Namun pria itu tidak memedulikan keadaannya saat ini, karena pikirannya sedang dibuat sangat tidak menentu atas hilangnya seseorang yang sangat penting baginya. Walau keluh kecil sekalipun tidak terlontar, tetapi nyala api obor berhasil menampilkan sirat wajah penuh kekhawatiran dan kesedihan.
Dia adalah An Se, seorang pria keturunan keluarga bangsawan dari daratan Tiongkok yang tak sengaja terdampar di Pulau Jawa bersama dengan beberapa kerabat dan para pengikutnya dua belas tahun yang lalu. Hal itu dikarenakan adanya suatu tragedi yang terjadi pada keluarganya, dan mengharuskan mereka semua melarikan diri sejauh mungkin dari negerinya. Seluruh Keluarga An dibantai secara keji oleh sekelompok orang suruhan yang menjalankan tugas dari orang yang menginginkan Keluarga An binasa hanya demi suatu persaingan bisnis perdagangan. Beruntungnya, An Se dan kakaknya, An Mei, berhasil diselamatkan. Mereka pergi hanya dengan sekelompok kecil pengikut setia hingga sampai di Tanah Jawa ini, tepatnya di wilayah Kerajaan Pangkuran. Rupanya, nasib baik berpihak kepada mereka. Pada suatu hari di sebuah perayaan persembahan laut, seorang pangeran tak sengaja melihat An Mei dan langsung jatuh hati padanya. Sang pangeran segera menyunting gadis cantik berkulit seputih giok salju, bermata kelopak bunga persik dengan bentuk wajah serupa biji kwaci. Hingga pada suatu hari, lahirlah An Zi yang merupakan anak titipan dari An Mei sang kakak kandung dari An Se. Mereka harus berpisah tempat tinggal karena ada suatu hal yang membuat kakak beradik tersebut tidak bisa tinggal bersama. An Zi harus dirawat dan dijaga oleh sang paman di sebuah lembah terpencil yang bernama Lembah Pakisan. Namun, sudah beberapa kali An Zi melarikan diri keluar dari pengawasan para pelindungnya seperti hari ini. Mengapa An Zi harus selalu diawasi? "Ke mana perginya anak itu sebenarnya?" tanya An Se sang pria muda berhanfu putih dengan rambut hitam, lurus dan panjang hingga batas pinggang bertanya dalam hati sembari mengingat-ingat sesuatu. "Bagaimana bisa dia menerobos keluar dari array pelindung yang masih kuat terpasang itu?" An Se memerhatikan dengan saksama suasana tempat mereka mencari An Zi. Kegelapan malam telah membuat pandangan mata tidak bisa dengan leluasa melihat keadaan sekitarnya. Terlebih lagi, mereka semua tidak bisa dengan bebas keluar masuk lembah seperti orang desa kebanyakan. Salah seorang dari para pencari datang melaporkan. Sangat jelas dari wajahnya, jikalau dia sudah kelelahan akibat terus diperintahkan mencari An Zi. "Tuan Besar! Kami tidak menemukan tuan muda di mana pun," ucap pria itu dengan tubuh menggigil. "Benar sekali, Tuan Besar. Bagaimana ini? Kami sudah hampir setengah hari mencarinya, akan tetapi Tuan Muda An Zi belum juga kami ketemukan." Seorang wanita juga berkata dengan wajah cemas dan tampak lelah. Yang ditanya tidak segera menjawab, melainkan tampak sedang memikirkan sesuatu. Para pelayan yang bersama-sama mencari keberadaan An Zi sekarang memilih berkumpul untuk beristirahat. "Kalian semua tenanglah dan jangan dulu mengganggu tuan kita. Biarkan tuan berpikir dan memutuskannya," sahut Paman An Lan kepada orang-orang yang bertanya. Orang-orang pun segera terdiam dan tidak berani lagi untuk bertanya. Mereka jelas tidak rela jika An Zi dibiarkan saja tanpa diketahui rimbanya, akan tetapi tubuh tidak pernah bisa berbohong walaupun seseorang berusaha untuk tetap berdiri tegak. Tak bisa dipungkiri, kalau mereka pun sudah merasa lelah yang teramat sangat dan tak sanggup lagi jika terus berjalan jauh. 'Hari sudah semakin gelap dan mereka sudah kelelahan. Rasa-rasanya aku sangat tidak tega untuk bersikeras memaksa mereka mencari keponakanku itu.' An Se bergumam dalam hati sambil masih tegak berdiri di bawah naungan payung yang dipegangi oleh seorang pria setengah tua. 'Tetapi aku juga tidak bisa tenang tanpa An Zi terlihat di depan mataku.' 'Bagaimana jika dia kelaparan dan kedinginan?' gumam An Se dalam hati sambil membayangkan keponakan satu-satunya itu tengah meringkuk di suatu tempat dalam keadaan menyedihkan. 'Bagaimana kalau sakit perut dan demamnya kambuh dan siapa yang menolongnya?' An Se tidak bisa untuk tak menitikkan air mata. Hatinya terasa sangat pedih dan tidak rela jika semua hal mengerikan itu terjadi. Pria muda itu berteriak dalam hati. 'Alangkah nakalnya bocah itu! Berani sekali membuat pamannya ini ketakutan dan tidak bisa tenang walau dalam sekejap mata saja!' "Paman Lan, An Zi masih belum juga diketemukan tetapi keadaan kita tidak memungkinkan kita mencari lebih jauh dari tempat ini. Bagaimana menurut Paman?" An Se bertanya sambil menatap puluhan nyala api obor yang menyebar ke segala arah dan sesekali tampak berlarian ke sana dan ke mari. "Apakah tidak sebaiknya kita hentikan dulu pencarian ini?""Apakah ukiran-ukiran huruf-huruf aneh dan berbagai pola itu merupakan suatu susunan formasi?' pikir An Zi yang teringat saat berada di dalam tungku, ia melihat adanya guratan-guratan gambar aneh yang terasa timbul jika diraba."Ya. Pola formasi juga termasuk sangat penting bagi para alkemis," sahut Yin Long seraya melihat ke arah Pangeran Hei Xian dan An Zi. "Jadi, apakah seorang alkemis memng harus bisa menguasai ilmu formasi itu, Paman?" tanya Pangeran Hei Xian."Jika itu adalah seorang alkemis biasa, sepertinya tidak harus. Tetapi bagi alkemis yang khusus membuat pil-pil peningkat energi spiritual, maks dia wajib menguasainya," jawab Yin Long."Jadi golongan para alkemis ini dibagi menjadi dua atau beberapa bagian?" tanya Pangeran Hei Xian."Betul sekali," sahut Yin Long. "Sebagian ahli alkimia biasa tidak perlu repot-repot mempelajari ilmu formasi atau tentang pengendalian api spiritual." "Tapi bagi alkemis khusus, ilmu alkimia bukan hanya soal meracik obat, tetapi juga tentang
An Zi dan Pangeran Hei Xian lantas melihat ke arah Yin Long yang sekarang sudah seperti seorang guru pengajar. Dengan kertas di tangan berisikan sketsa tungku alkimia, dia seperti bukan lagi seperti sosok jenderal naga perak yang ditakuti lawan saat di medan perang.An Zi kemudian duduk di balik meja sambil bertopang dagu, sedangkan Pangeran Hei Xian menempatkan kursi rodanya di samping An Zi.Keduanya sekarang tampak seperti para murid yang patuh dan berwajah polos. Secara tidak langsung, mereka sebenarnya sedang berguru kepada Yin Long.BLAR!Terjadi ledakan kecil dan lembut yang hanya dirasakan oleh Pangeran Hei Xian. Pemuda itu menjadi terkejut dibuatnya.Rupanya, saat berdekatan dengan An Zi, jepit rambut sisik naga yang tertancap di sanggul kecil Pangeran Hei Xian tiba-tiba saja bereaksi, seperti beresonansi dengan suatu kekuatan yang saling berkaitan.Demi merasakan getaran terus berlangsung, kepala Pangeran Hei Xian menjadi terhuyung dan sedikit sakit. 'Ada apa ini?' Pemuda i
Kertas di atas meja begitu menarik perhatian An Zi dikarenakan ia juga menyukai seni melukis. Namun, dengan keterampilannya yang buruk, dia bahkan belum pernah menghasilkan gambar seindah milik An Se dan mengenai coretan tangan Yin Long, pemuda itu berpikir jika karya ini sangat unik.An Zi lantas mendekat karena merasa penasaran. "Tungku?" "Bukankah ini tungku yang digunakan untuk membuat pil obat?" An Zi melipat satu tangan di depan dada, sedangkan tangan lain menyentuh ujung dagu."Tungku?" Pangeran Hei Xian merasa heran. Tangannya langsung memutar tuas kursi roda. "Jadi itu adalah gambar tungku?"Keduanya memerhatikan secara saksama sketsa tungku yang sekarang dipegang oleh An Zi. Jadi, Yin Long duduk seharian di balik meja ini dengan begitu sibuknya hanya untuk menggambar sebuah tungku?Pengeran Hei Xian merasa bingung dengan kelakuan Yin Long yang ternyata menggambar sebuah tungku.Bukankah di dapur sana juga ada tungku?"Paman Yin, gambar tungku ini sangat bagus dan terlihat s
"Tentu saja angin segar yang berasal dari hutan bambu di sini, Paman," sahut An Zi sambil tersenyum. "Aku hanya mengikuti tuan muda ke mari." An Meng masih bersikap acuh tak acuh. Ia berdiri di samping An Zi sambu memerhatikan seluruh isi ruangan itu dengan pandangan menyelidik. Siapa tahu dia menemukan sesuatu yang patut dicurigai. "Paman Meng ini, mengapa Paman harus bersikap seperti itu? Cepat berikan barang-barang itu padaku!" An Zi menyiku lengan An Meng."Aiyaaa!" An Meng dengan kesal memberikan keranjang buah dan kotak kayu kepada sang tuan muda. An Zi menerimanya sambil melirik kesal ke arah An Meng. "Tolong jaga sikap Paman!" bisiknya, tajam."Kalau begitu, biar Paman tunggu di luar saja." An Meng berbalik badan dan pergi dari ruangan itu.Lagi pula, ia tidak memiliki kepentingan dengan siapapun di sini. Jadi dia tak perlu ikut campur dalam pembicaraan mereka. "Kalau begitu Paman boleh kembali. Biar nanti aku pulang sendiri saja!" seru An Zi. "Baiklah!" sahut An Meng sam
Keduanya langsung menurunkan tangan masing-masing dengan perasaan tak enak hati."Siapa kamu?" tanya An Zi yang merasa asing dengan pemuda yang diperkirakan usianya tak jauh berbeda dirinya.Pangeran Hei Xian menjawab, "Aku ... aku adalah tamu di sini sekaligus pasien dari Dokter Yin." 'Semoga saja dia tak mengenaliku sebagai Jatayu,' gumam Pangeran Hei Xian dalam hati. Sesungguhnya dia merasa sedikit was-was."Pasien?" An Zi memerhatikan Pangeran Hei Xian dari ujung rambut hingga ujung kaki.Ia melihat kaki kiri pemuda yang duduk di atas kursi aneh ini tampak dibalut perban dari kain putih panjang. Namun yang lebih menarik dari pemuda ini adalah penampilan fisiknya yang tidak biasa.Di belakang An Zi, mata An Meng langsung terbelalak lebar saat melihat ada seseorang yang tidak kalah rupawan dari dirinya. Ia merasa kalau pemuda di atas kursi roda ini sejenis peri pohon yang sedang menampakkan diri di hadapan manusia. "Bola mata biru, kulit giok dan rambut putih berkilau ... siapa ka
An Zi lantas menyahut dengan nada sedikit ketus dan tajam. "Paman Meng diamlah! Kalau Paman tidak mau menemaniku, Paman bisa kembali ke rumah!" "Sepertinya Paman Meng stdah tidak betah menemaniku. Kalau begitu, aku akan meminta Paman An Se agar mencarikan penggantimu." Mendengar kata 'pengganti' dari mulut An Zi, An Meng terkejut dan hatinya merasa sakit bukan main. "Mana boleh begitu?" An Meng bergerak mendekati An Zi, meletakkan keranjang bambu dan kotak kayu di lantai sebelum berlutut di hadapan sang tuan kecilnya. "Tuan Muda, tolong maafkan paman! Tolong jangan usir paman hanya karena masalah ini!" An Zi berpura-pura marah. Ia melengos sambil bergerak menjauhi An Meng.An Meng terkejut. 'Tuan Muda marah?' "Tuan Muda!" An Meng dengan cepat menyambar ujung pakaian An Zi, seakan takut jika dia akan diabaikan dan dibuang oleh anak muda yang sudah menjadi kekasih hatinya semenjak sang tuan masih balita. "Apakah Tuan Muda sudah tidak menginginkan Paman Meng ini lagi?""Aku bukan ti