kulit putih kamu!"Agatha hanya nyengir sambil mengangguk. Di hadapannya sudah duduk Dewi dan Handira tentunya. Ditambah satu lagi orang dari MUA yang hendak merias Agatha di hari pernikahannya nanti. Tak lupa, MUA ini juga yang akan merias dia untuk sesi foto prewedding. "Iya, bener nih. Cocok banget buat Kakak. Atau mau yang warna sage? Meskipun udah nggak ngetrend, tapi cantik juga warnanya Kak." Promosi wanita berkacama itu dengan menggebu-gebu. Kembali Agatha hanya nyegir dan menganggukkan kepalanya. Foto gaun dan kebaya dalam katalog itu memang cantik-cantik, hanya saja Agatha sama sekali tidak berminat dengan hari besarnya esok. "Coba nanti nunggu Kelvin dulu, Tha. Dia suka warna yang mana." Gumam Handira sambil tersenyum. Mendengar nama Kelvin, mata Agatha membulat. Mendadak ia punya ide untuk menjahili lelaki menyebalkan itu. "Iya kayaknya harus gitu deh, Ma. Nunggu om-- eh, mas Kelvin dulu." Agatha keceplosan, membuat Dewi dan Handi
"Om, tolongin napa sih!" Agatha menggerutu, gown warna navy itu sungguh sangat menyusahkan! Belum lagi sepatu hak tinggi yang membungkus kaki. Kelvin yang sudah nampak ganteng dan gagah dengan setelan kemeja dan dasi warna senda dengan gown Agatha kontan menoleh. Ia menatap cuek ke arah Agatha yang kesulitan menapaki tangga guna naik ke lantai dua, tempat di mana pemotretan di lakukan. "Makanya, jangan suka menyusahkan diri!" Kelvin mengomel, ia masih menatap Agatha yang kini sudah berada satu tangga lebih rendah dari Kelvin. Gadis itu menatap Kelvin dengan tatapan tak suka. Wajah yang biasanya polos hanya bersalut lipbalm itu kontan melotot kesal. "Menyusahkan diri gimana sih, Om? Ini memang konsep yang dipilih kudu pake gaun kayak gini!" Salak Agatha kesal. "Terserah lah! Sini ayo!" Kelvin mengulurkan tangan yang langsung disambuy oleh Agatha. Kali pertama tangan mereka bersentuhan. Membuat keduanya nampak tertegun sejenak. Mata mereka yang awalnya menatap tangan mereka yang s
"Manis banget mereka, ya?" Bisik Dewi pada Handira. Mereka duduk dan mengawasi jalannya pemotretan kedua sejoli itu. Meskipun awalnya muka mereka jutek, namun lambat laun wajah mereka mencair dan bisa begitu luwes berpose di depan kamera. "Sudah kubilang, mereka berdua itu cocok dan serasi." Balas Handira yang nampak tersenyum puas. "Benar! Semoga kekakuan dan rasa canggung di antara mereka bisa segera mencair." Itu yang Dewi harapkan, mereka berdua akan segera menikah, bagaimana bisa sepasang suami-istri sekaku itu nantinya? "Tidak akan lama, Wi! Percayalah!" Balas Handira penuh percaya diri. Dewi memalingkan wajah, menoleh menatap Handira yang masih menatap keduanya dari tempatnya duduk. Wajah Handira nampak sangat bahagia, membuat Dewi ikut tersenyum dan merasa bahagia. "Lalu dengan proyekmu, kapan kamu akan mu--.""Sssttt!" Handira memotong pertanyaan Dewi, telunjuknya menepel di bibir, sebuah kode untuk Dewi agar tidak melanjutkan kalimatnya. "Jangan bahas itu di sini, Wi.
"Hah? Serius, Ma? Dari siapa?"Wajah Kelvin berubah pucat, jantungnya berdegup dua kali lebih cepat. Nomor terakhir yang tadi Kelvin hubungi sebelum ponselnya berpindah ke tangan Dewi adalah Namira! Dan satu-satunya orang yang mungkin menghubungi Kelvin dengan segera setelah panggilan Kelvin tidak terjawab tadi. "Mana mama tahu, baru mau mama tengok udah mati tuh ponselmu. Low bat."Fiuh!! Rasanya lega luar biasa mendengar jawaban Dewi. Entah benar Namira atau bukan yang tadi menelepon Kelvin, yang penting untuk saat ini dia aman! Tidak bisa dia bayangkan kalau ponsel Kelvin tidak mati dan benar Namira yang menghubungi Kelvin tadi! Dewi pasti ngamuk dan Kelvin terancam gagal lanjut spesialis! "Ada PB nggak, Ma? Charge-in dong hape Kelvin." Mohon Kelvin dengan wajah memelas. "Nggak bawa, Vin. Lagian kamu ini, bisa-bisanya!" Omel Dewi dengan lirikan gemas. "Hehehe ... namanya juga lupa, Ma!" Kelvin nyengir lebar, sangat bersyukur dengan insiden matinya ponsel. Mereka terus melangk