Matthias berdiri atas sebuah kursi, tubuh kecilnya yang basah terbungkus dalam balutan handuk. Wajah mungilnya terangkat menikmati hangatnya pengering rambut yang Dante gunakan. Sepanjang hari Matthias pergi bermain dengan Dante, bepergian ke tempat-tempat yang sudah sering dia kunjungi bersama ibunya, pergi ke kebun binatang, pergi berenang di pantai, terkubur dipasir, bercerita tentang keinginannya untuk mengadopsi seekor anak anjing namun belum mendapatkan izin dari Audrey. Melelahkan, namun energy Matthias masih sangat banyak untuk dia habiskan dihari besok dan besoknya lagi. Dante menikmati waktunya meski Audrey tidak hadir karena sibuk di sekolah. Malam ini, Dante memiliki janji untuk menonton pertunjukan pertama Aurelie bersama keluarganya, juga Audrey. Begitu rambut Matthias telah kering, Dante membawanya pergi keluar dan membantunya untuk berpakaian. “Ayah,” panggil Matthias dengan kedua tangan terangkat, membiarkan Dante memasangkan baju padanya. "Ada apa?" “Menikah
Wajah Dante terangkat, merasakan sapuan hangat sinar matahari memeluk dirinya, pria itu menghirup aroma bunga-bunga yang berguguran di jalanan, udara yang segar dan perubahan-perubahan pembangunan kota yang selama ini tidak sempat disaksikannya. Rasanya seperti mimpi, berdiri tanpa penghalang, tanpa pengawasan. Berkumpul di tempat yang sama bersama orang-orang terkasihnya, seperti dunia akhirnya kembali berputar ke arah yang benar. “Apa yang akan kau lakukan selanjutnya Dante?” tanya Donna ditengah kesunyian yang sedang Dante nikmati. Perlahan Dante membuka matanya, dipandangnya dari kejauhan Matthias yang tengah bermain sepeda dengan Brian. “Aku akan menghabiskan waktu dengan Matthias, kembali bekerja, menunggu Audrey lulus sekolah kedokterannya.” “Apa hanya sebatas itu keinginanmu Nak?” tanya Donna lagi, membuat Dante menengok seketika dan memandangi ibunya dengan penuh tanya. “Kau tidak berencana untuk segera menikah dengan Audrey?” Jari-jari Dante mengusap sudut lututnya,
“Jangan lupa untuk mengirimkan proposalnya yang kita bahas akhir minggu lalu. Aku sangat menantikannya.” “Aku akan segera menghubungi assistantmu,” jawab Dante berjalan santai menjinjing tas besar yang dibawanya. Didalam lapas khusus itu, bukan hanya Dante seorang pengusaha yang terjerat hukum, ada banyak pengusaha lainnya yang terjerat berbagai jenis kasus criminal. Bertahun-tahun saling mengenal, secara tidak sengaja mereka justru menemukan mitra bisnis baru. “Kita akan bertemu lagi dua bulan lagi.” Pria paruh baya yang mengantar Dante itu mengajaknya bersalaman sebelum akhirnya melepasnya pergi, melewati beberapa pintu pengawasan yang membawanya keluar bersama tiga tahanan lainnya yang dijadwalkan bebas hari ini. Derak suara pintu terdengar, hembusan angin menyapu kulit. Dante melangkah dengan jantung berdebar kencang, melewati sedikit demi sedikit jalan yang mengarah pintu besar menjulang tinggi diadapannya. Sebuah pintu kebebasan yang telah lama ia nantikan. Akhirnya, penan
Suara tawa anak-anak terdengar ditaman sekolah. Hari ini Audrey pergi ke taman kanak-kanak untuk mendaftarkan Matthias sekolah, tampaknya Audrey tidak perlu memilih sekolah yang lebih bagus lagi karena Matthias langsung menyukainya. Kepribadiannya yang ceria dan pandai mengakrabkan diri membuat Matthias langsung mendapatkan teman. Audrey duduk disebuah bangku, bersebelahan dengan Aurelie yang menemaninya. Fisik mereka berdua yang sangat identitik telah mencuri perhatian beberapa ornag yang tidak sengaja melihat. Audrey seperti tengah duduk disamping cermin yang bernyawa. Dan uniknya, tidak sembarangan orang bisa membedakan mana dirinya dan yang mana Aurelie. Audrey menghela napasnya dengan senyuman, sangat melegakan bisa melihat anaknya sekolah ditempat yang nyaman dan bebas bermain. Jika diingat kembali dengan masa lalunya, dulu saat Audrey menjelang sekolah taman kanak-kanak, justru Audrey harus duduk di pos tunggu selama bertahun-tahun, menunggu ayahnya selesai bekerja. Betap
Matthias terbaring dibawah hangatnya selimut yang menutupi tubuhnya, wajah mungilnya bergerak kesana-kemari memperhatikan ibunya yang masih sibuk membaca buku."Tidurlah Matthias, besok kita akan mencari sekolah untukmu," tegur Audrey mengetahui tengah diperhatikan.Matthias berguling ke sisi sambil mengucek mata. "Ibu, setelah nanti aku sekolah. Ayah tinggal di sini juga kan?"Perlahan Audrey menurunkan bukunya dan melihat putranya yang tengah menunggu jawaban. Jawaban apa yang harus Audrey sampaikan? Audrey tidak dapat memberikannya harapan yang belum pasti, disisi lain Audrey tidak dapat mengecewakannya lagi dengan sebuah janji baru.Dulu Audrey pernah berjanji pada Matthias bahwa ayahnya akan pulang saat Matthias akan sekolah. Sampai detik ini, hubungan Audrey dengan Dante masih sebatas dua orang dewasa yang saling bekerjasama menjadi figure orang tua yang baik untuk anak mereka. Belum ada kepastian apapun untuk masa depan mereka berdua.Audrey mengerti dengan keinginan Matthias
Empat tahun kemudian.. Gemercing suara lonceng terdengar kala tersapu angin, langit yang kemerahan perlahan gelap gulita. Di rumah kecil itu, lampu-lampu telah menyala menerangi setiap penjuru ruangan yang sederhana. Sebuah rak terpenuhi oleh buku, ada tenda anak di sudut tempat dengan beberapa maianan yang tertata rapi, coretan halus bekas crayoon menghiasi dinding kayu. Di ruangan tamu, Audrey tengah duduk disebuah kursi rotan, tangannya terlihat sibuk mencatat. Audrey, sosoknya yang dulu polos dan lugu, kini berubah seiring dengan perjalanan waktu. Gadis itu telah menjadi perempuan yang mandiri dan dewasa. Seperti apa yang telah dia mimpikan sejak lama, kini Audrey tengah menempuh sekolah kedokterannya, sementara sudaranya Aurelie ditahun ini telah melanjutkan sekolahnya di bidang seni musik. Empat tahun sudah Audrey menempati rumah kecil nan sederhana itu, ada begitu banyak perubahan yang terjadi, meski tidak mudah segalanya semakin membaik seiring dengan berjalannya w