Home / Fantasi / Kristal Jiwa Raja Naga / 06. Berhenti Mencari An Zi

Share

06. Berhenti Mencari An Zi

last update Last Updated: 2025-01-25 23:37:42

Namun pria itu tidak memedulikan keadaannya saat ini, karena pikirannya sedang dibuat sangat tidak menentu atas hilangnya seseorang yang sangat penting baginya. Walau keluh kecil sekalipun tidak terlontar, tetapi nyala api obor berhasil menampilkan sirat wajah penuh kekhawatiran dan kesedihan.

Dia adalah An Se, seorang pria keturunan keluarga bangsawan dari daratan Tiongkok yang tak sengaja terdampar di Pulau Jawa bersama dengan beberapa kerabat dan para pengikutnya dua belas tahun yang lalu. Hal itu dikarenakan adanya suatu tragedi yang terjadi pada keluarganya, dan mengharuskan mereka semua melarikan diri sejauh mungkin dari negerinya.

Seluruh Keluarga An dibantai secara keji oleh sekelompok orang suruhan yang menjalankan tugas dari orang yang menginginkan Keluarga An binasa hanya demi suatu persaingan bisnis perdagangan.

Beruntungnya, An Se dan kakaknya, An Mei, berhasil diselamatkan. Mereka pergi hanya dengan sekelompok kecil pengikut setia hingga sampai di Tanah Jawa ini, tepatnya di wilayah Kerajaan Pangkuran.

Rupanya, nasib baik berpihak kepada mereka. Pada suatu hari di sebuah perayaan persembahan laut, seorang pangeran tak sengaja melihat An Mei dan langsung jatuh hati padanya. Sang pangeran segera menyunting gadis cantik berkulit seputih giok salju, bermata kelopak bunga persik dengan bentuk wajah serupa biji kwaci.

Hingga pada suatu hari, lahirlah An Zi yang merupakan anak titipan dari An Mei sang kakak kandung dari An Se. Mereka harus berpisah tempat tinggal karena ada suatu hal yang membuat kakak beradik tersebut tidak bisa tinggal bersama.

An Zi harus dirawat dan dijaga oleh sang paman di sebuah lembah terpencil yang bernama Lembah Pakisan. Namun, sudah beberapa kali An Zi melarikan diri keluar dari pengawasan para pelindungnya seperti hari ini.

Mengapa An Zi harus selalu diawasi?

"Ke mana perginya anak itu sebenarnya?" tanya An Se sang pria muda berhanfu putih dengan rambut hitam, lurus dan panjang hingga batas pinggang bertanya dalam hati sembari mengingat-ingat sesuatu. "Bagaimana bisa dia menerobos keluar dari array pelindung yang masih kuat terpasang itu?"

An Se memerhatikan dengan saksama suasana tempat mereka mencari An Zi. Kegelapan malam telah membuat pandangan mata tidak bisa dengan leluasa melihat keadaan sekitarnya. Terlebih lagi, mereka semua tidak bisa dengan bebas keluar masuk lembah seperti orang desa kebanyakan.

Salah seorang dari para pencari datang melaporkan. Sangat jelas dari wajahnya, jikalau dia sudah kelelahan akibat terus diperintahkan mencari An Zi.

"Tuan Besar! Kami tidak menemukan tuan muda di mana pun," ucap pria itu dengan tubuh menggigil.

"Benar sekali, Tuan Besar. Bagaimana ini? Kami sudah hampir setengah hari mencarinya, akan tetapi Tuan Muda An Zi belum juga kami ketemukan." Seorang wanita juga berkata dengan wajah cemas dan tampak lelah.

Yang ditanya tidak segera menjawab, melainkan tampak sedang memikirkan sesuatu.

Para pelayan yang bersama-sama mencari keberadaan An Zi sekarang memilih berkumpul untuk beristirahat.

"Kalian semua tenanglah dan jangan dulu mengganggu tuan kita. Biarkan tuan berpikir dan memutuskannya," sahut Paman An Lan kepada orang-orang yang bertanya.

Orang-orang pun segera terdiam dan tidak berani lagi untuk bertanya. Mereka jelas tidak rela jika An Zi dibiarkan saja tanpa diketahui rimbanya, akan tetapi tubuh tidak pernah bisa berbohong walaupun seseorang berusaha untuk tetap berdiri tegak.

Tak bisa dipungkiri, kalau mereka pun sudah merasa lelah yang teramat sangat dan tak sanggup lagi jika terus berjalan jauh.

'Hari sudah semakin gelap dan mereka sudah kelelahan. Rasa-rasanya aku sangat tidak tega untuk bersikeras memaksa mereka mencari keponakanku itu.' An Se bergumam dalam hati sambil masih tegak berdiri di bawah naungan payung yang dipegangi oleh seorang pria setengah tua. 'Tetapi aku juga tidak bisa tenang tanpa An Zi terlihat di depan mataku.'

'Bagaimana jika dia kelaparan dan kedinginan?' gumam An Se dalam hati sambil membayangkan keponakan satu-satunya itu tengah meringkuk di suatu tempat dalam keadaan menyedihkan. 'Bagaimana kalau sakit perut dan demamnya kambuh dan siapa yang menolongnya?'

An Se tidak bisa untuk tak menitikkan air mata. Hatinya terasa sangat pedih dan tidak rela jika semua hal mengerikan itu terjadi.

Pria muda itu berteriak dalam hati. 'Alangkah nakalnya bocah itu! Berani sekali membuat pamannya ini ketakutan dan tidak bisa tenang walau dalam sekejap mata saja!'

"Paman Lan, An Zi masih belum juga diketemukan tetapi keadaan kita tidak memungkinkan kita mencari lebih jauh dari tempat ini. Bagaimana menurut Paman?" An Se bertanya sambil menatap puluhan nyala api obor yang menyebar ke segala arah dan sesekali tampak berlarian ke sana dan ke mari. "Apakah tidak sebaiknya kita hentikan dulu pencarian ini?"

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Zhe Xian
suka tulisanya
goodnovel comment avatar
Liu Xing
malah balik
goodnovel comment avatar
backey all
oke,, fight dgn cerita yg memerlukan kecermatan
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kristal Jiwa Raja Naga   188. Cacing Kecil

    Ketegangan mencekam melanda seluruh pasukan. Setiap prajurit menghunus senjata dengan gerakan cepat nan berhati-hati. Jenderal Hei Xiang meraih ikat pinggangnya dengan sekali hentakan. Ternyata aksesori yang tampak elegan itu adalah cambuk rantai baja hitam dengan ujung runcing bagaikan mata anak panah. Kilau gelap pada bilah panjang berduri itu memantulkan aura kematian, sementara lapisan racun pekat menyelimuti permukaannya, racun yang mampu merenggut nyawa lawan dalam waktu singkat.Senjata kebanggaan jenderal besar milik Klan Naga Hitam ini telah merenggut ribuan nyawa di medan perang. Bahkan praktisi bela diri tertinggi sekalipun tak akan selamat jika tergores duri-duri logam tersebut walau sekali saja.Sementara itu, Jin Long telah mendahului terbang terpisah sambil menenteng kasar tubuh prajurit yang berhasil diculiknya. Dengan tanpa belas kasihan, ia melemparkan korbannya ke udara dengan hentakan keras."Aaaaaaaaa!" Jeritan keras dan panjang terdengar sangat menyayat, dan ...

  • Kristal Jiwa Raja Naga   186. Awan Hitam Aneh

    Elang Ragaseta berusaha bersikap sopan dan sedikit malu-malu. "Eh, anu Ki ... saya ingin menanyakan arah jalan yang menuju ke kotaraja. Barangkali Ki Sanak dapat memberikan sedikit petunjuk." "Oh, tentu saja bisa. Kebetulan sekali saya sudah sering ke kotaraja karena anak saya juga tinggal di sana," sahut Ki Suta dengan wajah cerah. Elang Ragaseta terlihat senang. "Oh, kalau begitu ini sangat kebetulan sekali. Mohon kiranya Aki bersedia memberitahukannya kepada saya. Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Aki." "Tentu saja." Ki Suta lalu mengambil ranting yang tergeletak di tepi jalan dan mulai menggambar garis-garis dan petak-petak di atas tanah berdebu. "Anggap saja ini kotaraja dan ini adalah tempat kita berada saat ini." Dengan sabar, Ki Suta menjelaskan kepada Elang Ragaseta. "Nah, Ki Sanak hanya perlu berjalan ke arah selatan setelah melewati Desa Glundungan. Apakah Anda paham, Anak Muda

  • Kristal Jiwa Raja Naga   185. Niat Mengambil Senjata

    Elang Ragaseta terdiam sejenak, matanya menatap ke luar kedai melalui celah jendela bambu. Di luar, jalan tanah masih dipenuhi pedagang dengan gerobak dan anak-anak yang berlarian.Elang Ragaseta berkata, "Aku belum pernah melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Jadi bukankah hal yang wajar kalau aku meragukan cerita Kakak Jin? Tapi aku tetap percaya padamu tentu saja.""Hanya saja yang aku tidak habis mengerti, benarkah senjata itu benar-benar bisa mengeluarkan suara raungan?" tanya Elang Ragaseta sambil meneguk sisa kopi terakhirnya. Jin Long terdiam, merasakan ada sesuatu yang bergejolak dalam dadanya. "Suara itu ... mungkin itu karena dia sebenarnya sedang memanggilku.""Meraung, memanggil pemiliknya?" Elang Ragaseta mengernyitkan dahi. "Ternyata di dunia ini benar-benar ada senjata seperti itu?""Ya, tentu saja ada. Meskipun mungkin mereka bisa menyentuhnya, tetapi aku yakin sekali kalau tidak ada seorang pun yang bisa menggunakan senjataku itu selain diriku sendiri." Jin Long

  • Kristal Jiwa Raja Naga   184. Berita Tentang Tombak Emas

    Elang Ragaseta tersenyum kecil, menahan tawa agar tak mengundang curiga bagi orang-orang di sekitarnya. Ia menjawab dalam hati. "Kakak Jin, bukankah pakaian ini sudah cukup bagus?" "Lagipula aku tidak butuh kemewahan karena aku juga bukan dari kaum bangsawan yang senang memamerkan harta mereka," lanjut Elang Ragaseta, santai. "Dan jika penampilanku yang hanya seorang pengelana ini terlalu mencolok, bagaimana kalau di jalan aku malah disatroni begal?" Jin Long tak senang dengan ucapan Elang Ragaseta. "Elang, kamu ini sudah jauh lebih kuat dari sebelumnya, ditambah lagi dengan adanya aku di dalam tubuhmu, kamu masih takut pada para begal?" "Bukan aku takut. Aku hanya tidak terlalu suka dengan keributan," sahut Elang Ragaseta. "Lagipula ilmu olah kanuragan yang aku kuasai masih belum seberapa." "Baiklah. Meski baju dan penampilanmu ini sangat tidak sesuai dengan seleraku, tapi setidaknya kamu butuh seekor kuda." Jin Long mendengus. "Padahal tidak ada jeleknya kalau kamu memiliki sedi

  • Kristal Jiwa Raja Naga   183. Mengacaukan Lembah Pakisan

    Zi Wu merasakan sedih yang tak terkatakan dan ia hanya bisa membatin, 'Wu Yan, tidak tahu bagaimana nasibmu sekarang ini di Alam Naga Langit, tapi ayah masih berharap kalau kamu baik-baik saja.'Dahulu Zi Wu sudah berulang kali mencoba mencegah kepergian putri pertamanya itu agar tidak nekat menerobos alam yang sudah lama mereka tinggalkan. Namun, Zi Wu Yan tetap bersikeras untuk tetap pergi dengan alasan ingin menyelidiki kasus klan mereka. Akan tetapi, setelah sekian ratus tahun berlalu, Zi Wu Yan tidak pernah sekalipun mengirimkan kabar. Dengan begitu, Zi Wu hanya bisa pasrah dan sudah tak berharap anaknya bisa kembali ke bumi ini. Demi melihat kemurungan yang menghiasi wajah ayahnya, Zi Wu Lan tak bisa untuk tak merasa menyesal. "Ayah ... apakah marah padaku?" Zi Wu menggeleng lemah."Sudahlah," ucap Zi Wu sembari mengibaskan tangannya. "Sekarang kita kembali ke pokok pembicaraan kita." Kedua saudara kembar itu langsung menoleh ke arah ayah mereka. "Ya, Ayah!"Sebenarnya, Zi W

  • Kristal Jiwa Raja Naga   182. Sisa Ras Naga Ungu

    Di sebuah tempat yang jauh dari Lembah Pakisan, tepatnya di jantung Hutan Sawo Alas yang lebat dan beraroma tanah lembap, berdiri sebuah rumah kayu sederhana berbentuk panggung. Rumah itu tidaklah mewah, apalagi megah seperti istana. Tiang-tiang kayunya yang berwarna cokelat tua menopang lantai yang terbuat dari papan jati kasar, tampak sudah dipoles berulang kali hingga mengilap. Atapnya terbuat dari daun ijuk kering, sebagian sudah basah akibat sering terkena hujan. Dari kejauhan, rumah itu terlihat menyatu dengan alam. Jendela-jendela kayunya berbingkai ukiran sederhana bergaya arsitektur China kuno, lengkungan halus dan pahatan bunga peony yang tak begitu rapi, tanda bahwa rumah itu dibangun bukan oleh tangan seniman istana, melainkan tangan ayah yang sekadar ingin membuat tempat berteduh bagi keluarganya. Di bagian depan, ada beranda kecil dengan pagar bambu rendah yang mulai berderit jika diinjak, seakan ikut bernapas bersama hembusan angin. Di beranda rumah itulah, tiga sos

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status