Home / Fantasi / Kristal Jiwa Raja Naga / 05. Di Mana Kamu, An Zi?

Share

05. Di Mana Kamu, An Zi?

last update Huling Na-update: 2025-01-25 23:36:20

Jatayu mengerutkan alis. "Mengapa Adik Langit terkejut, apakah namaku terdengar aneh?"

"Tidak! Tidak ada yang aneh dengan nama Kakak." Langit sedikit tergagap. "Itu nama yang bagus dan terdengar sangat gagah."

"Ba--baiklah, Kak Jatayu." Langit menganggukkan kepala.

"Baguslah. Sekarang kita bisa saling berteman." Pria berjubah putih bangkit dan mengawasi keadaan sekitarnya. "Oh ya, Adik Langit. Sebaiknya kita segera mencari tempat yang nyaman untuk berlindung. Hari sudah sangat gelap. Aku juga khawatir jika mereka akan mengejarmu lagi."

Jatayu kemudian melihat sebatang pohon besar berdaun rindang yang dirasa bisa dijadikan tempat berteduh untuk sementara waktu. Pria itu pun segera mengajak Langit untuk berteduh. "Kamu tunggulah sebentar di bawah pohon ini!"

"Kakak Jatayu hendak pergi ke mana?" bertanya Langit sambil duduk bersandar pada pokok batang pohon besar.

Tubuhnya terasa kian melemah akibat dari kelelahan dan ketakutan yang baru saja menyerangnya. Terlebih lagi, sakit pada perutnya benar-benar tidak tertahankan lagi.

Jatayu menjawab, "Kakak akan mencari tempat yang lebih layak daripada kita terus berada di bawah hujan seperti ini. Kakak khawatir, sakitmu akan menjadi lebih parah nantinya."

"Tapi aku takut, Kak Jatayu! Hutan ini gelap sekali dan sangat menyeramkan!" Langit berusaha mencegah agar Jatayu tidak meninggalkannya. "Kak Jatayu, jangan tinggalkan aku!"

Jatayu tersenyum penuh misteri. "Baiklah. Kalau begitu kakak ini tidak akan ke mana pun. Kakak akan menemanimu tidur, agar Langit bisa melupakan rasa sakitmu."

'Langit, maafkan aku!' bisik Jatayu dalam hati.

'Apa boleh buat? Daripada dia membuatku kesulitan dalam menjalankan tugasku," pikir pria muda yang mengaku bernama Jatayu sambil tersenyum lembut.

Namun, Jatayu secara diam-diam membaca sebuah mantra penenang dan meniupkannya pada wajah Langit yang kian sayu.

Langit pun segera tertidur pulas akibat pengaruh mantra penidur dari Jatayu. Pria muda itu merasa lega dan berniat untuk membawa Langit pergi dari tempat itu.

'Akhirnya aku berhasil mendapatkan buruan ini.' Jatayu menyeringai, merasa beruntung. 'Mudah sekali mendapatkan cacing kecil ini. Perburuan kali ini ternyata tidak terlalu merepotkan.'

'Berburu di tengah hujan senja ternyata cukup menyenangkan," pikir Jatayu sambil menampung air gerimis dengan mangkuk tangannya. 'Ayah, ibu, aku pulang dengan membawa hadiah untuk kalian berdua!'

*****

Di tempat lain, tepatnya di perbatasan hutan yang menghubungkan antara pedesaan satu dengan pedesaan lainnya.

Dari kejauhan terlihat banyak nyala obor diringi sayup-sayup suara orang berteriak-teriak memanggil nama seseorang yang tengah mereka cari.

"Tuan Mudaaaaa!" Seorang pria berpakaian hanfu pelayan berteriak memanggil.

"Tuan Muda, ada di manaaaa?" Yang lain menyahut.

"Tuan Muda An Ziiiiii!"

Seorang pria setengah wanita berteriak, "Tuan Muda An Zi, Anda di mana?"

"Tuan Muda An Zi, kembalilaaaah! Bibi Ruo mencari Anda semenjak siang tadi. Kami semua sudah lelaaaah!" Salah seorang wanita juga berseru sembari menangis.

Dia adalah Yi Ruo, salah seorang pengasuh wanita yang baru saja mendapat marah dari sang tuan, akibat keteledorannya dalam menjaga An Zi. "Ke mana perginya anak itu sebenarnya?"

"Tuan Muda An Zi, menyahutlah jika Anda mendengar suara kami!"

Seruan demi seruan terus bersahutan, akan tetapi orang yang dicarinya tetap tidak diketemukan. Namun, mereka semua terus berusaha mencari hingga ke tempat yang jauh yang mungkin saja didatangi oleh anak-anak seusia An Zi.

Lalu, siapakah orang yang sedang mereka cari itu sebenarnya?

Di antara para pencari, terlihat seorang pria tampan mengenakan hanfu putih yang sudah basah sebagian dan tampak kotor oleh percikan air lumpur akibat hujan.

Penampilan pria berpakaian hanfu putih itu begitu anggun dan memiliki wajah yang sangat tampan, tapi juga terlihat lembut, cantik dan gagah yang menjadi satu.

"An Zi, sudah paman bilang untuk jangan pernah keluar dari pagar pembatas lembah, tapi kamu melanggarnya. Bagaimana cara paman menjawab pertanyaan kedua orang tuamu nanti?" Gumaman lirih terucap di bibir tipisnya yang tampak bergetar akibat menahan rasa dingin.

Kepala An Se terasa berdenyut hingga ia memegangi dahinya sambil menggerakkan kepala. "An Zi, di manakah keberadaan anak itu sekarang ini?"

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (2)
goodnovel comment avatar
Krisan Emas
apakah yg dicari anak.itu tadi???
goodnovel comment avatar
backey all
an zi siapa lagi ini???
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Kristal Jiwa Raja Naga   186. Awan Hitam Aneh

    Elang Ragaseta berusaha bersikap sopan dan sedikit malu-malu. "Eh, anu Ki ... saya ingin menanyakan arah jalan yang menuju ke kotaraja. Barangkali Ki Sanak dapat memberikan sedikit petunjuk." "Oh, tentu saja bisa. Kebetulan sekali saya sudah sering ke kotaraja karena anak saya juga tinggal di sana," sahut Ki Suta dengan wajah cerah. Elang Ragaseta terlihat senang. "Oh, kalau begitu ini sangat kebetulan sekali. Mohon kiranya Aki bersedia memberitahukannya kepada saya. Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Aki." "Tentu saja." Ki Suta lalu mengambil ranting yang tergeletak di tepi jalan dan mulai menggambar garis-garis dan petak-petak di atas tanah berdebu. "Anggap saja ini kotaraja dan ini adalah tempat kita berada saat ini." Dengan sabar, Ki Suta menjelaskan kepada Elang Ragaseta. "Nah, Ki Sanak hanya perlu berjalan ke arah selatan setelah melewati Desa Glundungan. Apakah Anda paham, Anak Muda

  • Kristal Jiwa Raja Naga   185. Niat Mengambil Senjata

    Elang Ragaseta terdiam sejenak, matanya menatap ke luar kedai melalui celah jendela bambu. Di luar, jalan tanah masih dipenuhi pedagang dengan gerobak dan anak-anak yang berlarian.Elang Ragaseta berkata, "Aku belum pernah melihatnya dengan mata kepalaku sendiri. Jadi bukankah hal yang wajar kalau aku meragukan cerita Kakak Jin? Tapi aku tetap percaya padamu tentu saja.""Hanya saja yang aku tidak habis mengerti, benarkah senjata itu benar-benar bisa mengeluarkan suara raungan?" tanya Elang Ragaseta sambil meneguk sisa kopi terakhirnya. Jin Long terdiam, merasakan ada sesuatu yang bergejolak dalam dadanya. "Suara itu ... mungkin itu karena dia sebenarnya sedang memanggilku.""Meraung, memanggil pemiliknya?" Elang Ragaseta mengernyitkan dahi. "Ternyata di dunia ini benar-benar ada senjata seperti itu?""Ya, tentu saja ada. Meskipun mungkin mereka bisa menyentuhnya, tetapi aku yakin sekali kalau tidak ada seorang pun yang bisa menggunakan senjataku itu selain diriku sendiri." Jin Long

  • Kristal Jiwa Raja Naga   184. Berita Tentang Tombak Emas

    Elang Ragaseta tersenyum kecil, menahan tawa agar tak mengundang curiga bagi orang-orang di sekitarnya. Ia menjawab dalam hati. "Kakak Jin, bukankah pakaian ini sudah cukup bagus?" "Lagipula aku tidak butuh kemewahan karena aku juga bukan dari kaum bangsawan yang senang memamerkan harta mereka," lanjut Elang Ragaseta, santai. "Dan jika penampilanku yang hanya seorang pengelana ini terlalu mencolok, bagaimana kalau di jalan aku malah disatroni begal?" Jin Long tak senang dengan ucapan Elang Ragaseta. "Elang, kamu ini sudah jauh lebih kuat dari sebelumnya, ditambah lagi dengan adanya aku di dalam tubuhmu, kamu masih takut pada para begal?" "Bukan aku takut. Aku hanya tidak terlalu suka dengan keributan," sahut Elang Ragaseta. "Lagipula ilmu olah kanuragan yang aku kuasai masih belum seberapa." "Baiklah. Meski baju dan penampilanmu ini sangat tidak sesuai dengan seleraku, tapi setidaknya kamu butuh seekor kuda." Jin Long mendengus. "Padahal tidak ada jeleknya kalau kamu memiliki sedi

  • Kristal Jiwa Raja Naga   183. Mengacaukan Lembah Pakisan

    Zi Wu merasakan sedih yang tak terkatakan dan ia hanya bisa membatin, 'Wu Yan, tidak tahu bagaimana nasibmu sekarang ini di Alam Naga Langit, tapi ayah masih berharap kalau kamu baik-baik saja.'Dahulu Zi Wu sudah berulang kali mencoba mencegah kepergian putri pertamanya itu agar tidak nekat menerobos alam yang sudah lama mereka tinggalkan. Namun, Zi Wu Yan tetap bersikeras untuk tetap pergi dengan alasan ingin menyelidiki kasus klan mereka. Akan tetapi, setelah sekian ratus tahun berlalu, Zi Wu Yan tidak pernah sekalipun mengirimkan kabar. Dengan begitu, Zi Wu hanya bisa pasrah dan sudah tak berharap anaknya bisa kembali ke bumi ini. Demi melihat kemurungan yang menghiasi wajah ayahnya, Zi Wu Lan tak bisa untuk tak merasa menyesal. "Ayah ... apakah marah padaku?" Zi Wu menggeleng lemah."Sudahlah," ucap Zi Wu sembari mengibaskan tangannya. "Sekarang kita kembali ke pokok pembicaraan kita." Kedua saudara kembar itu langsung menoleh ke arah ayah mereka. "Ya, Ayah!"Sebenarnya, Zi W

  • Kristal Jiwa Raja Naga   182. Sisa Ras Naga Ungu

    Di sebuah tempat yang jauh dari Lembah Pakisan, tepatnya di jantung Hutan Sawo Alas yang lebat dan beraroma tanah lembap, berdiri sebuah rumah kayu sederhana berbentuk panggung. Rumah itu tidaklah mewah, apalagi megah seperti istana. Tiang-tiang kayunya yang berwarna cokelat tua menopang lantai yang terbuat dari papan jati kasar, tampak sudah dipoles berulang kali hingga mengilap. Atapnya terbuat dari daun ijuk kering, sebagian sudah basah akibat sering terkena hujan. Dari kejauhan, rumah itu terlihat menyatu dengan alam. Jendela-jendela kayunya berbingkai ukiran sederhana bergaya arsitektur China kuno, lengkungan halus dan pahatan bunga peony yang tak begitu rapi, tanda bahwa rumah itu dibangun bukan oleh tangan seniman istana, melainkan tangan ayah yang sekadar ingin membuat tempat berteduh bagi keluarganya. Di bagian depan, ada beranda kecil dengan pagar bambu rendah yang mulai berderit jika diinjak, seakan ikut bernapas bersama hembusan angin. Di beranda rumah itulah, tiga sos

  • Kristal Jiwa Raja Naga   181. Penyerang Asing

    BANG! BANG! Ledakan keras disertai getaran kuat terus berlangsung hingga beberapa kali dan mengguncang lembah, menyebabkan tebing-tebing bergetar, batu-batu pun banyak yang runtuh. Bagai naga raksasa yang menggeliat dalam tidurnya, tanah di bawah Lembah Pakisan bergetar dengan kekuatan yang mengoyak jiwa. Setiap getaran mengirim gelombang teror yang merayap naik dari perut bumi, membuat seluruh lembah berguncang seperti daun di tengah badai. "Ibu! Ibu, di ada mana?" Jeritan seorang anak kecil membelah udara yang kini dipenuhi debu cokelat keabuan. Matanya yang bulat penuh air mata mencari sosok yang telah lenyap di balik reruntuhan bambu. Rumah-rumah tradisional yang dulunya berdiri kokoh kini menjadi tumpukan kayu dan genteng yang berserakan. Bunyi retakan kayu bercampur dengan desisan angin yang membawa aroma tanah basah dan ketakutan. Seorang wanita paruh baya terjatuh, tangannya gemetar mencoba menggapai suaminya yang terjepit di bawah balok besar. "Suamiku!" "Istriku ...."

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status