Share

BAB 9 - Hari-Hari Buruk Itu Datang Lagi

Semua tampak sama saja. Karina mengamati setiap sudut sekolah. Dia menghindari tatapan-tatapan aneh yang diberikan oleh siswa lain sepanjang koridor menuju kelas. Mengapa kabar bohong itu menyebar cepat? Siapa yang menaruh dendam? Karina menggelengkan kepala, tetap coba berpikir positif. Toh ada Milli yang berada di sampingnya memasang badan.

“Lo akhirnya berani masuk juga?” Amanda melipat tangannya di depan dada. Ekspresinya penuh maksud, seulas senyum keluar dari bibirnya yang tebal. “Ya ampun, lo harusnya pakai apa kek, masker, atau semacamnya. Lo mau nularin satu sekolahan?”

Karina dan Mili saling pandang. Mili memasukan untaian rambut ke balik telinga. “Apa? Lo ngomong apa barusan?”

Amanda menyipitkan mata. “Sebentar, jangan-jangan lo udah tertular juga. Lo kan temen sebangkunya. Hiiii.......”

“Lo jangan asal ngomong deh Amanda, ketua cheerleader yang seminggu lalu beli tas sama kayak punya gue! Iwww.....”

“Mili.” Karina menarik lengan Mili, mengajaknya untuk meninggalkan gerbang sekolah, dan masuk ke dalam kelas.

Mili melepas tarikan Karina. “Nggak bisa gitu, Kar. Dia tuh dari dulu emang selalu ngajak gue berantem.”

“Udah ah, entar malah banyak yang ikutan, Mil. Kamu tahu sendiri, Amanda mulutnya kayak apa. Circle dia kayak gimana.” Karina kembali menarik lengan Mili.

“Tapi Kar ngg.......”

Tiba-tiba satu buah paper bag mendarat di dekat kaki Karina.

“Hei, Kar!” Anggota cheerleader lain menghampiri Karina. “Itu buat lo.”

Amanda memasang wajah sedih. “Gue sama anak-anak udah nyiapin itu buat lo. Gue tahu hidup lo berat, siapa sih yang bisa bertahan lama karena AIDS? Di situ ada segala macam yang mungkin lo butuhin. Ada masker supaya virus lo nggak nular, ada aneka sabun supaya lo tetep steril, ada tabung oxygen kecil yang bisa bantu lo kalau lo tiba-tiba sesak napas, ada.....”

Oh damn, mau kalian apa, sih?” Mili menendang paper bag.

Sebenarnya sejak tadi Karina menahan air matanya. Hal serupa benar-benaer terulang kembali. Tanpa menunggu Amanda menjawab pertanyaan, dia menarik lengan Mili kencang, kemudian secepatnya membawa Mili masuk ke dalam kelas. Menyudahi pembicaraan yang akan terus membuat hatinya sakit.

“Kalau lo nggak tahan gue, gue udah tampar tuh muka belagu Amanda! Sumpah! Bule gila!” Mili duduk di bangkunya. Seketika dia menutup hidungnya dengan tangan. “Eh, bentar, lo bisa cium bau nggak enak, nggak,  Kar? Kok gue kecium ya? Amis gitu dan kayak bau apa gitu. Ugh..”

Karina menaruh tas di atas meja. Dia memerhatikan ke sekeliling. “Iya, Mil. Aku juga kecium bau nggak enak.”

“Baunya sih dari......” Mili menutup hidung dan bergerak, gintip laci meja, diikuti Karina.

“AAAAHHHHKKK!!” Sontak mereka berteriak kencang bersamaan, jantung mereka berdegup tidak teratur.

Cepat-cepat mereka loncat, menjauhi bangku. Setelah itu mereka saling pandang ketakutan, merasa tidak percaya. Perut mereka bergejolak mengeluarkan rasa mual yang tidak dapat diutarakan. Serta rasa takut melihat kembali apa yang ada di laci meja untuk memastikan.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status