Share

Bab 6

Author: Raka Anggara
Ahmad berlari terlalu cepat, membuat Evan tidak berhasil mengejarnya.

Setelah kembali ke Halaman Barat, dia langsung mengusir para pelayan itu.

Evan membawa Paman Dimas kembali ke kamar, memberikan setengah potong ayam panggang yang dibawanya kepada Paman Dimas.

Begitu Paman Dimas membuka bungkusan kertas minyak, dia langsung melihat setengah ekor ayam panggang. Awalnya, dia merasa terkejut, kemudian tidak kuasa menahan air liurnya.

Sebagai seorang pelayan, gaji bulanannya sangat sedikit, hanya cukup untuk menyambung hidup. Dia hampir tidak pernah merasakan daging selama hampir setahun penuh.

"Paman Dimas, ini khusus aku bawakan untukmu. Makanlah!" ujar Evan.

Paman Dimas menggelengkan kepala berulang kali. "Makanan lezat seperti ini sebaiknya untuk Tuan Evan. Ini bagus untuk memulihkan stamina .... Kamu baru sembuh dari sakit berat, makanlah lebih banyak daging agar kamu cepat pulih."

"Aku sudah makan. Setengah potong ayam ini aku sisihkan khusus untukmu. Bawalah pulang untuk dimakan. Kamu bisa juga menikmatinya dengan sedikit arak."

Evan bersikap tegas. Jika tidak, Paman Dimas tidak akan mau menerimanya.

Paman Dimas tidak bisa menolak lagi. Dia berterima kasih tanpa henti, "Terima kasih, Tuan Evan. Terima kasih ...."

"Paman Dimas, tolong jangan berterima kasih lagi. Kalau bukan karena kamu, nyawaku pasti sudah melayang."

Sementara itu, di istana, di ruang kerja kekaisaran.

Kaisar Sinas memegang sebuah gulungan buku, sedang membaca di bawah cahaya lilin.

Pria feminin dengan hati-hati melayani di samping, bahkan tidak berani bernapas dengan keras.

Tepat pada saat itu, seorang kasim muda berjalan masuk dengan langkah pelan.

Kaisar Sinas mengangkat kepala meliriknya, lalu bertanya, "Ada apa?"

Kasim muda itu berlutut di tanah, lalu berkata, "Yang Mulia, Komandan Barda memohon untuk menghadap!"

Komandan Barda adalah pria berjenggot lebat dengan wajah garang itu.

Namanya adalah Barda Jayadi, komandan pengawal bersenjata di samping Kaisar Sinas. Dia termasuk salah satu orang kepercayaan Kaisar.

"Panggil dia masuk!"

"Baik!"

Kasim muda itu bangkit untuk berjalan keluar. Tak lama kemudian, Barda melangkah masuk.

"Barda memberi hormat pada Yang Mulia!"

"Bangun dan bicaralah!"

Kaisar Sinas meletakkan buku di tangannya, lalu bertanya, "Apa kamu sudah menyelidiki dengan jelas?"

"Lapor, Yang Mulia. Pemuda itu sama sekali bukan bernama Bintang Buana. Dia adalah putra keempat Pak Deon dari Kementrian Ritual. Nama aslinya Evan Ningrat," jelas Barda.

Kaisar Sinas mengangkat alis sembari bertanya, "Evan?"

Pria feminin itu membungkuk sambil berkata, "Yang Mulia, haruskah kita mengirim orang untuk menangkapnya? Dia sangat berani sudah berbohong kepada Yang Mulia. Ini adalah kejahatan menipu Kaisar."

Kaisar Sinas mendengus. "Dia nggak tahu identitas asliku, kejahatan apa yang sudah dia lakukan?"

Pria feminin itu tidak berani mengatakan apa-apa lagi.

Kaisar Sinas mengerutkan kening. "Kenapa aku ingat Pak Deon hanya memiliki tiga orang putra?"

Barda membungkuk memberi hormat, lalu berkata, "Aku sudah menyelidiki .... Evan ini dulunya diasingkan, baru dibawa kembali beberapa tahun yang lalu."

"Yang Mulia, aku juga menemukan kalau Evan nggak disukai di Keluarga Nigrat. Hidupnya nggak baik. Pak Deon juga jarang menyebutkan tentang Evan kepada orang luar."

Kaisar Sinas berpikir sejenak, lalu berkata, "Aku ingat sekarang. Beberapa tahun yang lalu ada yang melaporkan kalau Pak Deon sudah meninggalkan istri dan anaknya. Tapi pada saat itu kita sedang berperang dengan Negara Tolau. Aku kewalahan, hingga akhirnya melupakan masalah ini."

"Putra keempat Keluarga Nigrat yang terhormat berpakaian compang-camping. Sekarang udaranya sudah cukup dingin, tapi dia masih mengenakan pakaian tipis. Dari caranya makan, terlihat kalau dia sudah lama kelaparan .... Ini sudah cukup menjelaskan masalahnya."

"Huh, Pak Deon ini biasanya punya reputasi yang cukup baik. Dia juga punya cukup terkenal di dunia sastra. Aku nggak menyangka dia ternyata memiliki perilaku yang berbeda di balik layar. Moralitasnya cacat."

Pria feminin membungkuk, lalu bertanya dengan hormat, "Yang Mulia, haruskah kita memanggil Pak Deon ke istana?"

Kaisar Sinas melambaikan tangannya.

Deon hanya memiliki perilaku tidak bermoral secara pribadi. Meskipun dia benar-benar meninggalkan istri dan anaknya, Kaisar Sinas tidak akan mengganggunya.

Di istana, Kaisar Sinas tahu dengan sangat jelas siapa yang setia dan siapa yang pengkhianat.

Namun, selama mereka tidak melakukan hal-hal yang melewati batasan Kaisar Sinas, seperti pemberontakan, menghina keluarga kerajaan, serta kejahatan besar lainnya, Kaisar Sinas bisa memberikan toleransi.

Karena baik pejabat setia maupun pengkhianat, sering kali di mata Kaisar Sinas, mereka semua adalah pejabat yang berbakat.

Selama mereka adalah pejabat berbakat, serta masih berada dalam kendali Kaisar Sinas, dia tidak akan mengusik mereka.

Deon adalah pejabat tingkat dua. Dia selalu rajin, berdedikasi, serta bekerja tanpa cacat .... Kaisar Sinas tidak mungkin mengganggu pejabat berbakat hanya demi seorang pemuda yang hanya ditemuinya sekali.

Keesokan harinya, saat pertemuan pagi di istana.

Kaisar Sinas duduk di singgasana berhiaskan naga.

Para pejabat sipil serta militer berbaris di kedua sisi.

Sebenarnya bekerja di bawah Kaisar itu cukup menyiksa. Mereka harus bangun lebih pagi dari ayam, tidur lebih larut dari ayam.

Saat pertemuan pagi diadakan, biasanya langit masih gelap.

Para pejabat menghadiri pertemuan dengan perut kosong.

Jika mereka makan terlebih dahulu, lalu kebetulan merasa sakit perut ketika Kaisar sedang berbicara di atas, sementara mereka mengeluarkan angin di bawah ... itu namanya mencari kematian.

Selain itu, karena jumlah pejabat yang terlalu banyak, aula besar tidak bisa menampung begitu banyak orang. Banyak pejabat berpangkat rendah yang harus berdiri di luar aula.

Bukan masalah jika cuaca sedang baik, tetapi jika cuaca hujan atau saat angin bertiup kencang ... tubuh mereka akan kaku kedinginan setelah pertemuan selesai.

"Kalau ada urusan, sampaikan sekarang. Kalau nggak ada, pertemuan akan dibubarkan!"

Sebuah suara melengking terdengar.

"Yang Mulia, aku memiliki laporan. Sekarang cuaca sudah mulai dingin, sementara Negara Tolau kekurangan makanan. Mereka berulang kali merampok perbatasan utara kita, membakar, membunuh, serta menjarah kita. Aku memohon agar Yang Mulia mengirim pasukan untuk menekan mereka."

"Yang Mulia, aku ingin melaporkan kalau Menteri dari Kementrian Personalia membiarkan putranya melakukan kejahatan hingga menyakiti rakyat."

"Aku juga memiliki laporan. Wilayah Ganan dilanda banjir, membuat penduduk kehilangan tempat tinggal, serta kelaparan. Mohon Yang Mulia mengeluarkan perintah untuk membuka gudang padi, serta membagikan beras untuk membantu rakyat."

Pejabat-pejabat ini telah mengajukan memo tentang masalah-masalah ini. Jadi, Kaisar Sinas sebenarnya sudah mengetahui semuanya.

Mengangkat masalah ini di pertemuan istana adalah untuk mendiskusikan bagaimana menyelesaikan masalah-masalah tersebut.

Setelah satu jam diskusi sengit, akhirnya masalah-masalah penting ini terselesaikan.

Selanjutnya, hanya ada masalah-masalah kecil yang tidak penting. Kaisar Sinas tidak tertarik untuk menanggapinya.

Pandangan Kaisar Sinas jatuh pada seorang pria tua yang kehilangan satu kakinya. Dia adalah satu-satunya orang selain Kaisar yang diizinkan duduk di aula istana.

Pria tua ini adalah Jenderal Hadi yang telah menghabiskan seluruh hidupnya di medan perang.

Jenderal Hadi juga merasa bingung. Sejak dia kehilangan satu kaki, Kaisar Sinas mengizinkannya untuk tidak menghadiri pertemuan istana. Namun, tadi malam dia menerima perintah lisan bahwa dia harus menghadiri pertemuan hari ini, tidak peduli apa pun yang terjadi.

"Pak Hadi, kemarin di Paviliun Juara kamu tampak sangat mengesankan, ya."

Jantung Jenderal Hadi berdetak kencang. Kemarin dia mabuk di Paviliun Juara. Hatinya merasa sedih, jadi dia melampiaskan kemarahannya saat mabuk .... Tak disangka, Kaisar Sinas bisa mengetahui tentang hal ini begitu cepat.

Dia melirik para pejabat sensor. Pasti para cendekiawan miskin dan sok tahu ini yang melaporkannya.

Para pejabat sensor ini adalah orang yang paling menyebalkan. Mereka adalah penindas di aula istana.

Orang-orang ini hanya peduli dengan reputasi, sama sekali tidak takut mati!

Terkadang, mereka bahkan berani melawan Kaisar Sinas, membuat Kaisar sakit perut karena marah. Bukannya mundur, mereka malah diam-diam merasa senang. "Lihat, lihat, dia marah, dia marah ...."

Kaisar Sinas pernah menghukum mati pejabat sensor. Namun, orang-orang ini malah mendapatkan reputasi baik sebagai pejabat setia dan jujur setelah mati.

Para pejabat sensor ini tampak makin bersemangat, meniru satu sama lain.

Para pejabat sensor ini begitu keras kepala, gigih, serta sok tahu. Dari Kaisar Sinas hingga pejabat terendah, mereka akan mengkritik siapa pun dengan berani.

Bagi orang-orang ini, reputasi lebih penting daripada nyawa.

Jenderal Hadi bertumpu pada tongkatnya. Dia segera berdiri, ingin berlutut untuk meminta maaf. Namun, aksinya ini dihentikan oleh Kaisar Sinas.

"Jenderal Hadi, aku tahu kalau hatimu sedang bersedih, tapi Paviliun Juara adalah tempat berkumpulnya para cendekiawan. Kalau kamu mabuk dan mempermalukan diri di sana, bukannya kamu akan mudah dikritik orang?"

'Persetan dengan para cendekiawan! Mereka hanya orang-orang miskin yang setiap hari bergosip di belakangku, mengatakan kalau aku adalah orang kasar yang nggak berbudaya. Itulah yang membuatku marah, hingga pergi ke Paviliun Juara ...' gerutu Jenderal Hadi dalam hati.

"Aku bersalah!"

Kaisar Sinas mengangkat tangannya. "Sudahlah. Aku bukan Kaisar tiran. Aku tahu kalau hatimu sedang sedih, aku nggak bermaksud menyalahkanmu .... Oh ya, aku juga punya hadiah untukmu!"

"Pak Edo, bacakan untuk Jenderal Hadi."

Edo adalah kasim dengan sikap feminin yang disebut Evan. Dia adalah salah satu orang kepercayaan Kaisar Sinas, yang sudah mengikutinya sejak Kaisar Sinas masih menjadi Putra Mahkota.

Edo berjalan dengan hati-hati, mengambil lembaran kertas di atas meja. Di atasnya, ada tulisan Kaisar Sinas, yang menuliskan sajak yang dijual Evan kemarin.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 50

    Di ruang kerja kekaisaran di Istana.Wahyu berdiri di bawah meja dan melaporkan percakapannya dengan Evan kepada Kaisar Sinas secara detail.Setelah mendengar laporan dari Wahyu, Kaisar Sinas segera menulis di atas selembar kertas dengan kuas merahnya.Setelah selesai, dia mengangkat kertas itu dan membacanya dengan saksama."Membunuh satu orang setiap sepuluh langkah dan nggak pernah meninggalkan jejak apa pun dalam jarak seribu mil. Setelah selesai bekerja, langsung pergi dan menyembunyikan identitas.""Dari zaman dulu kala juga semua orang pasti akan mati. Yang penting tinggalkan saja hati yang bersih dalam sejarah.""Air dapat membawa perahu ke mana-mana, tapi juga bisa menenggelamkannya ...."Kaisar Sinas membacanya sekali dan menyukai puisi ini. Makin dibaca, makin dia menyukainya."Bocah itu memang sangat berbakat .... Sayangnya, dia terlalu kurang ajar dan nggak menghormati keluarga kerajaan."Kaisar Sinas melirik Wahyu, lalu bertanya, "Karena kamu sudah bicara dengannya, apa p

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 49

    "Iya. Menyandera dan memukuli Pangeran Kelima adalah kejahatan berat yang hukumannya berupa hukuman mati bagi seluruh keluarga.""Sebenarnya, aku melakukan itu atas perintah seseorang."Jantung Wahyu sontak berdebar kencang. Apa mungkin ada orang lain yang berkomplot?"Siapa yang menyuruhmu?""Menteri Ritual, Deon Nigrat," jawab Evan.Wajah Wahyu sontak berkedut. Karena dia akhir-akhir ini diperintahkan untuk menyelidiki soal Evan, tentu saja dia tahu bahwa Evan tidak diterima di Keluarga Nigrat.Bocah ini ingin menyeret Deon."Apa hubunganmu dengan Deon? Mengapa dia memerintahkanmu untuk menyandera dan memukuli Pangeran Kelima?"Wahyu tetap bertanya walaupun sudah tahu jawabannya.Evan mengangkat kepalanya tinggi-tinggi, lalu menjawab, "Kami nggak punya hubungan apa-apa. Aku ini seorang pembunuh bayaran, jadi aku melakukan banyak hal demi uang .... Deon membayarku untuk membunuh Pangeran Kelima.""Saat orang-orangmu menangkapku, mereka menemukan seratus tahil perak yang kubawa. Itu up

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 48

    Kaisar Sinas pun mengibaskan tangannya dan mengisyaratkan Wahyu untuk pergi.Setelah itu, Kaisar Sinas memandang sang pangeran sambil berkata, "Dalam beberapa waktu ke depan, jangan menjenguknya di penjara.""Walaupun pangeran kelima itu palsu, tetap saja dia berani menyandera dan memukulinya tanpa menyadari apa-apa. Dia tetap mengabaikan hukum dan kekuasaan kekaisaran, jadi dia tetap harus dihukum.""Sesuai perintah Yang Mulia!" jawab sang pangeran dengan segera.Jenderal Hadi yang sudah tidak dapat menahan diri lagi pun akhirnya berkata, "Yang Mulia, masih belum ada kabar tentang Bintang Biru. Tolong izinkan hamba mengutus orang untuk mencarinya."Kaisar Sinas sontak tertegun. Belum ada kabar? Jadi, tadi siapa yang habis mereka bicarakan?Namun, sesaat kemudian Kaisar Sinas menyadari bahwa Jenderal Hadi sepertinya belum mengetahui identitas asli Evan."Jenderal Hadi, Evan yang tadi kami bicarakan itu sebenarnya Evan. Bintang Biru itu Evan. Mereka adalah orang yang sama."Jenderal Had

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 47

    Si pemimpin pun berjalan menghampiri, lalu bertanya, "Bintang Biru, kejahatan apa yang telah kamu lakukan? Walaupun kamu nggak bermaksud, kenyataannya kamu sudah menyelamatkan rekanku. Aku mungkin bisa membantumu meredakan situasi dan mendapatkan hukuman yang lebih ringan."Mereka hanya diperintahkan untuk menangkap Bintang Biru, mereka tidak tahu kejahatan apa yang telah Evan lakukan."Bahkan anak tiga tahun di ibu kota saja tahu kalau nggak akan ada yang bisa keluar hidup-hidup begitu dibawa masuk ke Divisi Pengawasan," sahut Evan sambil tersenyum dengan acuh tak acuh."Semuanya tergantung pada usaha manusia. Mungkin kami dapat membantumu ... atau membuat hidupmu lebih nyaman sebelum ajal menjemput."Evan menggelengkan kepalanya, lalu menjawab, "Kalian nggak akan bisa menolongku …. Aku menyandera Pangeran Kelima dan memukulinya dengan kejam. Apa kalian masih bisa menolongku?"Mereka semua sontak tertegun!Menyandera Pangeran Kelima dan memukulinya adalah kejahatan berat. Hukumannya b

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 46

    Evan yang sudah meluncur turun dari pohon bersiap untuk kabur.Namun, begitu berbalik badan, tiba-tiba punggungnya merasakan hawa dingin.Serigala yang menggigit kaki si pria yang tadi memeriksa abu itu tiba-tiba membuka mulutnya dan menerkam ke arah Evan.Evan refleks menoleh. Ekspresinya langsung berubah dan dia berguling di atas tanah.Serigala itu gagal menerkam.Evan pun bangkit berdiri, sementara si serigala menerkamnya lagi.Dia menatap serigala yang menerjang ke arahnya itu dengan tajam, lalu menghunus belatinya dengan secepat kilat.Wooosh!Bilah belati itu berkilat dengan dingin.Evan menusukkan belatinya pada kepala si serigala dengan mantap, akurat dan kejam."Bintang Biru!"Si pemimpin berseru memanggil.Evan mencabut belatinya, lalu balas menyeringai. "Selamat bersenang-senang! Selamat tinggal!"Setelah itu, Evan berbalik badan dan berlari pergi.Akan tetapi, ternyata masih terlalu dini untuk merasa senang!Belum sempat Evan berlari jauh, seekor serigala yang jauh lebih b

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 45

    Evan hanya bisa tersenyum getir di dalam hati. Dia sudah terlalu lama membuang waktu di sini. Para anggota Divisi Pengawasan itu pasti bisa menemukan tempat ini karena mengikuti jejak tapal kuda."Bos, di sini ada abu."Salah seorang di antara mereka berkata sambil melompat turun dari kudanya, lalu berjalan menghampiri abu api unggun. Dia mengulurkan tangannya untuk memeriksa. "Masih terasa hangat, jadi harusnya dia belum pergi jauh."Evan berdoa dalam hati semoga mereka tidak melihat ke atas …. Karena begitu mendongak, dia pasti akan ketahuan.Jika orang ini mendongak, mau tidak mau Evan harus menyerang dan membunuhnya …. Namun, bagaimana dengan empat orang lainnya?Semua anggota Divisi Pengawasan adalah ahli yang terkemuka. Kekuatan fisik Evan memang telah meningkat pesat berkat olahraga yang dia lakukan akhir-akhir ini, tetapi tetap saja dia tidak mungkin bisa menang melawan empat orang ahli dari Divisi Pengawasan secara bersamaan.Tiba-tiba, Evan menyadari bahwa sekawanan serigala

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status