Home / All / Kotak Itu Berbicara / BAB 12 - Rasa Benci

Share

BAB 12 - Rasa Benci

Author: Amelia N
last update Last Updated: 2021-11-10 23:00:09

Gue ini kenapa? Salah gue di mana?

Pertanyaan-pertanyaan yang berterbangan dalam benak Roni menambah rasa kecewa yang sulit dia jelaskan. Sambil mengganti seragam dengan baju seadanya yang dia ambil dari lemari, dia memandang seorang pria tua yang terbaring di sebuah ranjang dengan hati-hati.

Hampir seluruh rambut pria tersebut sudah memutih disertai kulit tubuh yang sudah dipenuhi kerutan. Pria itu tenang, menikmati tidurnya. Hanya terlihat perutnya yang buncit bergerak naik turun, mengikuti irama napas.

Roni mengikat celana training yang sedikit longgar. Merasakan perbedaan ukuran tubuhnya dengan sang ayah. Begitu juga dengan Polo t-shirt berwarna navy yang gombrang. Selesai berganti pakaian, Roni duduk di atas kursi yang terletak tepat di samping ranjang. Dia memperhatikan wajah pria di hadapannya.

Tetesan cairan infus mengalir teratur, memasuki jarum yang tertusuk di tangan pria itu. Sesaat Roni bisa merasakan amarah ketika mengingat cara pria tersebut membahagiakan keluarganya. Bagaimana ketika sebagian kebahagiaan tersebut datang dari uang yang bukan hak mereka. Namun, saat suara napas berat terdengar samar di telingannya, amarah itu berganti dengan rasa pilu.

“Ayah juga manusia biasa, Ron. Dia bisa khilaf, bisa melakukan sesuatu yang harusnya dia nggak lakukan. Ayah butuh kita. Jangan marah lagi sama Ayah.”

Seketika kata-kata yang pernah dikatakan Ibu muncul, seperti angin malam yang menusuk dadanya. Roni mengusap-ngusap wajahnya sendiri, mencoba sadar. Dia bangkit dari duduknya, membawa sejumlah uang yang dia masukan ke dalam saku. Kemudian ia pergi ke mini market yang terletak tidak jauh dari rumah sakit. Roni membeli beberapa barang yang menurutnya bisa membuatnya sedikit tenang.

Lalu dia duduk di salah satu bangku di teras mini market, menikmati satu kaleng minuman bersoda, dan menyalakan satu puntung rokok. Benda yang sudah lama dia tidak sentuh sejak satu tahun terakhir. Benda yang paling dibenci oleh Karina.

_____

Ibu melempar tas Roni kencang ke atas lantai. Wajahnya memerah, matanya terbelalak, giginya saling menggigit. Membuat kerutan di sekitar matanya terlihat lebih jelas dari biasanya. Sambil menghela napas, Ibu melipat tangannya di depan dada. Dia tidak mengganti arah pandangnya, fokus dengan wajah Roni yang menunduk.

“Siapa yang ngajarin kamu ngerokok? Ayah? Ayah nggak ngerokok, Ron!” Ibu berusaha mengecilkan volume suara sebisanya.

Sambil mengumpulkan kata-kata dan sejuta alasan di otaknya, Roni tetap menunduk, menghindari tatapan Ibu. Roni menatap garis-garis ubin yang dia injak. Hanya itu yang berani dia lihat.

“Kamu masih SMP. Siapa yang ngajarin? Jawab pertanyaan Ibu? Atau mau nanti Ibu tanya langsung ke temen-temen kamu? Udah Ibu bilang, jangan pernah ngerokok. Ayah dari dulu nggak pernah ngerokok, kan? Masa kamu tiba-tiba ngerokok? Nyontoh siapa? Jawab pertanyaan Ibu!”

Roni berusaha memberanikan diri untuk menatap wajah Ibu. “Nggak ada, Bu. Roni cuma ngikutin temen.”

Ibu kembali menghela napas panjang. “Temen yang mana? Ibu tahu, Ibu nggak bisa ngawasin kamu setiap detik, tapi kamu harusnya bisa jaga diri kamu sendiri. Kenapa kamu ngerokok? Coba-coba? Biar keren?”

“Nggak, Bu.”

“Udah, jujur aja sama Ibu. Kenapa kamu ngerokok?”

Seketika kepalanya terasa pusing dan amarah tertahan di lubuk dadanya. Roni menatap Ibu dengan tatapan yang dalam. “Karena Roni benci sama Ayah.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kotak Itu Berbicara   BAB 12 - Rasa Benci

    Gue ini kenapa? Salah gue di mana?Pertanyaan-pertanyaan yang berterbangan dalam benak Roni menambah rasa kecewa yang sulit dia jelaskan. Sambil mengganti seragam dengan baju seadanya yang dia ambil dari lemari, dia memandang seorang pria tua yang terbaring di sebuah ranjang dengan hati-hati.Hampir seluruh rambut pria tersebut sudah memutih disertai kulit tubuh yang sudah dipenuhi kerutan. Pria itu tenang, menikmati tidurnya. Hanya terlihat perutnya yang buncit bergerak naik turun, mengikuti irama napas.Roni mengikat celana training yang sedikit longgar. Merasakan perbedaan ukuran tubuhnya dengan sang ayah. Begitu juga dengan Polo t-shirt berwarna navy yang gombrang. Selesai berganti pakaian, Roni duduk di atas kursi yang terletak tepat di samping ranjang. Dia memperhatikan wajah pria di hadapannya.Tetesan cairan infus mengalir teratur, memasuki jarum yang tertusuk di tangan pria itu. Sesaat Roni bisa merasakan amarah ketika

  • Kotak Itu Berbicara   BAB 11 - Semua Ada Alasannya

    Mili menyeruput teh dingin dari dalam botol. Tangannya mengelap keringat yang keluar dari pori-pori keningnya. Dia memandang seluruh isi kantin. Dari satu sudut ke sudut lainnya. Kemudian kembali menikmati menu makan siang yang sebenarnya tidak terasa enak ketika teringat rupa dari bangkai yang dia temukan beberapa jam lalu. Perutnya terasa mual saat secara tidak sadar aroma tidak enak terasa terus menempel di rongga hidungnya.“Hai, Mili.” Suara familiar terdengar di telingnya.Mili mengehela napas malas. “Lo ngapain lagi?”“Saya? Nggak, mau datengin kamu aja. Kamu nggak apa-apa?”Melihat wajah cowok di sampingnya tersebut, semakin membuat Mili tidak nafsu menghabiskan makan siangnya. “Lo punya mata? Bisa lihat kan kalau gue nggak kenapa-kenapa?”Cowok itu membenarkan posisi kaca matanya. “Bukannya kamu tadi nemuin sesuatu ya di bawah meja kamu?”Mili membaca tulisan dalam name

  • Kotak Itu Berbicara   BAB 10 - Mencari Alasan Pertama

    Jam belajar telah dimulai. Suasana sekolah mulai tenang dan sepi. Lapangan dipenuhi murid dari sebuah kelas yang sedang mengikuti mata pelajaran olahraga.Abdul menendang gelas plastik bekas minuman yang tergeletak di pinggir lapangan. Menuangkan emosi yang masih bergemuruh di dalam dadanya. Dia tidak terima dengan apa yang baru saja ia dengar. Keputusan kepala sekolah mengenai hukuman mereka.Sementara Roni sejak tadi hanya memandang kelas Karina dari kejauhan, lalu bergantian memandang Abdul. Sesekali dia memegang hidungnya yang mulai terasa berdenyut. Pukulan Abdul lumayan juga, pikir Roni.“Roni?” Tiara memenghampiri Roni sambil membawa tumpukan kertas yang dia peluk di dada.Cukup sulit untuk mengeluarkan senyum saat kondisi wajahnya babak belur. Roni menaikan alisnya.Tiara memperhatikan luka Roni serius. Dia tahu kejadian apa yang baru saja terjadi dengan teman sekelasnya itu. “Nggak masuk kelas?”“Gue di

  • Kotak Itu Berbicara   BAB 9 - Hari-Hari Buruk Itu Datang Lagi

    Semua tampak sama saja. Karina mengamati setiap sudut sekolah. Dia menghindari tatapan-tatapan aneh yang diberikan oleh siswa lain sepanjang koridor menuju kelas. Mengapa kabar bohong itu menyebar cepat? Siapa yang menaruh dendam? Karina menggelengkan kepala, tetap coba berpikir positif. Toh ada Milli yang berada di sampingnya memasang badan.“Lo akhirnya berani masuk juga?” Amanda melipat tangannya di depan dada. Ekspresinya penuh maksud, seulas senyum keluar dari bibirnya yang tebal. “Ya ampun, lo harusnya pakai apa kek, masker, atau semacamnya. Lo mau nularin satu sekolahan?”Karina dan Mili saling pandang. Mili memasukan untaian rambut ke balik telinga. “Apa? Lo ngomong apa barusan?”Amanda menyipitkan mata. “Sebentar, jangan-jangan lo udah tertular juga. Lo kan temen se

  • Kotak Itu Berbicara   BAB 8 - Cerita Sebenarnya

    Mili mendatangi rumah Karina. Setelah menekan tombol bel, lalu dipersilakan masuk, Mili duduk di sofa ruang tamu. Tubuhnya lemas, suhu tubuhnya tidak stabil. Mili tahu sendiri bahwa kondisi kesehatannya semakin menurun. Seharusnya dia tidak keluar rumah dan beristirahat saja. Namun dia justru lebih merasa tidak sehat kalau harus sendirian di kamar. Karina terkejut melihat kehadiran Mili. “Mil, kamu nggak sekolah?” Mili mengangguk. “Gue boleh nginep di rumah lo malam ini, kan, Kar?” “Ada apa, Mil?” Karina duduk di samping Mili, memegang kening Mili yang terasa hangat. “Mil?” “Gue cuma lagi kurang fit akhir-akhir ini. Lagian, bokap nyokap gue tadi subuh berangkat ke Brunei, ada kerja

  • Kotak Itu Berbicara   BAB 7 - Hancurnya Persahabatan

    Abdul berlari mengejar Roni yang berjalan cepat menuju kelas. Dia ingin sekali menyelesaikan masalahnya kemarin. Tidak peduli bagaimana Roni marah padanya, yang dia pikirkan hanyalah Karina. Hanya demi Karina. Dia tahu betul, peristiwa di rumah Karina menambah pikiran cewek itu. Padahal jelas, Karina sedang down akibat tulisan yang keluar dari kotak itu. Karina butuh orang yang sangat dia sayangi saat ini dan orang itu salah satunya adalah Roni. Kini masalah yang harus dihadapi Karina bertambah.Abdul dapat melihat tatapan penuh amarah Roni ketika dia berhasil membuat langkah kaki Roni terhenti. Bahu Roni meninggi, kepalanya tegak, matanya lurus menatap Abdul. Melihat tampang Roni, membuat keinginan Abdul kembali mencuat. Keinginan untuk memukul wajah Roni, membalas yang belum terbalas.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status