Share

Chapter 3

Author: Asayake
last update Last Updated: 2025-01-27 11:29:32

Di sisi lain, Arman terbaring di ranjang rumah sakit, masih dalam keadaan tidak sadarkan diri. Tubuhnya kurus kering, wajahnya terlihat pucat memiliki banyak cekungan tajam karena kehilangan banyak berat badan.

Audrey yang baru datang, langsung menggenggam tangan Arman dengan penuh kehati-hatian.

Dia ingin menghabiskan sisa-sisa waktu yang dia miliki untuk menatap lekat wajahnya yang akan dirindukan.

Rasanya masih seperti mimpi, menghadapi kenyataan jika Audrey harus pergi meninggalkan Arman tanpa bisa berpamitan dan menceritakan keadaannya.

Audrey harus merahasiakan kepergiannya ke ibu kota.

Merahasiakan pengorbanan yang harus dilakukan untuk kesembuhan Arman. Menyembunyikan segunung ketakutan yang harus disimpan dalam diam.

Ayahnya hanya perlu tahu bahwa Audrey pergi jauh untuk bekerja.

Audrey tertunduk mengecup punggung tangan Arman, menyembunyikan tangisan yang tidak dapat dibendung lagi.

“Aku akan melakukan segalanya untuk Ayah, karena itu aku mohon, segeralah sembuh agar pengorbananku tidak sia-sia,” tangis Audrey penuh permohonan.

***

Perjalanan menuju ibu kota menghabiskan waktu 4 jam.

Sepanjang jalan Audrey masih bertanya-tanya apakah dia telah membuat keputusan yang tepat?

Dengan Audrey pergi meninggalkan kota Lapolez dan menyetujui syarat yang diinginkan Salma, secara tidak langsung masa depan Audrey akan berubah, dia harus siap mengandung di usia yang masih muda, melahirkan anak untuk lelaki asing yang hanya dia kenal sebatas nama.

Sungguh, hati Audrey masih berkecamuk, tidak tahu apakah kini harus menangisi pekerjaan kotornya demi uang, atau mensyukuri uang telah dia dapatkan.

Harusnya, Audrey tidak perlu takut karena saat ini dia akan bersama ibunya. Namun entah mengapa, insting Audrey tetap merasakan ada sesuatu yang tidak beres.

Ketika sampai di airport, Audrey dan Angela pergi secara terpisah. Audrey langsung diantar pergi ke sebuah apartemen untuk beristirahat.

Selama di apartemen, beberapa jam sekali Audrey selalu kedatangan tamu yang diutus oleh Salma.

Mereka ditugaskan untuk memberikan perawatan dari ujung kaki hingga ujung kepala selama berjam-jam agar Audrey sempurna seperti Aurelie, kembarannya.

Semua orang yang diutus Salma sangat berbakat, melalui tangan-tangan mereka yang profesional, cukup dengan dua hari perawatan, mereka telah berhasil membuat Audrey malu menatap cermin karena tidak mengenali dirinya sendiri.

Dengan uang, Audrey yang kumal seperti gelandangan menjadi bersinar seperti nona muda yang hidup dalam kemakmuran.

Dua hari tinggal di apartemen, semua orang yang datang bertamu adalah orang asing, ibunya masih belum menunjukan diri ataupun mengajak Audrey berbicara melalui telepon.

Meski begitu, Audrey tidak mengeluh. Dia selalu mengingatkan dirinya sendiri agar selalu tahu diri.

Hanya saja, di hari ketiga, pagi-pagi sekali dua orang asing datang ke apartemen membawa alat rias bersama beberapa set pakaian, mereka mendandani Audrey tanpa memberi penjelasan apapun.

“Sudah saya duga, Anda memang sangat cantik,” puji penata rias tersenyum puas.

Audrey mengenakan dress biru muda selutut, rambut panjangnya yang berwarna hitam legam terurai membingkai wajah mungil bermata zamrud.

Mendengar itu, Audrey tersipu malu, mengusap permukaan dress yang begitu lembut dan nyaman di kulitnya.

Mungkin ini salah satu pakaian terbaik yang pernah Audrey kenakan dalam hidupnya selain seragam sekolahnya.

“Nyonya datang,” kata Lizy segera membereskan alat-alat make up yang berserakan.

Deg!

Tubuh Audrey menegak, jantungnya berdebar kencang menantikan pertemuannya dengan Salma, sosok ibu yang selama ini tidak Audrey kenali wajahnya.

Audrey melihat ke arah pintu kamar dengan gugup–mendengar suara langkah sepatu yang semakin dekat.

Tidak berapa lama, munculah sesosok wanita paruh baya berdiri di ambang pintu, dia begitu cantik terbalut dalam pakaian berwarna hitam menenteng sebuah tas.

Kulit Audrey meremang, berpandangan dengan sepasang mata zamrud milik Salma.

‘Itukah Ibuku?’ batin Audrey.

Bibir mungil Audrey terangkat, berusaha memberanikan diri menyapa Salma yang tidak pernah dia jumpai setelah delapan belas tahun lamanya berpisah.

“Cepat, aku tidak mau terlambat,” perintah Salma dengan dingin memecah keheningan.

Audrey terhenyak kaget.

Ada sakit yang menelusup masuk ke dalam dada melihat Salma yang bersikap seolah pertemuan ini tidak memiliki arti apapun untuknya.

Salma berbalik pergi, tanpa sedikitpun menyapa ataupun menunjukan sebuah kerinduan yang perlu diobati pada seorang putri yang telah lama dia tinggalkan karena perselingkuhannya.

Dengan berat, Audrey beranjak dari tempat duduknya–keluar kamar dan menghampiri Salma.

Dada Audrey sesak, merasakan ada sebuah tembok tinggi yang membatasi mereka berdua. Di tempat ini, mereka seperti dua orang asing yang dipertemukan untuk kepentingan pekerjaan, ikatan darah yang mengalir seperti sudah tidak ada artinya lagi.

Apakah sekarang Audrey juga harus memanggil Salma dengan panggilan nyonya?

Salma bersedekap, meneliti sosok Audrey dari ujung kaki hingga ujung kepala, begitu mirip dengan Aurelie. Salma yakin, tidak ada satu orangpun yang akan bisa membedakan keduanya.

Kondisi Audrey yang kurus justru bisa dijadikan alasan mengapa Aurelie pergi kabur.

Salma tiba-tiba mendekati Audrey. “Mulai detik ini, kau adalah Aurelie yang lupa ingatan. Lakukan tugasmu dengan baik tanpa bertanya apapun yang sebenarnya terjadi, jangan pernah coba-coba untuk memberitahu siapapun bahwa kau adalah kembaran Aurelie, kau tidak diizinkan pergi sebelum melahirkan anak untuk Dante. Mengerti?”

Audrey mengangguk dengan berat, tidak mampu menatap sepasang mata Salma yang dingin.

“Kita pergi sekarang.” Salma melenggang pergi diikuti oleh langkah terantuk-antuk Audrey yang berusaha berjalan secepat yang dia bisa agar tidak tertinggal.

***

Jemari Audrey saling bertaut di pangkuan, duduk dalam ketegangan melihat lalu lalang kendaraannya yang memenuhi jalanan.

Tidak ada percakapan apapun yang terjadi.

Salma sibuk dengan handphonenya sendiri–sama sekali tidak menunjukan minat untuk berbicara dengan Audrey.

Sekarang Audrey cukup mengerti mengapa selama ini Salma tidak pernah sekalipun berusaha untuk berkunjung ataupun menghubunginya.

Sepertinya, Audrey tidak memiliki tempat di hati ibunya itu.

Mungkin bagi Salma, karena putrinya kembar identik, melihat Audrey sama saja seperti melihat Aurelie.

Lantas, apakah pantas Audrey diperlakukan sedingin ini oleh ibunya?

Audrey dengar, seorang ibu adalah pemilik cinta paling murni bagi anak-anaknya. Tapi mengapa Audrey tidak merasakan sedikitpun kehangatan dimata ibunya?

“Di mana Aurelie?” tanya Audrey memecah keheningan.

“Dia pergi entah kemana, karena itu aku membutuhkan bantuanmu,” jawab Salma menggantung. Wanita itu menutup handphonenya dan melihat Audrey sepenuhnya, “Kuharap kau melakukan tugasmu dengan baik.”

Audrey meremas dress-nya dengan kuat, menatap lekat wajah Salma. “Apa kita akan sering bertemu?”

“Jika dibutuhkan, kita akan bertemu.”

“Pernahkah Anda, sedikit saja memikirkan atau merindukan saya?” tanya Audrey lagi, masih berharap ada setitik perhatian yang bisa dia terima dari ibunya sebelum mereka berpisah lagi.

Salma terdiam, terlihat begitu kesulitan untuknya menjawab sebuah pertanyaan sederhana dari Audrey.

Salma membuang muka, melihat rumah besar berlantai dua menghadap ke arah sungai Aldes yang berwarna biru jernih.

“Kita sudah sampai,” ucap Salma mengabaikan pertanyaan Audrey.

Semakin mobil mendekat ke rumah itu, dapat Audrey lihat ada seorang pria berdiri tegap di anak tangga, terbalut dalam setelan formal berwarna hitam. Pria itu memiliki pahatan wajah sempurna dengan rambut berwarna coklat dan mata biru.

Pria itu menempatkan tangannya di belakang punggung, menanti kedatangan Salma untuk membawa kembali putri kesayangannya yang sempat kabur satu minggu lalu.

“Dia Dante Arnaud, lelaki yang menginginkan seorang bayi dari Aurelie. Mulai hari ini kau akan tinggal di rumah ini sampai berhasil melahirkan seorang anak untuknya. Bersikaplah tenang seolah kau sudah lama mengenalnya,” perintah Salma sebelum keluar dari mobil.

Beberapa kali Audrey mengatur napasnya, mengumpulkan banyak keberanian untuk keluar dari mobil.

Audrey tertunduk dengan langkah gemetar takut, tidak berani membalas tatapan Dante.

Dia terintimidasi oleh tajamnya sorot mata Dante, tatapannya seolah tengah menghakimi Audrey seperti seorang pendosa besar.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Elis Sulistianty
nah tar klo Nina ninu ketawan dong kan Masi perawan si Audrey nya
goodnovel comment avatar
ORTYA POI
Ibu haruskah anak dikorbankan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kontrak Rahim Pengganti untuk Sang Pewaris   Chapter 186

    Jach menghela napasnya dengan berat, memandangi rumah Audrey yang kosong sejak empat hari lalu. Setiap hari Jach datang untuk memeriksa, namun Audrey tidak kunjung terlihat, Audrey tidak bisa dihubungi, terakhir kali Audrey memberinya kabar empat hari lalu melalui pesan suara singkatnya. ‘Aku ingin pergi sejenak Jach, tidak perlu dicari. Jangan khawatir, aku hanya butuh waktu untuk berpikir.’ Pesan singkat itu Jach pikir hanya sebatas pemberitahuan biasa, sama seperti saat dia berpamitan untuk menemui Matthias di rumah sakit agar Jach tidak salah paham. Jach tidak menyangka bahwa pesan singkat itu justru membawa Audrey pergi lebih dari satu hari lamanya. Jach telah masuk kedalam rumah itu, tidak ada satupun hal yang aneh, semuanya tertata rapi dan Audrey pergi membawa tasnya dengan beberapa pasang pakaian, masalahnya Audrey mematikan handponenya sehingga tidak bisa dihubungi dengan cara apapun. Entah kemana perginya Audrey sekarang, Jach merasa jika kini gadis itu sedang

  • Kontrak Rahim Pengganti untuk Sang Pewaris   Chapter 185

    "Menurutmu aku ini cantik atau tidak?" tanya Aurelie mendesak.Dante mendengus kesal, sepanjang malam dia dan Audrey menunggu Matthias yang tengah sakit. Bisa-bisanya pertanyaan pertama yang terucap dari mulut Aurelie sesuatu yang sama sekali tidak ada hubungannya denga Matthias."Kau datang sejauh ini hanya untuk bertanya omong kosong ini padaku!" tegur Dante. "Lihatlah Matthias di dalam! Dia tengah sakit karena permen yang kau masukkan kedalam mulutnya."Aurelie mengerjap, teguran keras Dante mengingatkan alasan utamanya datang ditengah malam ke rumah sakit.Untuk Matthias..Pandangan Aurelie langsung tertuju pada dinding kaca yang memperlihatkan segalanya. Matthias yang berada diranjangnya, Audrey yang meringkuk di sofa, pandangan Aurelie berpindah pada Dante yang masih berdiri dihadapannya.Berkali-kali Aurelie melihat mereka bergantian dengan renungan. Lalu dilihatnya diri sendiri yang terpantul dalam bayangan dengan tangan gemetar, siapapun yang melihatnya, mereka pasti akan tah

  • Kontrak Rahim Pengganti untuk Sang Pewaris   Chapter 184

    “Kupegang kata-katamu Jach!” ucap Aurelie terdengar seperti ancaman.Jach mulai berbalik sepenuhnya dan menutup pintu mobil, pria menghadap Aurelie sekali lagi. Awalnya dia tidak ingin membuang waktu untuk bicara dengan Aurelie, namun sepertinya dia perlu menuntaskan sesuatu dan membuat perubahan agar berhenti berlarut-larut dalam ketidak pastian.Semua hal harus kembali pada tempatnya masing-masing.“Bagaimana denganmu sendiri Aurelie?” Jach balik bertanya, “apa kau yakin, kau ingin membuat Audrey dan Dante bersama?”Kepala Aurelie sedikit memiring, gadis itu sedang mencoba memahami akan kemana arah perkataan Jach selanjutnya jika dia menjawab. “Kau tidak memiliki perasaan apapun pada Dante setelah belasan hari kau menghabiskan waktu bersama dengannya?” tanya Jach sekali lagi, menguji kejujuran Aurelie yang hanya bisa dilihat dari sorot matanya.Deg!Kini giliran Aurelie yang dibuat terguncang oleh pertanyaan Jach. Apakah Aurelie memiliki perasaan pada Dante?Belasan hari setelah ti

  • Kontrak Rahim Pengganti untuk Sang Pewaris   Chapter 183

    Menyadari kedatangan Jach, Aurelie bergeser menjaga jarak, pria selalu membuatnya tidak nyaman karena intimidasi liar yang tidak terucap. Jach menyapukan pandangannya, melihat penampilan Aurelie yang hanya mengenakan gaun tipis dan sandal berbulu, tubuhnya bergerak gelisah dan matanya yang liar berusaha menghindari kontak mata menyiratkan bahwa dia sedang mengalami masalah. Perhatian Jach terpusat pada tangan kecilnnya yang gemetar memegang cerutu agar tidak jatuh dari genggaman. “Bagaimana kabar Matthias?” tanya Aurelie. “Baik-baik saja, tidak ada yang perlu kau khawatirkan,” jawab Jach menggantung, “harusnya kau masuk ke dalam, jika terlalu lama disini, kau akan bergabung dengan pasien lain karena hipotermia.” “Tutup mulutmu,” geram Aurelie kesal, dia sedang risau dan tidak berani menghadap Dante maupun Audrey, dengan entengnya Jach memintanya masuk. Jach berdecih menatap dingin, lebih dingin dari dinginnya salju yang berjatuhan. “Apa kau tidak bosan dan ingin terus se

  • Kontrak Rahim Pengganti untuk Sang Pewaris   Chapter 182

    Aurelie tertidur lelap dilantai tanpa alas, cuaca dingin yang menusuk tampaknya tidak begitu berpengaruh padanya yang telah mendapatkan obat.Ditengah kesunyian kamarnya yang tenang, sekelebat bayangan bergerak diremang-remang cahaya, mendekat kearahnya degan hati-hati.Bayangan itu semakin mendekat, terlihat ada tangan yang mengeluarkan sesuatu dari balik punggung dan terayun, tepat saat bayangan itu hendak melakukan sesuatu, mata Aurelie terbuka dan langsung bangun dengan waspada, mencengkram tangan orang asing itu dan menahannya untuk tidak melakukan apapun.Aurelie sudah terbiasa diborgol dan mendapatkan berbagai perlakuan, sesuatu yang berbahaya seperti ini sudah menjadi bagian dari hidupnya.“Siapa kau?” tanya Aurelie dengan teriakan.Cengkraman erat Aurelie ditepis kasar, tubuhnya didorong mundur hingga tersungkur mundur.Bayangan itu menjauh dan berlari, Aurelie bangkit ke dinding menyalakan seluruh lampu. Anehnya lampu tidak kunjung menyala hingga butuh waktu berkali-kali me

  • Kontrak Rahim Pengganti untuk Sang Pewaris   Chapter 181

    “Bagaimana kabarmu Audrey?” tanya Dante telah duduk disisi Audrey yang masih memangku Matthias.Wajah Audrey terangkat melihat pantulan bayangan mereka di jendela, terlihat tenang tidak lagi ada ketegangan. “Seperti yang kau lihat, meski sulit, perlahan aku membaik.”Samar Dante tersenyum, dapat dia lihat pipi Audrey yang kembali terisi meski masih tergolong kurus, sorot matanya yang selalu sendu menyimpan banyak beban telah sedikit lebih hidup. Dante sadar, Audrey pasti mulai menemukan kebahagiaannya sejak hidup terbebas darinya yang selalu terhenti mengukir luka.Tapi, apa boleh Dante masih berharap mereka memulai hubungan baru suatu hari nanti? Hubungan yang dibangun dengan cara yang baik dan bertujuan baik.Dante sadar dia telah melakukan banyak kesalahan, dia sedang belajar dan berusaha memperbaiki diri. Tetapi hati terdalamnya tidak dapat membohongi diri bahwa memiliki keinginan yang begitu kuat untuk bisa bersama Audrey."Aku turut berduka cita atas kepergian ayahmu."Audrey t

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status