LOGINJatayu mengerutkan alis. "Mengapa Adik Langit terkejut, apakah namaku terdengar aneh?"
"Tidak! Tidak ada yang aneh dengan nama Kakak." Langit sedikit tergagap. "Itu nama yang bagus dan terdengar sangat gagah." "Ba--baiklah, Kak Jatayu." Langit menganggukkan kepala. "Baguslah. Sekarang kita bisa saling berteman." Pria berjubah putih bangkit dan mengawasi keadaan sekitarnya. "Oh ya, Adik Langit. Sebaiknya kita segera mencari tempat yang nyaman untuk berlindung. Hari sudah sangat gelap. Aku juga khawatir jika mereka akan mengejarmu lagi." Jatayu kemudian melihat sebatang pohon besar berdaun rindang yang dirasa bisa dijadikan tempat berteduh untuk sementara waktu. Pria itu pun segera mengajak Langit untuk berteduh. "Kamu tunggulah sebentar di bawah pohon ini!" "Kakak Jatayu hendak pergi ke mana?" bertanya Langit sambil duduk bersandar pada pokok batang pohon besar. Tubuhnya terasa kian melemah akibat dari kelelahan dan ketakutan yang baru saja menyerangnya. Terlebih lagi, sakit pada perutnya benar-benar tidak tertahankan lagi. Jatayu menjawab, "Kakak akan mencari tempat yang lebih layak daripada kita terus berada di bawah hujan seperti ini. Kakak khawatir, sakitmu akan menjadi lebih parah nantinya." "Tapi aku takut, Kak Jatayu! Hutan ini gelap sekali dan sangat menyeramkan!" Langit berusaha mencegah agar Jatayu tidak meninggalkannya. "Kak Jatayu, jangan tinggalkan aku!" Jatayu tersenyum penuh misteri. "Baiklah. Kalau begitu kakak ini tidak akan ke mana pun. Kakak akan menemanimu tidur, agar Langit bisa melupakan rasa sakitmu." 'Langit, maafkan aku!' bisik Jatayu dalam hati. 'Apa boleh buat? Daripada dia membuatku kesulitan dalam menjalankan tugasku," pikir pria muda yang mengaku bernama Jatayu sambil tersenyum lembut. Namun, Jatayu secara diam-diam membaca sebuah mantra penenang dan meniupkannya pada wajah Langit yang kian sayu. Langit pun segera tertidur pulas akibat pengaruh mantra penidur dari Jatayu. Pria muda itu merasa lega dan berniat untuk membawa Langit pergi dari tempat itu. 'Akhirnya aku berhasil mendapatkan buruan ini.' Jatayu menyeringai, merasa beruntung. 'Mudah sekali mendapatkan cacing kecil ini. Perburuan kali ini ternyata tidak terlalu merepotkan.' 'Berburu di tengah hujan senja ternyata cukup menyenangkan," pikir Jatayu sambil menampung air gerimis dengan mangkuk tangannya. 'Ayah, ibu, aku pulang dengan membawa hadiah untuk kalian berdua!' ***** Di tempat lain, tepatnya di perbatasan hutan yang menghubungkan antara pedesaan satu dengan pedesaan lainnya. Dari kejauhan terlihat banyak nyala obor diringi sayup-sayup suara orang berteriak-teriak memanggil nama seseorang yang tengah mereka cari. "Tuan Mudaaaaa!" Seorang pria berpakaian hanfu pelayan berteriak memanggil. "Tuan Muda, ada di manaaaa?" Yang lain menyahut. "Tuan Muda An Ziiiiii!" Seorang pria setengah wanita berteriak, "Tuan Muda An Zi, Anda di mana?" "Tuan Muda An Zi, kembalilaaaah! Bibi Ruo mencari Anda semenjak siang tadi. Kami semua sudah lelaaaah!" Salah seorang wanita juga berseru sembari menangis. Dia adalah Yi Ruo, salah seorang pengasuh wanita yang baru saja mendapat marah dari sang tuan, akibat keteledorannya dalam menjaga An Zi. "Ke mana perginya anak itu sebenarnya?" "Tuan Muda An Zi, menyahutlah jika Anda mendengar suara kami!" Seruan demi seruan terus bersahutan, akan tetapi orang yang dicarinya tetap tidak diketemukan. Namun, mereka semua terus berusaha mencari hingga ke tempat yang jauh yang mungkin saja didatangi oleh anak-anak seusia An Zi. Lalu, siapakah orang yang sedang mereka cari itu sebenarnya? Di antara para pencari, terlihat seorang pria tampan mengenakan hanfu putih yang sudah basah sebagian dan tampak kotor oleh percikan air lumpur akibat hujan. Penampilan pria berpakaian hanfu putih itu begitu anggun dan memiliki wajah yang sangat tampan, tapi juga terlihat lembut, cantik dan gagah yang menjadi satu. "An Zi, sudah paman bilang untuk jangan pernah keluar dari pagar pembatas lembah, tapi kamu melanggarnya. Bagaimana cara paman menjawab pertanyaan kedua orang tuamu nanti?" Gumaman lirih terucap di bibir tipisnya yang tampak bergetar akibat menahan rasa dingin. Kepala An Se terasa berdenyut hingga ia memegangi dahinya sambil menggerakkan kepala. "An Zi, di manakah keberadaan anak itu sekarang ini?"Di sisi lain, Yin Long berlari kencang setengah terbang melewati puing-puing reruntuhan, keadaan sangat kacau dan mengerikan. Rumah-rumah penduduk hancur total, hewan-hewan ternak banyak yang mati bergelimpangan. Udara dipenuhi aroma darah dan debu yang menyesakkan. Yin Long mencari An Zi ke berbagai penjuru dengan perasaan sangat khawatir. Jantungnya berdegup kencang. Ia sempat melihat cahaya ledakan tabrakan energi spiritual yang menyilaukan di sebelah Selatan. "Apakah itu pusat pengendalian formasi pelindung lembah?" gumam Yin Long dengan perasaan khawatir. "Jadi, aku harus ke sana, atau tetap mencari An Zi?" Yin Long merasa bimbang. Tiba-tiba, hidungnya mengendus bau aura dan napas naga yang melesat ke suatu arah. "Sepertinya aura ini bukan milik Senior Zi," pikir Yin Long. "Aku harus segera mencari tahu!" Tanpa berpikir panjang, Yin Long melesat terbang mengikuti aura gelap yang sangat mencurigakan. ***** Pada saat yang sama, An Zi dan An Meng tengah berlarian den
Sementara itu, di balai pusat formasi pelindung yang terletak di jantung lembah, suasana jauh lebih genting dan mencekam. Retakan pada pagar gaib pelindung semakin lebar, cahaya biru keunguan yang memancar dari pilar-pilar formasi bergetar hebat, sesekali terang dan terkadang redup. Guru Qing Zhe berdiri tegak di tengah lingkaran murid-muridnya. Tangan-tangan mereka berusaha menopang pilar formasi yang terus bergetar. "Guru, retakannya semakin lebar! Bagaimana ini?" teriak salah seorang murid wanita dengan napas memburu. "Guru, sepertinya kita sudah tak mungkin lagi bisa bertahan!" Murid lain menyahut, ekspresi wajahnya menampilkan kelelahan. 'Apa yang harus aku lakukan sekarang? Keadaan murid-muridku sudah sangat kasihan dan sepertinya mereka tidak akan lagi mampu bertahan lebih lama.' Qing Zhe membatin, hatinya mulai diliputi kekhawatiran. 'Dan mengapa sampai sekarang tidak ada kabar sama sekali dari tuan besar? Apakah tuan besar dan tuan muda baik-baik saja, atau telah terjadi s
Suara letupan masih terdengar, mengirimkan riak energi yang membuat udara di sekitarnya bergetar hebat. Debu dan kerikil di tanah terangkat melayang, tersedot ke dalam pusaran kekuatan yang semakin menguat. Cahaya ungu menyilaukan memantul dari kelopak-kelopak teratai yang terus berkembang, menciptakan pola formasi spiritual yang indah namun mematikan. Dari kejauhan, Tetua Yunluo memerhatikan gerak-gerik Zi Wu dengan mata menyipit tajam, alisnya berkerut, seolah tengah mengingat-ingat sesuatu yang sangat familiar. "Teknik itu ... mengapa rasanya sedikit akrab?' 'Aku seperti pernah melihatnya ... tapi di mana?' Tetua Yunluo berpikir keras. 'Sebentar aku ingat-ingat lagi.' Kepala Tetua Yunluo terasa berdenyut dan menjadi sakit. Wanita tua Penyihir itu sama sekali tidak bisa mengingat kejadian di masa lalunya. 'Sial! Aku benar-benar tidak ingat di mana aku pernah melihat teknik itu!' 'Sudahlah. Tidak penting aku pikirkan tentang siapa dia!' Sang penyihir tua tidak mungkin hany
Tetua Yunluo menatap Zi Wu dengan pandangan sinis. "Kami sengaja datang ke mari memang untuk mengambil kembali Pangeran Hei Xian, dan kau ingin merebutnya dari tangan kami?" "Dasar cacing tanah yang ingin menelan naga! Sungguh tidak idak tahu diri!" Tetua Yunluo, wanita penyihir itu tertawa sinis sambil menatap Zi Wu yang terluka. Ada jejak nafsu membunuh di matanya, seperti siluman haus darah. Zi Wu berjuang keras menopang tubuhnya yang gemetar. Darah segar masih mengalir deras dari sudut bibirnya yang pecah, membasahi jubah ungunya yang kini compang-camping. Luka internalnya kali ini cukup parah, serangan energi gelap dari Tetua Yunluo terasa membakar darahnya. "Hei, Cacing Kecil! Kau kira dengan kekuatan menyedihkanmu itu bisa melawanku?" Tetua Yunluo meremehkan sambil memutar tongkatnya. "Kau ini ibarat semut lemah yang berhasrat ingin meruntuhkan gunung, katak di dasar sumur yang ingin meraih bintang, sungguh konyol dan menggelikan!" "Hahahaha!" "Hahahaha!" Tawa Tetu
Zi Wu tentu saja paham akan maksud Yin Long. Ia berkata, "Ah Yin, sekarang serahkan urusan bocah ini padaku. Kamu pergilah untuk mencari An Zi dan orang-orang yang perlu diselamatkan."Yin Long merasa agak keberatan. "Tapi, Senior. Bagaimana dengannya?" "Paman ...." Pangeran Hei Xian merintih, tangannya menggapai ke arah Yin Long.Yin Long kembali meraih tangan Pangeran Hei Xian dan menggenggamnya. "Ah Xian, maafkan paman yang harus pergi mencari An Zi. Dengan adanya Senior Zi di sini, kamu pasti akan aman dan beliau bisa mengatasi masalahmu.""Kamu ... tidak keberatan, bukan?""Baiklah." Pangeran Hei Xian hanya bisa pasrah. "Pergilah, Paman Yin."Meskipun awalnya Yin Long merasa ragu dan berat hati untuk meninggalkan Pangeran Hei Xian, tetapi akhirnya ia mengangguk. "Baiklah. Aku percayakan Ah Xian kepada Senior," ujar Yin Long sembari menyerahkan tubuh Pangeran Hei Xian kepada Zi Wu."Baiklah." Zi Wu langsung menerima Pangeran Hei Xian dengan kedua tangannya. "Pergilah cepat! Aku
"Baik, Senior!" Yin Long mengangguk dan mengulurkan tangan, berniat mencabut jepit rambut yang tertancap di sanggul kecil Pangeran Hei Xian. Namun begitu jepit itu tercabut, jeritan Hei Xian justru semakin keras. "Kepalaku!" "Aaaaaargh!" Mata Yin Long terbelalak. Tangannya yang menggenggam jepit rambut sampai bergetar. "Mengapa jadi begini? Senior Zi, mungkinkah sumbernya memang bukan dari benda ini?" "Aneh ... kalau bukan dari jepit rambut itu, mungkinkah ada benda lain atau semacam Segel Pengendali Jiwa?" Zi Wu tak habis pikir. "Segel Pengendali Jiwa?" Yin Long terkejut. "Segel Pengendali Jiwa?" Pangeran Hei Xian lebih terkejut lagi. Benarkah mereka setega itu kepadanya? "Hemm, mungkin saja benda ini semacam segel. Ini baru perkiraan," ujar Zi Wu sambil mengamati lebih dalam. "Biar kucoba sekali lagi." Yin Long mengangguk cepat. "Cepatlah, Senior Zi, kita masih ada hal yang tak kalah penting selain daripada menyelamatkan Ah Xian!" "Hemm," gumam Zi Wu yang kemudian k







