Tanpa tahu apa yang terjadi, Audrey kini tengah terperangah takjub kala memasuki kamar yang akan ditempati.
Ruangan yang disebut kamar itu lebih luas dari gubuk tempatnya tinggal bersama Arman! Di dalam kamar itu, barang-barang milik Aurelie juga sudah tertata rapi, sehingga Audrey tidak perlu menggunakan pakaian dekilnya lagi. Dengan riang Audrey melompat naik ke ranjang yang luas, berguling-guling diatas atas lembutnya sprei. Sejenak menikmati sesuatu yang selama ini tidak pernah dia dapatkan dalam hidupnya. Andai saja Arman ada disini, dia pasti tidak akan lagi sakit sebadan-badan karena tidur diranjang sekeras batu. Tanpa sadar Audrey tertawa, berpikir bahwa kini dia sedang terjebak dalam negeri dongeng. Dibandingkan seperti sedang disandera, justru Audrey merasa seperti sedang menikmati liburan mewah di sebuah hotel. Brak! “Setelah kehilangan kebebasan dan ingatan, apa sekarang kau sudah mulai gila?” Suara dingin Dante berhasil menghentikan tawa Audrey, perlahan gadis itu bangkit dan duduk di sisi ranjang. Suasana kamar berubah menjadi sunyi senyap. Audrey meremas permukaan ranjang dengan kuat, menatap waspada Dante yang menutup pintu dan menguncinya, pria itu melangkah mendekat ke arahnya. “Apa yang kau lakukan?” tanya Audrey bernapas berat. “Tentu saja menuntut tugasmu yang tertunda,” jawab Dante dengan tatapan merendahkan. Deg! Wajah Audrey berubah pucat pasi, jantungnya mulai berdebar kencang diserang kepanikan yang tidak mudah dikendalikan. Audrey bergeser menjauh dari jangkauan, namun Dante sudah lebih dulu menangkap pergelangan kakinya dan menarik Audrey untuk kembali mendekat. Audrey menggeleng dan mulai menangis, tubuhnya menggigil ketakutan tidak dapat melepaskan kakinya dari cengkraman kasar Dante. “Aku mohon, jangan!” rintih Audrey memohon belas kasihan. Sayangnya, permohonan Audrey tidak ada artinya bagi Dante, pria itu tidak bergeming, mencengkram lebih kuat kaki Audrey setiap kali gadis itu memberontak berusaha melepaskan diri. Isak tangisan Audrey terdengar, tubuh kecilnya menggigil tidak lagi mampu melawan kekuatan Dante. “Tolong!” teriak Audrey beberapa kali, pandangannya mengabur berkabut lapisan air mata yang terus berjatuhan. Tidak ada yang datang, tidak ada yang menolongnya. Detik demi detik waktu berjalan begitu mencekam… Mencabik jiwa Audrey yang polos dan lugu. Dante tidak memiliki sedikitpun belas kasihan, dengan kasar dia meraih kedua tangan Audrey dan mengikatnya dengan simpul kain yang telah disiapkan. Audrey menggeleng dengan berat dalam keadaan tangan yang sudah terikat, tidak memiliki banyak kemampuan untuk memberontak dari ketakutan yang semakin mencekiknya. “Jangan! Aku mohon,” lirih Audrey berderai air mata, dengan lemah tubuhnya menggelinjang berusaha keras untuk melepaskan diri. “Diam!” bentak Dante menggema, diraihnya wajah Audrey dengan satu cengkraman, lalu mengikat mulutnya dengan simpul yang lain agar Audrey yang Dante kira Aurelie itu berhenti bersuara dan berhenti mengganggu pendengarannya. Lengkap sudah, kini bukan hanya tangannya saja yang terpenjara, mulutnya pun ikut dibungkam. Dada Audrey sesak dan sakit, gadis itu mulai pasrah dan hanya bisa meratap tidak berdaya. Derai air mata yang berjatuhan menjadi saksi bisu bagaimana Dante Arnaud, lelaki kejam itu mulai melakukan tindakan tidak manusiawinya. Mengoyak pakaiannya Audrey, tidak peduli meski itu membuat kulitnya terluka, menggaulinya dengan cara kasar, menulikan setiap rintihan kesakitan Audrey yang menderita diperlakukan seperti benda mati yang tidak berperasaan. Tenggorokan Audrey mengering, matanya menatap nyalang langit-langit kamar yang beberapa kali mengabur dari pandangan. Gadis itu kembali merintih putus asa, meratapi kehancuran masa depannya. Kehormatannya, kesuciannya telah direnggut dengan cara yang sadis. Menorehkan sebuah luka dalam yang tidak akan pernah bisa Audrey lupakan sepanjang hidupnya. Dunianya serasa runtuh, detik demi detik pergaulannya dengan Dante dia lalui hanya dengan merapalkan permohonan agar semuanya segera usai. Audrey yang malang, dia terlalu lugu menerima tawaran wanita yang selama ini dia sebut sebagai ibu. Audrey tidak menyadari bahwa dunia ini sangat kejam, harusnya Audrey bisa menyadari ketidak tulusan ibunya sejak pertama kali dia menerima telepon dan membicarakan syarat. Seorang ibu tidak mungkin menjerumuskan anaknya pada seseorang yang akan menghancurkan hidupnya. Andai waktu bisa kembali diputar, Audrey akan menjual ginjalnya kepada siapapun demi ayahnya dibandingkan harus menjual kehormatannya. Mengapa harus kehidupan seperti ini yang Audrey jalani? Apa sebenarnya dosa yang telah dia perbuat hingga harus melalui kemalangan seperti ini? Lebih menyakitkannya lagi, orang yang telah menjerumuskannya kedalam neraka ini adalah ibunya. Perlahan mata Audrey terpejam, bernapas dengan lemah dan mulai kehilangan kesadarannya, tidak lagi mampu menahan sakit yang semakin parah. Melihat tubuh Audrey yang jatuh tersungkur tidak sadarkan diri, Dante menghentikan aktivitasnya, masih dengan sikap dingin dan tidak berperasaan pria itu merapikan pakaiannya lagi. Sekilas pria itu melihat tubuh kurus Audrey meringkuk dengan kedua tangan dan mulut terikat. Dia terlihat rapuh dan tidak berdaya dalam keadaan pingsan bercak merah yang tertinggal di atas permukaan sprei. Dante melepaskan ikatan di mulut dan tangan Audrey, pria itu menemukan ada jejak biru yang tertinggal di pergelangan tangan akibat gesekan. Dante perlahan mundur menjauh dan membaringkan diri di sofa, menenangkan tubuhnya yang masih panas berada dipuncak gairah yang belum tertuntaskan karena Audrey terjatuh pingsan. Deru napas kasar tidak beraturan terdengar di keheningan. Dante menutupi matanya yang terpejam di bawah siku tangan, pria itu tengah berusaha menyingkirkan sebuah bayangan yang berhasil mengusiknya pikiran perasaannya. Dante baru sadar bahwa gadis yang telah digaulinya adalah seorang perawan. Tapi bagaimana bisa?Dante mengenal Aurelie Harper bukan hanya hari ini saja, lebih dari lima tahun lamanya Dante mengenal Aurelie dan mengetahui setiap kebiasaan kotornya.
Aurelie Harper bukan hanya sekadar gadis yang manja dan pembuat onar.Dia juga seorang jalang yang selalu mengandalkan kecantikannya untuk mendekati berbagai pria.
Bahkan, Aurelie sudah beberapa kali terlibat skandal dengan pria dan menjalin hubungan liar dengan mereka--termasuk dengan adik Dante!
“Sebenarnya, permainan apa lagi yang ingin dilakukannya?” geram Dante.Audrey melangkah ringan tanpa beban, membawa sebuah kelegaan yang telah mencair setelah sekian lama mengendap, terombang-ambing dalam kebimbangan yang begitu besar dan harus dia simpan dalam diam.Perasaannya pada Jach begitu besar sampai sulit untuk Audrey ungkapkan dengan kata, Audrey telah berusaha melupakannya sedikit demi sedikit dalam proses yang begitu panjang.Bahkan ketika Dante telah bebas dari penjara, Audrey masih ragu untuk mengakui bahwa rasa didalam hatinya telah terhapus sepenuhnya.Malam ini, Audrey kembali bertemu dengan Jach..Saat mata mereka saling berjumpa, masih bisa Audrey rasakan kehangatan yang hidup didalam hatinya, namun tanpa debaran seperti sebuah cinta yang dulu pernah ada.Kehangatan yang masih hidup itu ternyata arti dari tali sebuah pertemanan yang tidak akan pernah terputus.Audrey telah memberanikan diri untuk berbicara dengannya dan kembali memastikan, sampai akhirnya Audrey menemukan sebuah jawaban, bahwa ternyata kini perasaannya pada Jach telah
Suara keramaian masih terdengar setelah pertunjukan berakhir, Aurelie yang berada di belakang panggung tersenyum lebar memeluk begitu banyak bunga sambil berbincang dengan teman-temannya.Setelah urusannya selesai, Aurelie menghampiri Audrey dan yang lainnya yang telah cukup lama menunggu untuk mengucapkan selamat atas pertunjukan perdananya yang berjalan tanpa hambatan“Kita akan harus makan malam bersama untuk merayakannya,” seru Brian disambut persetujuan Donna."Kebetulan sekali aku sangat lapar," jawab Aurelie.“Kalian duluan, aku mau berbicara sebentar dengan Audrey,” ucap Dante terdengar ragu namun tetap dia ungkapkan juga.Donna dan Aurelie saling berpandangan, mereka yang mengerti dengan apa yang terjadi akhirnya membawa Matthias untuk menjauh sejenak dari kedua orang tuanya."Nanti menyusul-lah ke restaurant Victoria, kami akan menunggu disana," ucap Brian sebelum akhirnya pergi menyusul Donna dan yang lainnya.Audrey mengamati satu per satu orang yang berlalu pergi, lalu me
Matthias berdiri atas sebuah kursi, tubuh kecilnya yang basah terbungkus dalam balutan handuk. Wajah mungilnya terangkat menikmati hangatnya pengering rambut yang Dante gunakan. Sepanjang hari Matthias pergi bermain dengan Dante, bepergian ke tempat-tempat yang sudah sering dia kunjungi bersama ibunya, pergi ke kebun binatang, pergi berenang di pantai, terkubur dipasir, bercerita tentang keinginannya untuk mengadopsi seekor anak anjing namun belum mendapatkan izin dari Audrey. Melelahkan, namun energy Matthias masih sangat banyak untuk dia habiskan dihari besok dan besoknya lagi. Dante menikmati waktunya meski Audrey tidak hadir karena sibuk di sekolah. Malam ini, Dante memiliki janji untuk menonton pertunjukan pertama Aurelie bersama keluarganya, juga Audrey. Begitu rambut Matthias telah kering, Dante membawanya pergi keluar dan membantunya untuk berpakaian. “Ayah,” panggil Matthias dengan kedua tangan terangkat, membiarkan Dante memasangkan baju padanya. "Ada apa?" “Menikah
Wajah Dante terangkat, merasakan sapuan hangat sinar matahari memeluk dirinya, pria itu menghirup aroma bunga-bunga yang berguguran di jalanan, udara yang segar dan perubahan-perubahan pembangunan kota yang selama ini tidak sempat disaksikannya. Rasanya seperti mimpi, berdiri tanpa penghalang, tanpa pengawasan. Berkumpul di tempat yang sama bersama orang-orang terkasihnya, seperti dunia akhirnya kembali berputar ke arah yang benar. “Apa yang akan kau lakukan selanjutnya Dante?” tanya Donna ditengah kesunyian yang sedang Dante nikmati. Perlahan Dante membuka matanya, dipandangnya dari kejauhan Matthias yang tengah bermain sepeda dengan Brian. “Aku akan menghabiskan waktu dengan Matthias, kembali bekerja, menunggu Audrey lulus sekolah kedokterannya.” “Apa hanya sebatas itu keinginanmu Nak?” tanya Donna lagi, membuat Dante menengok seketika dan memandangi ibunya dengan penuh tanya. “Kau tidak berencana untuk segera menikah dengan Audrey?” Jari-jari Dante mengusap sudut lututnya,
“Jangan lupa untuk mengirimkan proposalnya yang kita bahas akhir minggu lalu. Aku sangat menantikannya.” “Aku akan segera menghubungi assistantmu,” jawab Dante berjalan santai menjinjing tas besar yang dibawanya. Didalam lapas khusus itu, bukan hanya Dante seorang pengusaha yang terjerat hukum, ada banyak pengusaha lainnya yang terjerat berbagai jenis kasus criminal. Bertahun-tahun saling mengenal, secara tidak sengaja mereka justru menemukan mitra bisnis baru. “Kita akan bertemu lagi dua bulan lagi.” Pria paruh baya yang mengantar Dante itu mengajaknya bersalaman sebelum akhirnya melepasnya pergi, melewati beberapa pintu pengawasan yang membawanya keluar bersama tiga tahanan lainnya yang dijadwalkan bebas hari ini. Derak suara pintu terdengar, hembusan angin menyapu kulit. Dante melangkah dengan jantung berdebar kencang, melewati sedikit demi sedikit jalan yang mengarah pintu besar menjulang tinggi diadapannya. Sebuah pintu kebebasan yang telah lama ia nantikan. Akhirnya, penan
Suara tawa anak-anak terdengar ditaman sekolah. Hari ini Audrey pergi ke taman kanak-kanak untuk mendaftarkan Matthias sekolah, tampaknya Audrey tidak perlu memilih sekolah yang lebih bagus lagi karena Matthias langsung menyukainya. Kepribadiannya yang ceria dan pandai mengakrabkan diri membuat Matthias langsung mendapatkan teman. Audrey duduk disebuah bangku, bersebelahan dengan Aurelie yang menemaninya. Fisik mereka berdua yang sangat identitik telah mencuri perhatian beberapa ornag yang tidak sengaja melihat. Audrey seperti tengah duduk disamping cermin yang bernyawa. Dan uniknya, tidak sembarangan orang bisa membedakan mana dirinya dan yang mana Aurelie. Audrey menghela napasnya dengan senyuman, sangat melegakan bisa melihat anaknya sekolah ditempat yang nyaman dan bebas bermain. Jika diingat kembali dengan masa lalunya, dulu saat Audrey menjelang sekolah taman kanak-kanak, justru Audrey harus duduk di pos tunggu selama bertahun-tahun, menunggu ayahnya selesai bekerja. Betap