Home / Fantasi / Kristal Jiwa Raja Naga / 10. Di Mana Orang Tuaku, Paman

Share

10. Di Mana Orang Tuaku, Paman

last update Last Updated: 2025-02-17 15:50:16

Pada saat yang sama, Langit yang masih berada dalam lingkup array pelindung ternyata mulai tersadar dari tidurnya akibat Mantra Penidur. Anak muda buronan orang-orang misterius tak dikenal itu merasa bingung dengan keadaan sekitarnya. Pepohonan di area ini tidak terlalu lebat walau terasa asing dan terlihat lebih terang jika dibandingkan dengan tempat semula.

Gelap, sepi dan dingin, terasa begitu menakutkan bagi Langit yang selama ini selalu terlindungi di tempat yang nyaman dan aman.

"Di mana aku?" Langit tidak melihat siapa pun di sekitar tempat itu. Dirinya hanya sendiri dan tubuhnya masih lemah. "Gelap sekali dan aku ... aku sendirian?'

'Mengapa aku jadi sendirian?' Langit menoleh ke arah kanan dan kiri dengan tubuh sedikit menggigil. 'Tak ada siapa pun. '

Ketakutan tiba-tiba saja langsung menghinggapi pikirannya. Langit berkeluh, seraya memangil seseorang. "Paman, tolong aku!'

Meski usianya saat ini beranjak remaja, tetapi dia masih memiliki sifat manja selayaknya seorang tuan muda yang begitu dilindungi dan dimanjakan.

Jangankan berpergian sendiri sampai sejauh ini, saat berada di tempatnya, bisa dipastikan akan ada orang yang selalu mengikuti dan menjaganya.

"Ya, Dewa, An Zi takut!" serunya dengan suara bisikan.

"Paman! Paman An Se!" Langit memanggil nama sang paman yang tentu saja tidak akan mendengar panggilannya, akan tetapi hubungan batin yang kuat telah membuat keduanya merasakan kesedihan serupa walau di tempat yang berbeda.

Langit hanya bisa terus menunggu seseorang yang tak kunjung datang hingga membuat perutnya terasa lapar dan tenggorokannya haus, akan tetapi tidak ada makanan atau minuman sama sekali.

"Aku lapar," bisiknya dengan perasaan tertekan. "Tapi, di dalam kegelapan seperti sekarang ini, bagaimana mungkin aku bisa mencari makanan?"

Hangga Langit meraba-raba rerumputan, berharap ada buah-buahan hutan yang dijatuhkan oleh para kelelawar. Namun harapan itu sia-sia, dan ia tak menemukan benda lain selain daripada batu-batu di sekitarnya.

Hangga Langit pun hanya bisa duduk memeluk lutut sambil mencoba mengingat-ingat kejadian apa saja yang telah dia alami selama seharian ini. "Semula aku sedang bermain dengan bibi pengasuh, lalu ada kelinci putih yang sangat lucu dan aku mengejarnya."

An Zi masih teringat kepada kelinci yang membuatnya sangat tertarik, seperti tersihir oleh daya pesona pemikat tak tertandingi. Hewan itu memiliki tubuh gemuk, bulu tebal nab lembut seputih salju dengan sepasang telinga panjang dan dua bola mata merah cemerlang serupa batu ruby.

"Kelinci yang sangat manis dan membuatku tanpa sadar keluar dari lembah dan tersesat. Lalu ... tiba-tiba saja ada banyak orang yang mengejarku." Langit merinci kejadian hari ini di dalam pikirannya. "Kemudian juga, aku ditolong oleh Kakak Jatayu ... eh di mana dia?"

Langit mengedarkan pandangannya ke sekeliling hutan dan tidak ada apa pun yang ia temukan, selain hanya ada pohon, semak dan sesekali hewan-hewan malam berseliweran.

Tidak ada satu orang pun manusia yang ada di hutan itu. Langit merasa kehilangan penolongnya yang hilang entah ke mana dan membuat dia kembali sendiri dalam ketakutan.

"Kakak Jatayu, di mana kamu?" Langit memberanikan diri untuk memanggil, berharap orang yang dipanggilnya segera datang.

"Kakak Jatayu!"

"Kakak Tampan Jatayu!"

Tak ada sahutan dan Langit menjadi semakin bingung.

'Aneh ... mengapa kakak itu meninggalkan aku sendirian di sini?' Langit, atau An Zi, merasakan kejanggalan dalam hati atas menghilangnya Jatayu. 'Atau mungkin ... Kakak Jatayu sedang pergi mencari sesuatu untuk dimakan?'

An Zi yang masih polos ini bahkan tidak berpikir buruk tentang Jatayu yang meninggalkannya begitu saja. 'Mungkin dia memang sedang mencari sesuatu ... berburu hewan misalnya.'

An Zi kembali meraba perutnya yang semenjak siang tadi tidak diisi makanan barang sesuap pun. Pemuda itu membayangkan betapa enaknya jika dalam suasana seperti ini ada seseorang datang memberinya makanan.

Namun, sayangnya semua hanya angan-angan belaka. Di hutan yang baru saja terguyur hujan dan gelap di mana-mana, memangnya siapa yang akan datang menolongnya?

'Bahkan Kakak Jatayu saja pergi meninggalkan aku sendirian di sini,' keluh An Zi atau yang memiliki nama lain Hangga Langit dengan perasaan sedih. 'Untung saja saat ini sakit perutku sudah tidak terlalu sakit. Untung saja saat ini tidak ada binatang buas yang mencari mangsa.'

An Zi bergidik ngeri saat membayangkan jika ada harimau atau serigala hutan yang tiba-tiba menentukan keberadaannya, dan mungkin ia akan menjadi hidangan makan malam yang lezat bagi mereka.

Bulu kuduk An Zi seketika meremang, membayangkan betapa mengerikannya jika tubuhnya diterkam sekawanan binatang buas untuk dijadikan santap malam. Hal itu membuatnya kian tersiksa dalam ketakutan, dan ingin rasanya ia segera pulang kembali ke Lembah Pakisan yang merupakan tempat paling aman baginya.

'Ternyata ucapan mereka semua benar. Kehidupan di luar lembah sangat tidak menyenangkan,' bisiknya dengan penuh penyesalan.

'Ya, Dewa! An Zi takut!" Hangga Langit menjerit dengan tubuh menggigil disertia kepanikan menyerang hatinya.

Bagaimana pun juga dia hanyalah seorang remaja yang terkadang sangat ingin merasakan dekapan hangat seorang ibu dan diperdengarkan dongeng indah sebelum tidur seperti anak-anak pada umumnya. Namun bagi seorang Hangga Langit, ia harus mengalami kesepian sepanjang waktu dan hanya bisa berteman dengan para pengasuhnya saja.

Hangga Langit hanya merasa memiliki seorang paman yang sudah di anggap sebagai ayah sekaligus gurunya. Bahkan jika Langit menanyakan perihal siapa orang tua kandungnya pun, An Se tidak pernah mau berterus terang dan selalu menyembunyikan tentang kedua orang tuanya.

'Siapa sebenarnya kedua orang tuaku?' Hangga Langit merasa sedih.

Hangga Langit teringat akan suatu hal tentang pertanyaannya yang tidak akan pernah mendapat jawaban yang dia inginkan. "Paman, siapakah dan seperti apakah kedua orang tuaku? Lalu, mereka ada di mana?"

"An Zi, keponakan paman yang pintar. Saat ini belum waktunya bagi kamu untuk mengetahui tentang kedua orang tuamu. Tetapi percayalah, kalau mereka sangat menyayangi dan selalu merindukan An Zi. Mereka juga tahu, kalau putranya ini telah tumbuh menjadi seorang anak yang pintar, tampan dan sangat menggemaskan." An Se berkata sembari membelai kepala keponakannya.

"Tapi, Paman, mengapa mereka berdua meninggalkan aku di tempat seperti ini dan membiarkan aku tidak mengetahui seperti apa wajah mereka? Bukankah itu sama saja dengan menelantarkan aku?" Hangga Langit selalu merasa jikalau kedua orang tuanya tidak menginginkan kehadiran dirinya di dunia ini. "Mereka bahkan tidak tahu seperti apa wajahku!"

"Paman, semua kawan-kawanku yang ada di lembah ini punya orang yang mereka panggil dengan sebutan ayah dan ibu. Tetapi aku tidak ada dan hanya punya Paman saja di sampingku." An Zi kecil menjatuhkan kepalanya di pelukan sang paman. "Dan mengapa aku juga memiliki nama Hangga Langit, bukankah nama An Zi saja sudah cukup untukku? Aku sungguh tidak mengerti, Paman."

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (5)
goodnovel comment avatar
Dark Villain
Hangga Langit nama yg bagus
goodnovel comment avatar
Shen Sha
bukan bab berulang tp paragraf kan bisa diprbaiki
goodnovel comment avatar
Serpihan Salju
Iya, Bang. Baru terdeteksi tadi, Senin nanti direvisi kok. Terima kasih atas koreksinya.
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Kristal Jiwa Raja Naga   199. Bahan Sandera

    Di sisi lain, Yin Long berlari kencang setengah terbang melewati puing-puing reruntuhan, keadaan sangat kacau dan mengerikan. Rumah-rumah penduduk hancur total, hewan-hewan ternak banyak yang mati bergelimpangan. Udara dipenuhi aroma darah dan debu yang menyesakkan. Yin Long mencari An Zi ke berbagai penjuru dengan perasaan sangat khawatir. Jantungnya berdegup kencang. Ia sempat melihat cahaya ledakan tabrakan energi spiritual yang menyilaukan di sebelah Selatan. "Apakah itu pusat pengendalian formasi pelindung lembah?" gumam Yin Long dengan perasaan khawatir. "Jadi, aku harus ke sana, atau tetap mencari An Zi?" Yin Long merasa bimbang. Tiba-tiba, hidungnya mengendus bau aura dan napas naga yang melesat ke suatu arah. "Sepertinya aura ini bukan milik Senior Zi," pikir Yin Long. "Aku harus segera mencari tahu!" Tanpa berpikir panjang, Yin Long melesat terbang mengikuti aura gelap yang sangat mencurigakan. ***** Pada saat yang sama, An Zi dan An Meng tengah berlarian den

  • Kristal Jiwa Raja Naga   198. Mempertahankan Formasi Pelindung

    Sementara itu, di balai pusat formasi pelindung yang terletak di jantung lembah, suasana jauh lebih genting dan mencekam. Retakan pada pagar gaib pelindung semakin lebar, cahaya biru keunguan yang memancar dari pilar-pilar formasi bergetar hebat, sesekali terang dan terkadang redup. Guru Qing Zhe berdiri tegak di tengah lingkaran murid-muridnya. Tangan-tangan mereka berusaha menopang pilar formasi yang terus bergetar. "Guru, retakannya semakin lebar! Bagaimana ini?" teriak salah seorang murid wanita dengan napas memburu. "Guru, sepertinya kita sudah tak mungkin lagi bisa bertahan!" Murid lain menyahut, ekspresi wajahnya menampilkan kelelahan. 'Apa yang harus aku lakukan sekarang? Keadaan murid-muridku sudah sangat kasihan dan sepertinya mereka tidak akan lagi mampu bertahan lebih lama.' Qing Zhe membatin, hatinya mulai diliputi kekhawatiran. 'Dan mengapa sampai sekarang tidak ada kabar sama sekali dari tuan besar? Apakah tuan besar dan tuan muda baik-baik saja, atau telah terjadi s

  • Kristal Jiwa Raja Naga   197. Puncak Pertarungan

    Suara letupan masih terdengar, mengirimkan riak energi yang membuat udara di sekitarnya bergetar hebat. Debu dan kerikil di tanah terangkat melayang, tersedot ke dalam pusaran kekuatan yang semakin menguat. Cahaya ungu menyilaukan memantul dari kelopak-kelopak teratai yang terus berkembang, menciptakan pola formasi spiritual yang indah namun mematikan. Dari kejauhan, Tetua Yunluo memerhatikan gerak-gerik Zi Wu dengan mata menyipit tajam, alisnya berkerut, seolah tengah mengingat-ingat sesuatu yang sangat familiar. "Teknik itu ... mengapa rasanya sedikit akrab?' 'Aku seperti pernah melihatnya ... tapi di mana?' Tetua Yunluo berpikir keras. 'Sebentar aku ingat-ingat lagi.' Kepala Tetua Yunluo terasa berdenyut dan menjadi sakit. Wanita tua Penyihir itu sama sekali tidak bisa mengingat kejadian di masa lalunya. 'Sial! Aku benar-benar tidak ingat di mana aku pernah melihat teknik itu!' 'Sudahlah. Tidak penting aku pikirkan tentang siapa dia!' Sang penyihir tua tidak mungkin hany

  • Kristal Jiwa Raja Naga   196. Teratai Naga Kemarahan

    Tetua Yunluo menatap Zi Wu dengan pandangan sinis. "Kami sengaja datang ke mari memang untuk mengambil kembali Pangeran Hei Xian, dan kau ingin merebutnya dari tangan kami?" "Dasar cacing tanah yang ingin menelan naga! Sungguh tidak idak tahu diri!" Tetua Yunluo, wanita penyihir itu tertawa sinis sambil menatap Zi Wu yang terluka. Ada jejak nafsu membunuh di matanya, seperti siluman haus darah. Zi Wu berjuang keras menopang tubuhnya yang gemetar. Darah segar masih mengalir deras dari sudut bibirnya yang pecah, membasahi jubah ungunya yang kini compang-camping. Luka internalnya kali ini cukup parah, serangan energi gelap dari Tetua Yunluo terasa membakar darahnya. "Hei, Cacing Kecil! Kau kira dengan kekuatan menyedihkanmu itu bisa melawanku?" Tetua Yunluo meremehkan sambil memutar tongkatnya. "Kau ini ibarat semut lemah yang berhasrat ingin meruntuhkan gunung, katak di dasar sumur yang ingin meraih bintang, sungguh konyol dan menggelikan!" "Hahahaha!" "Hahahaha!" Tawa Tetu

  • Kristal Jiwa Raja Naga   195. Merebut Pangeran Hei Xian

    Zi Wu tentu saja paham akan maksud Yin Long. Ia berkata, "Ah Yin, sekarang serahkan urusan bocah ini padaku. Kamu pergilah untuk mencari An Zi dan orang-orang yang perlu diselamatkan."Yin Long merasa agak keberatan. "Tapi, Senior. Bagaimana dengannya?" "Paman ...." Pangeran Hei Xian merintih, tangannya menggapai ke arah Yin Long.Yin Long kembali meraih tangan Pangeran Hei Xian dan menggenggamnya. "Ah Xian, maafkan paman yang harus pergi mencari An Zi. Dengan adanya Senior Zi di sini, kamu pasti akan aman dan beliau bisa mengatasi masalahmu.""Kamu ... tidak keberatan, bukan?""Baiklah." Pangeran Hei Xian hanya bisa pasrah. "Pergilah, Paman Yin."Meskipun awalnya Yin Long merasa ragu dan berat hati untuk meninggalkan Pangeran Hei Xian, tetapi akhirnya ia mengangguk. "Baiklah. Aku percayakan Ah Xian kepada Senior," ujar Yin Long sembari menyerahkan tubuh Pangeran Hei Xian kepada Zi Wu."Baiklah." Zi Wu langsung menerima Pangeran Hei Xian dengan kedua tangannya. "Pergilah cepat! Aku

  • Kristal Jiwa Raja Naga   194. Segel Pengendali Jiwa?

    "Baik, Senior!" Yin Long mengangguk dan mengulurkan tangan, berniat mencabut jepit rambut yang tertancap di sanggul kecil Pangeran Hei Xian. Namun begitu jepit itu tercabut, jeritan Hei Xian justru semakin keras. "Kepalaku!" "Aaaaaargh!" Mata Yin Long terbelalak. Tangannya yang menggenggam jepit rambut sampai bergetar. "Mengapa jadi begini? Senior Zi, mungkinkah sumbernya memang bukan dari benda ini?" "Aneh ... kalau bukan dari jepit rambut itu, mungkinkah ada benda lain atau semacam Segel Pengendali Jiwa?" Zi Wu tak habis pikir. "Segel Pengendali Jiwa?" Yin Long terkejut. "Segel Pengendali Jiwa?" Pangeran Hei Xian lebih terkejut lagi. Benarkah mereka setega itu kepadanya? "Hemm, mungkin saja benda ini semacam segel. Ini baru perkiraan," ujar Zi Wu sambil mengamati lebih dalam. "Biar kucoba sekali lagi." Yin Long mengangguk cepat. "Cepatlah, Senior Zi, kita masih ada hal yang tak kalah penting selain daripada menyelamatkan Ah Xian!" "Hemm," gumam Zi Wu yang kemudian k

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status