Share

Bab 7

Author: Raka Anggara
Edo memandang semua pejabat sipil dan militer, lalu membaca dengan suara melengking.

"Dalam kemabukan, mengangkat lampu melihat pedang, bermimpi kembali ke kamp perang dengan tiupan terompet."

"Empat ratus kilometer di bawah komando, lima puluh senar melintas, membuat suara di luar tembok. Para prajurit berbaris di medan perang."

"Kuda berlari dengan cepat, busur seperti petir yang menakutkan."

"Menyelesaikan urusan dunia untuk Kaisar, mendapatkan reputasi baik semasa hidup dan setelah kematian. Namun, sungguh disayangkan rambut sudah memutih!"

Setelah Edo menyelesaikan bacaannya, aula istana yang tadinya tenang langsung berubah. Seolah ada bom yang dilemparkan ke permukaan air yang tenang.

Semua pejabat sipil dan militer terkejut!

Terutama para pejabat sipil. Wajah mereka berseri karena kegembiraan.

Sebagai cendekiawan, siapa yang tidak ingin memiliki sebuah mahakarya yang akan diwariskan selama ribuan tahun?

Meskipun para pejabat militer tidak sepandai para pejabat sipil, mereka juga bisa merasakan keindahan dalam sajak ini.

Di hadapan mereka, seolah muncul sebuah gambaran seorang jenderal tua berambut putih. Dia seakan menghela napas sedih menatap pedang berharganya yang telah lama tersimpan.

Jenderal yang melewati masa kejayaannya bagaikan wanita yang kecantikannya memudar dengan rambut putih. Ini adalah penyesalan dalam hidup.

"Yang Mulia, bolehkah aku bertanya siapa penulis sajak ini?"

Jenggot Kepala Akademi Harlis, Ardi Ruwana, tampak bergetar karena kegembiraan.

Dia harus tahu siapa orang ini.

Ardi telah menulis puisi dan sajak seumur hidupnya. Namun, dibandingkan dengan sajak ini, dia merasa tidak pantas menulis.

Semua pejabat sipil dan militer menatap Kaisar Sinas dengan penuh harapan.

Kaisar Sinas mengerutkan kening. "Kenapa? Apakah sajak ini nggak mungkin ditulis olehku?"

Tak seorang pun percaya.

Kaisar Sinas memiliki pengetahuan sastra yang tinggi, tetapi sajak ini menggambarkan perasaan ketidakberdayaan seorang jenderal tua. Ini jelas bukan karya Kaisar Sinas.

"Yang Mulia tinggal di dalam istana, nggak mungkin menulis sajak dengan makna mendalam seperti ini."

Seorang pejabat sensor yang jujur mengatakannya secara langsung.

Ini membuat Kaisar Sinas merasa sangat marah, hampir tidak bisa menahan diri untuk melemparkan tempat wewangian dari meja ke arah pejabat tersebut.

Para pejabat sensor ini benar-benar menyebalkan!

Jenderal Hadi merasa sangat gembira. Sajak ini menggambarkan perasaannya saat ini dengan sempurna. Sayangnya, dia tidak pandai berbicara dan tidak berpendidikan .... Orang yang menulis sajak ini benar-benar seperti sudah menyuarakan pikirannya, seperti seorang sahabat sejati!

"Yang Mulia, aku juga ingin tahu, siapa penulis sajak ini?" tanya Jenderal Hadi.

Kaisar Sinas berkata dengan tenang, "Sajak ini secara kebetulan aku dapatkan. Penulisnya adalah seorang pemuda berusia belasan tahun bernama Bintang Buana."

Seluruh pejabat sipil dan militer sekali lagi merasa terkejut.

Penulisnya adalah seorang pemuda berusia belasan tahun?

Bagaimana mungkin?

Bagaimana mungkin seorang pemuda bisa menulis sajak dengan makna mendalam seperti ini?

Namun, Kaisar Sinas tidak punya alasan untuk berbohong kepada mereka.

Bintang Buana.

Semua orang diam-diam mengingat nama ini dalam hati mereka.

Setelah pertemuan selesai, mereka pasti akan menyuruh orang untuk mencari Bintang Buana ini. Meskipun harus mengeluarkan banyak uang, mereka akan memintanya menulis sebuah sajak untuk mereka.

Jika sajak ini tersebar, Jenderal Hadi pasti akan terkenal di seluruh negeri dalam sekejap.

Jika seseorang bisa mendapatkan sajak yang memuji dirinya seperti ini, itu akan membuat namanya dikenang selama ribuan tahun.

Kaisar Sinas perlahan berkata, "Ketika aku mendapatkan sajak ini, sajak ini belum memiliki judul. Aku sudah memikirkan judulnya, yaitu 'Hadiah untuk Jenderal Hadi'."

"Terima kasih, Yang Mulia!"

Jenderal Hadi tidak bisa berlutut, hanya bisa membungkuk untuk berterima kasih atas kebaikan Kaisar.

Kaisar Sinas melirik Edo.

"Pertemuan dibubarkan!"

Suara melengking Edo terdengar di seluruh aula.

Setelah pertemuan berakhir, para pejabat sipil dan militer berjalan keluar dalam kelompok kecil. Langkah mereka tampak tergesa-gesa.

Mereka berdiskusi tentang siapa Bintang Buana ini.

Mereka juga berpikir untuk mengirim orang mencarinya sesampainya di rumah, meminta sebuah puisi darinya.

Deon adalah seorang cendekiawan terkenal di Dinasti Sinas yang sangat menyukai puisi. Dia juga memiliki pemikiran yang sama, sehingga langkahnya begitu cepat.

"Pak Deon, tunggu sebentar!"

Langkah Deon langsung terhenti ketika mendengar suara itu. Saat berbalik, dia melihat Edo sedang berlari kecil mengejarnya.

"Pak Edo!"

Deon membungkuk memberi hormat. Edo adalah orang kepercayaan Kaisar Sinas. Semua pejabat di istana, bahkan Perdana Menteri sekali pun, tidak berani memperlakukannya dengan sembarangan.

"Pak Deon berjalan begitu cepat .... Yang Mulia memanggilmu, ikutlah denganku!"

Deon tampak terkejut. Dia mulai merenung, apakah dia melakukan kesalahan akhir-akhir ini? Apakah ada bukti kejahatannya yang jatuh ke tangan musuh politiknya hingga dia dilaporkan?

Setelah berpikir keras, Deon merasa tidak melakukan kesalahan apa pun akhir-akhir ini.

Namun, dia tetap merasa gelisah. Dia diam-diam mengeluarkan sekeping perak, lalu memberikannya pada Edo. Dia bertanya, "Pak Edo, apakah kamu tahu mengapa Yang Mulia memanggilku?"

Edo dengan tenang memasukkan uang perak itu ke dalam kantongnya, lalu tersenyum sambil berkata, "Pak Deon, tolong jangan mempersulitku. Aku nggak berani menebak apa yang dipikirkan Yang Mulia. Bukankah kamu akan segera mengetahuinya setelah bertemu?"

Deon sedikit menggertakkan giginya sambil berpikir, 'Dasar orang nggak tahu malu. Dia menerima uangnya, tapi nggak mau membantu,' batin Deon.

Keduanya tiba di ruang kerja kekaisaran.

"Salam, Yang Mulia. Semoga Yang Mulia sejahtera."

Deon berlutut memberi hormat.

Kaisar Sinas tetap asyik membaca buku, seolah tidak mendengarkan apa pun.

Deon juga tidak berani berdiri. Dia bahkan tidak berani mengangkat kepalanya. Hatinya berdetak kencang penuh kegelisahan.

Setelah beberapa saat, Kaisar Sinas akhirnya berkata, "Pak Deon, berdirilah!"

"Terima kasih, Yang Mulia!"

Deon berdiri dengan gemetaran, tubuhnya masih membungkuk.

"Pak Deon, berapa jumlah putramu?"

Deon tampak kebingungan. Kenapa Kaisar tiba-tiba menanyakan hal ini?

Deon segera membungkuk sembari menjawab, "Lapor, Yang Mulia. Aku memiliki tiga ... empat orang putra."

Deon secara tidak sadar ingin mengatakan tiga. Karena dalam pikirannya, dia tidak menganggap Evan sebagai anaknya.

Kaisar Sinas meletakkan bukunya, bertanya dengan nada acuh tak acuh, "Jadi, sebenarnya tiga atau empat?"

Deon cepat-cepat menjawab, "Aku memiliki empat orang putra!"

"Pak Deon, dinasti kita diperintah berdasarkan kebajikan, keadilan, kesopanan, kebijaksanaan, serta kepercayaan .... Aku nggak akan menilai moralitas pribadimu, tapi bagaimanapun juga, dia adalah darah dagingmu sendiri. Aku nggak menyukai orang yang nggak setia, apa lagi yang nggak berperasaan."

Deon tampak kebingungan.

"Anak bernama Evan itu sangat baik, perlakukanlah dia dengan lebih baik."

Tubuh Deon sedikit bergetar, wajahnya pucat. Apakah seseorang sudah melaporkannya, hingga Kaisar mengetahui bahwa dia telah membuang istri dan anaknya?

Kaisar Sinas baru saja mengatakan bahwa dia tidak menyukai orang yang tidak setia .... Habislah, tamat sudah!

Kepala Deon seakan berdengung, pandangannya menjadi gelap.

Dia langsung berlutut sambil mengetukkan kepalanya ke lantai, langsung memohon, "Aku mengaku bersalah. Mohon Yang Mulia bermurah hati, mohon Yang Mulia bermurah hati ...."

Deon merasa ketakutan. Dia seolah melihat semua anggota Keluarga Nigrat berlutut di atas Panggung Penghakiman.

Panggung Penghakiman adalah tempat memenggal kepala para pejabat tinggi.

Kaisar Sinas menatapnya dengan tatapan dingin. Deon adalah pejabat yang cakap, jadi dia tidak ingin menghukum Deon. Namun, itu tidak berarti dia tidak akan memberinya peringatan.

"Pak Deon, aku memanggilmu secara pribadi karena aku nggak berniat menghukummu."

Deon terdiam, mengira dirinya salah mendengar.

Kaisar Sinas berkata dengan nada tenang, "Aku sudah bertamu dengan anak bernama Evan itu. Dia adalah anak yang sangat berbakat."

"Pak Deon, aku akan memberimu kesempatan sekali lagi. Jangan buat aku kecewa .... Kamu tahu dengan baik apa akibatnya kalau aku kecewa."

"Selain itu, Evan nggak mengetahui identitasku. Jadi, ingatlah, aku nggak ingin ada yang mengetahui pembicaraan hari ini selain kita."

"Baiklah, kamu boleh pergi sekarang!"

Deon terpana.

'Yang Mulia telah bertemu dengan Evan? Ini tidak mungkin! Sejak Evan tiba di kediaman Keluarga Nigrat, dia hampir tidak pernah keluar rumah. Bagaimana mungkin dia bisa bertemu dengan Yang Mulia?' pikir Deon.

Edo yang melihat Deon masih kebingungan, menghampirinya, lalu berkata, "Pak Deon, silakan!"

Deon tersentak sadar, terburu-buru memberi hormat, "Aku mengucapkan terima kasih atas kemurahan hati Yang Mulia. Aku mohon undur diri!"

Setelah keluar dari ruang kerja kekaisaran, Deon baru berani menghapus keringat dingin di dahinya. Punggungnya terasa dingin, pakaiannya basah oleh keringat dingin.

Dia memandang ke arah ruang kerja kekaisaran dengan hati yang masih berdetak kencang. Wajahnya pun masih pucat. Kemudian, dia menundukkan kepala, bergegas keluar dari istana.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 50

    Di ruang kerja kekaisaran di Istana.Wahyu berdiri di bawah meja dan melaporkan percakapannya dengan Evan kepada Kaisar Sinas secara detail.Setelah mendengar laporan dari Wahyu, Kaisar Sinas segera menulis di atas selembar kertas dengan kuas merahnya.Setelah selesai, dia mengangkat kertas itu dan membacanya dengan saksama."Membunuh satu orang setiap sepuluh langkah dan nggak pernah meninggalkan jejak apa pun dalam jarak seribu mil. Setelah selesai bekerja, langsung pergi dan menyembunyikan identitas.""Dari zaman dulu kala juga semua orang pasti akan mati. Yang penting tinggalkan saja hati yang bersih dalam sejarah.""Air dapat membawa perahu ke mana-mana, tapi juga bisa menenggelamkannya ...."Kaisar Sinas membacanya sekali dan menyukai puisi ini. Makin dibaca, makin dia menyukainya."Bocah itu memang sangat berbakat .... Sayangnya, dia terlalu kurang ajar dan nggak menghormati keluarga kerajaan."Kaisar Sinas melirik Wahyu, lalu bertanya, "Karena kamu sudah bicara dengannya, apa p

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 49

    "Iya. Menyandera dan memukuli Pangeran Kelima adalah kejahatan berat yang hukumannya berupa hukuman mati bagi seluruh keluarga.""Sebenarnya, aku melakukan itu atas perintah seseorang."Jantung Wahyu sontak berdebar kencang. Apa mungkin ada orang lain yang berkomplot?"Siapa yang menyuruhmu?""Menteri Ritual, Deon Nigrat," jawab Evan.Wajah Wahyu sontak berkedut. Karena dia akhir-akhir ini diperintahkan untuk menyelidiki soal Evan, tentu saja dia tahu bahwa Evan tidak diterima di Keluarga Nigrat.Bocah ini ingin menyeret Deon."Apa hubunganmu dengan Deon? Mengapa dia memerintahkanmu untuk menyandera dan memukuli Pangeran Kelima?"Wahyu tetap bertanya walaupun sudah tahu jawabannya.Evan mengangkat kepalanya tinggi-tinggi, lalu menjawab, "Kami nggak punya hubungan apa-apa. Aku ini seorang pembunuh bayaran, jadi aku melakukan banyak hal demi uang .... Deon membayarku untuk membunuh Pangeran Kelima.""Saat orang-orangmu menangkapku, mereka menemukan seratus tahil perak yang kubawa. Itu up

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 48

    Kaisar Sinas pun mengibaskan tangannya dan mengisyaratkan Wahyu untuk pergi.Setelah itu, Kaisar Sinas memandang sang pangeran sambil berkata, "Dalam beberapa waktu ke depan, jangan menjenguknya di penjara.""Walaupun pangeran kelima itu palsu, tetap saja dia berani menyandera dan memukulinya tanpa menyadari apa-apa. Dia tetap mengabaikan hukum dan kekuasaan kekaisaran, jadi dia tetap harus dihukum.""Sesuai perintah Yang Mulia!" jawab sang pangeran dengan segera.Jenderal Hadi yang sudah tidak dapat menahan diri lagi pun akhirnya berkata, "Yang Mulia, masih belum ada kabar tentang Bintang Biru. Tolong izinkan hamba mengutus orang untuk mencarinya."Kaisar Sinas sontak tertegun. Belum ada kabar? Jadi, tadi siapa yang habis mereka bicarakan?Namun, sesaat kemudian Kaisar Sinas menyadari bahwa Jenderal Hadi sepertinya belum mengetahui identitas asli Evan."Jenderal Hadi, Evan yang tadi kami bicarakan itu sebenarnya Evan. Bintang Biru itu Evan. Mereka adalah orang yang sama."Jenderal Had

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 47

    Si pemimpin pun berjalan menghampiri, lalu bertanya, "Bintang Biru, kejahatan apa yang telah kamu lakukan? Walaupun kamu nggak bermaksud, kenyataannya kamu sudah menyelamatkan rekanku. Aku mungkin bisa membantumu meredakan situasi dan mendapatkan hukuman yang lebih ringan."Mereka hanya diperintahkan untuk menangkap Bintang Biru, mereka tidak tahu kejahatan apa yang telah Evan lakukan."Bahkan anak tiga tahun di ibu kota saja tahu kalau nggak akan ada yang bisa keluar hidup-hidup begitu dibawa masuk ke Divisi Pengawasan," sahut Evan sambil tersenyum dengan acuh tak acuh."Semuanya tergantung pada usaha manusia. Mungkin kami dapat membantumu ... atau membuat hidupmu lebih nyaman sebelum ajal menjemput."Evan menggelengkan kepalanya, lalu menjawab, "Kalian nggak akan bisa menolongku …. Aku menyandera Pangeran Kelima dan memukulinya dengan kejam. Apa kalian masih bisa menolongku?"Mereka semua sontak tertegun!Menyandera Pangeran Kelima dan memukulinya adalah kejahatan berat. Hukumannya b

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 46

    Evan yang sudah meluncur turun dari pohon bersiap untuk kabur.Namun, begitu berbalik badan, tiba-tiba punggungnya merasakan hawa dingin.Serigala yang menggigit kaki si pria yang tadi memeriksa abu itu tiba-tiba membuka mulutnya dan menerkam ke arah Evan.Evan refleks menoleh. Ekspresinya langsung berubah dan dia berguling di atas tanah.Serigala itu gagal menerkam.Evan pun bangkit berdiri, sementara si serigala menerkamnya lagi.Dia menatap serigala yang menerjang ke arahnya itu dengan tajam, lalu menghunus belatinya dengan secepat kilat.Wooosh!Bilah belati itu berkilat dengan dingin.Evan menusukkan belatinya pada kepala si serigala dengan mantap, akurat dan kejam."Bintang Biru!"Si pemimpin berseru memanggil.Evan mencabut belatinya, lalu balas menyeringai. "Selamat bersenang-senang! Selamat tinggal!"Setelah itu, Evan berbalik badan dan berlari pergi.Akan tetapi, ternyata masih terlalu dini untuk merasa senang!Belum sempat Evan berlari jauh, seekor serigala yang jauh lebih b

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 45

    Evan hanya bisa tersenyum getir di dalam hati. Dia sudah terlalu lama membuang waktu di sini. Para anggota Divisi Pengawasan itu pasti bisa menemukan tempat ini karena mengikuti jejak tapal kuda."Bos, di sini ada abu."Salah seorang di antara mereka berkata sambil melompat turun dari kudanya, lalu berjalan menghampiri abu api unggun. Dia mengulurkan tangannya untuk memeriksa. "Masih terasa hangat, jadi harusnya dia belum pergi jauh."Evan berdoa dalam hati semoga mereka tidak melihat ke atas …. Karena begitu mendongak, dia pasti akan ketahuan.Jika orang ini mendongak, mau tidak mau Evan harus menyerang dan membunuhnya …. Namun, bagaimana dengan empat orang lainnya?Semua anggota Divisi Pengawasan adalah ahli yang terkemuka. Kekuatan fisik Evan memang telah meningkat pesat berkat olahraga yang dia lakukan akhir-akhir ini, tetapi tetap saja dia tidak mungkin bisa menang melawan empat orang ahli dari Divisi Pengawasan secara bersamaan.Tiba-tiba, Evan menyadari bahwa sekawanan serigala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status