Home / All / Kotak Itu Berbicara / BAB 9 - Hari-Hari Buruk Itu Datang Lagi

Share

BAB 9 - Hari-Hari Buruk Itu Datang Lagi

Author: Amelia N
last update Last Updated: 2021-11-01 20:04:58

Semua tampak sama saja. Karina mengamati setiap sudut sekolah. Dia menghindari tatapan-tatapan aneh yang diberikan oleh siswa lain sepanjang koridor menuju kelas. Mengapa kabar bohong itu menyebar cepat? Siapa yang menaruh dendam? Karina menggelengkan kepala, tetap coba berpikir positif. Toh ada Milli yang berada di sampingnya memasang badan.

“Lo akhirnya berani masuk juga?” Amanda melipat tangannya di depan dada. Ekspresinya penuh maksud, seulas senyum keluar dari bibirnya yang tebal. “Ya ampun, lo harusnya pakai apa kek, masker, atau semacamnya. Lo mau nularin satu sekolahan?”

Karina dan Mili saling pandang. Mili memasukan untaian rambut ke balik telinga. “Apa? Lo ngomong apa barusan?”

Amanda menyipitkan mata. “Sebentar, jangan-jangan lo udah tertular juga. Lo kan temen sebangkunya. Hiiii.......”

“Lo jangan asal ngomong deh Amanda, ketua cheerleader yang seminggu lalu beli tas sama kayak punya gue! Iwww.....”

“Mili.” Karina menarik lengan Mili, mengajaknya untuk meninggalkan gerbang sekolah, dan masuk ke dalam kelas.

Mili melepas tarikan Karina. “Nggak bisa gitu, Kar. Dia tuh dari dulu emang selalu ngajak gue berantem.”

“Udah ah, entar malah banyak yang ikutan, Mil. Kamu tahu sendiri, Amanda mulutnya kayak apa. Circle dia kayak gimana.” Karina kembali menarik lengan Mili.

“Tapi Kar ngg.......”

Tiba-tiba satu buah paper bag mendarat di dekat kaki Karina.

“Hei, Kar!” Anggota cheerleader lain menghampiri Karina. “Itu buat lo.”

Amanda memasang wajah sedih. “Gue sama anak-anak udah nyiapin itu buat lo. Gue tahu hidup lo berat, siapa sih yang bisa bertahan lama karena AIDS? Di situ ada segala macam yang mungkin lo butuhin. Ada masker supaya virus lo nggak nular, ada aneka sabun supaya lo tetep steril, ada tabung oxygen kecil yang bisa bantu lo kalau lo tiba-tiba sesak napas, ada.....”

Oh damn, mau kalian apa, sih?” Mili menendang paper bag.

Sebenarnya sejak tadi Karina menahan air matanya. Hal serupa benar-benaer terulang kembali. Tanpa menunggu Amanda menjawab pertanyaan, dia menarik lengan Mili kencang, kemudian secepatnya membawa Mili masuk ke dalam kelas. Menyudahi pembicaraan yang akan terus membuat hatinya sakit.

“Kalau lo nggak tahan gue, gue udah tampar tuh muka belagu Amanda! Sumpah! Bule gila!” Mili duduk di bangkunya. Seketika dia menutup hidungnya dengan tangan. “Eh, bentar, lo bisa cium bau nggak enak, nggak,  Kar? Kok gue kecium ya? Amis gitu dan kayak bau apa gitu. Ugh..”

Karina menaruh tas di atas meja. Dia memerhatikan ke sekeliling. “Iya, Mil. Aku juga kecium bau nggak enak.”

“Baunya sih dari......” Mili menutup hidung dan bergerak, gintip laci meja, diikuti Karina.

“AAAAHHHHKKK!!” Sontak mereka berteriak kencang bersamaan, jantung mereka berdegup tidak teratur.

Cepat-cepat mereka loncat, menjauhi bangku. Setelah itu mereka saling pandang ketakutan, merasa tidak percaya. Perut mereka bergejolak mengeluarkan rasa mual yang tidak dapat diutarakan. Serta rasa takut melihat kembali apa yang ada di laci meja untuk memastikan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kotak Itu Berbicara   BAB 12 - Rasa Benci

    Gue ini kenapa? Salah gue di mana?Pertanyaan-pertanyaan yang berterbangan dalam benak Roni menambah rasa kecewa yang sulit dia jelaskan. Sambil mengganti seragam dengan baju seadanya yang dia ambil dari lemari, dia memandang seorang pria tua yang terbaring di sebuah ranjang dengan hati-hati.Hampir seluruh rambut pria tersebut sudah memutih disertai kulit tubuh yang sudah dipenuhi kerutan. Pria itu tenang, menikmati tidurnya. Hanya terlihat perutnya yang buncit bergerak naik turun, mengikuti irama napas.Roni mengikat celana training yang sedikit longgar. Merasakan perbedaan ukuran tubuhnya dengan sang ayah. Begitu juga dengan Polo t-shirt berwarna navy yang gombrang. Selesai berganti pakaian, Roni duduk di atas kursi yang terletak tepat di samping ranjang. Dia memperhatikan wajah pria di hadapannya.Tetesan cairan infus mengalir teratur, memasuki jarum yang tertusuk di tangan pria itu. Sesaat Roni bisa merasakan amarah ketika

  • Kotak Itu Berbicara   BAB 11 - Semua Ada Alasannya

    Mili menyeruput teh dingin dari dalam botol. Tangannya mengelap keringat yang keluar dari pori-pori keningnya. Dia memandang seluruh isi kantin. Dari satu sudut ke sudut lainnya. Kemudian kembali menikmati menu makan siang yang sebenarnya tidak terasa enak ketika teringat rupa dari bangkai yang dia temukan beberapa jam lalu. Perutnya terasa mual saat secara tidak sadar aroma tidak enak terasa terus menempel di rongga hidungnya.“Hai, Mili.” Suara familiar terdengar di telingnya.Mili mengehela napas malas. “Lo ngapain lagi?”“Saya? Nggak, mau datengin kamu aja. Kamu nggak apa-apa?”Melihat wajah cowok di sampingnya tersebut, semakin membuat Mili tidak nafsu menghabiskan makan siangnya. “Lo punya mata? Bisa lihat kan kalau gue nggak kenapa-kenapa?”Cowok itu membenarkan posisi kaca matanya. “Bukannya kamu tadi nemuin sesuatu ya di bawah meja kamu?”Mili membaca tulisan dalam name

  • Kotak Itu Berbicara   BAB 10 - Mencari Alasan Pertama

    Jam belajar telah dimulai. Suasana sekolah mulai tenang dan sepi. Lapangan dipenuhi murid dari sebuah kelas yang sedang mengikuti mata pelajaran olahraga.Abdul menendang gelas plastik bekas minuman yang tergeletak di pinggir lapangan. Menuangkan emosi yang masih bergemuruh di dalam dadanya. Dia tidak terima dengan apa yang baru saja ia dengar. Keputusan kepala sekolah mengenai hukuman mereka.Sementara Roni sejak tadi hanya memandang kelas Karina dari kejauhan, lalu bergantian memandang Abdul. Sesekali dia memegang hidungnya yang mulai terasa berdenyut. Pukulan Abdul lumayan juga, pikir Roni.“Roni?” Tiara memenghampiri Roni sambil membawa tumpukan kertas yang dia peluk di dada.Cukup sulit untuk mengeluarkan senyum saat kondisi wajahnya babak belur. Roni menaikan alisnya.Tiara memperhatikan luka Roni serius. Dia tahu kejadian apa yang baru saja terjadi dengan teman sekelasnya itu. “Nggak masuk kelas?”“Gue di

  • Kotak Itu Berbicara   BAB 9 - Hari-Hari Buruk Itu Datang Lagi

    Semua tampak sama saja. Karina mengamati setiap sudut sekolah. Dia menghindari tatapan-tatapan aneh yang diberikan oleh siswa lain sepanjang koridor menuju kelas. Mengapa kabar bohong itu menyebar cepat? Siapa yang menaruh dendam? Karina menggelengkan kepala, tetap coba berpikir positif. Toh ada Milli yang berada di sampingnya memasang badan.“Lo akhirnya berani masuk juga?” Amanda melipat tangannya di depan dada. Ekspresinya penuh maksud, seulas senyum keluar dari bibirnya yang tebal. “Ya ampun, lo harusnya pakai apa kek, masker, atau semacamnya. Lo mau nularin satu sekolahan?”Karina dan Mili saling pandang. Mili memasukan untaian rambut ke balik telinga. “Apa? Lo ngomong apa barusan?”Amanda menyipitkan mata. “Sebentar, jangan-jangan lo udah tertular juga. Lo kan temen se

  • Kotak Itu Berbicara   BAB 8 - Cerita Sebenarnya

    Mili mendatangi rumah Karina. Setelah menekan tombol bel, lalu dipersilakan masuk, Mili duduk di sofa ruang tamu. Tubuhnya lemas, suhu tubuhnya tidak stabil. Mili tahu sendiri bahwa kondisi kesehatannya semakin menurun. Seharusnya dia tidak keluar rumah dan beristirahat saja. Namun dia justru lebih merasa tidak sehat kalau harus sendirian di kamar. Karina terkejut melihat kehadiran Mili. “Mil, kamu nggak sekolah?” Mili mengangguk. “Gue boleh nginep di rumah lo malam ini, kan, Kar?” “Ada apa, Mil?” Karina duduk di samping Mili, memegang kening Mili yang terasa hangat. “Mil?” “Gue cuma lagi kurang fit akhir-akhir ini. Lagian, bokap nyokap gue tadi subuh berangkat ke Brunei, ada kerja

  • Kotak Itu Berbicara   BAB 7 - Hancurnya Persahabatan

    Abdul berlari mengejar Roni yang berjalan cepat menuju kelas. Dia ingin sekali menyelesaikan masalahnya kemarin. Tidak peduli bagaimana Roni marah padanya, yang dia pikirkan hanyalah Karina. Hanya demi Karina. Dia tahu betul, peristiwa di rumah Karina menambah pikiran cewek itu. Padahal jelas, Karina sedang down akibat tulisan yang keluar dari kotak itu. Karina butuh orang yang sangat dia sayangi saat ini dan orang itu salah satunya adalah Roni. Kini masalah yang harus dihadapi Karina bertambah.Abdul dapat melihat tatapan penuh amarah Roni ketika dia berhasil membuat langkah kaki Roni terhenti. Bahu Roni meninggi, kepalanya tegak, matanya lurus menatap Abdul. Melihat tampang Roni, membuat keinginan Abdul kembali mencuat. Keinginan untuk memukul wajah Roni, membalas yang belum terbalas.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status