Share

BAB 7 - Hancurnya Persahabatan

Abdul berlari mengejar Roni yang berjalan cepat menuju kelas. Dia ingin sekali menyelesaikan masalahnya kemarin. Tidak peduli bagaimana Roni marah padanya, yang dia pikirkan hanyalah Karina. Hanya demi Karina. Dia tahu betul, peristiwa di rumah Karina menambah pikiran cewek itu. Padahal jelas, Karina sedang down akibat tulisan yang keluar dari kotak itu. Karina butuh orang yang sangat dia sayangi saat ini dan orang itu salah satunya adalah Roni. Kini masalah yang harus dihadapi Karina bertambah.

Abdul dapat melihat tatapan penuh amarah Roni ketika dia berhasil membuat langkah kaki Roni terhenti. Bahu Roni meninggi, kepalanya tegak, matanya lurus menatap Abdul. Melihat tampang Roni, membuat keinginan Abdul kembali mencuat. Keinginan untuk memukul wajah Roni, membalas yang belum terbalas.

Mengapa di saat seperti ini cowok yang dicap ‘Kapten’ itu seperti seorang anak kecil yang mudah emosi hanya karena masalah sepele? Mengapa di saat seperti ini cowok itu malah bertindak gseenaknya? Abdul tidak tega membayangkan bagaimana kondisi mental Karina.

“Lo,” Roni  masih dengan posisinya.

Abdul memasang tatapan yang sama. Tidak ingin kalah. “Soal Karina.” Dia mengatur napas yang sedikit terengah-engah. “Lu jangan marah sama dia. Gua kemarin kagak ada maksud apa-apa. Gua cuma mau jelasin soal tulisan itu.”

Tawa Roni keluar. Tawa terpaksa. “Haha. Bukannya lo malah mau mulai?”

“Mulai? Gua kagak peduli lu mau marah sama gua, tapi gua kagak suka kalau lu marah sama Karina. Dia kagak salah, Ron.”

“Berisik lo, sekarang lo mau sok jadi pahlawan? Apa gimana?”

“Lu mikirnya dangkal.” Abdul ikut mengeluarkan tawa terpaksa. “Gua udah biasa ngobrol sama cewek lu. Bahkan sebelum lu jadian sama dia. Terus masalahnya apa kalau gua ngobrol sama cewek lu? Sejak kapan cewek lu kagak dibolehin ngobrol sama cowok lain? Kasihan banget Karina. Punya cowok kayak lu.”

Roni menarik kerah Abdul. “Maksud lo apa?”

Abdul menepis tangan Roni, dia sudah bosan untuk diam saja. “Kenapa? Lu ngerasa?”

Rahang Roni menengang. “Lo ngapain mancing emosi gue?”

“Masalahnya di mana? Lu malu ngeluarin emosi depan anak-anak? Roni, si ketua tim teater.”

BRAAAKK. Roni menonjok pipi Abdul yang masih sedikit bengkak. Abdul tidak mau terima, dia membalas pukulan Roni, menonjok pipi bagian bawah. Hingga Roni terjatuh di lantai, namun dalam sekian detik Roni kembali berdiri, membalas pukulan Abdul.

Anak-anak di sekolah sontak berkumpul mengelilingi mereka. Mereka hanya berani menonton tanpa memisahkan. Roni dan Abdul bertengkar tanpa henti. Wajah mereka penuh luka. Darah mengalir dari dalam hidung Roni dan bibir Abdul.

“Kalian!” Salah satu guru datang, memasuki kerumunan, meminta siswa lain untuk menahan gerakan mereka. “Ada apa ini? Roni? Abdul? Kalian berdua ikut saya!”

Masing-masing dari mereka menenangkan diri dan mengikuti apa yang disuruh oleh guru itu. Abdul melirik Roni, dia mengulas senyum kecil.

"Akhirnya, gua bisa ngehajar lu kayak gini, Ron," ucap hati kecil Roni yang tidak bisa berbohong.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status