Share

Bab 9

Penulis: Raka Anggara
Deon baru saja kembali ke kediaman ketika mendengar keributan di Halaman Barat. Jadi, dia datang untuk melihat.

Namun, ketika melihat Evan yang wajahnya lebam dan pingsan, ekspresinya langsung berubah drastis.

Sensasi dingin menjalar dari tulang ekor Deon hingga ke tengkuknya, membuat kepalanya pusing sejenak.

Kaisar Sinas baru saja memperingatkannya untuk memperlakukan Evan dengan baik. Sekarang, kejadian seperti ini terjadi. Bukankah ini bisa merenggut nyawanya?

Jika Kaisar Sinas sampai mengetahui hal ini, bukan hanya dia saja yang tidak akan selamat. Semua orang di sini akan ikut terseret.

"Ayah, akhirnya kamu pulang .... Evan ini makin keterlaluan. Beberapa hari lalu, dia sudah melukai kepala Suseno, hari ini dia mencuri uang Kak Hasan."

"Kami datang untuk menghadapinya. Dia bukan hanya nggak mengaku, tapi juga menyerang kami .... Lihat lenganku, dia menggigitnya."

"Ayah, kamu harus membalaskan hal ini untukku!"

Ahmad segera mengadu dengan penuh tangisan. Ini adalah taktik yang sering dia gunakan, selalu berhasil sebelumnya.

Namun, kali ini taktiknya tidak berjalan dengan baik. Deon berbalik, menampar wajah Ahmad dengan keras.

Ahmad kehilangan keseimbangan hingga terjatuh ke tanah.

Hasan terkejut.

Semua pelayan juga terkejut.

Ahmad merasakan sakit yang luar biasa di wajahnya. Dia memegangi pipinya, menatap Deon dengan tatapan tidak percaya. Dia tidak percaya ayahnya akan benar-benar memukulnya.

"Bajingan, dasar bajingan .... Kalian adalah saudara sedarah, tapi kalian bisa begitu kejam. Bagaimana mungkin aku memiliki anak sekejam kalian?"

Jari Deon bergetar penuh amarah saat menunjuk ke arah Ahmad sambil memakinya.

Ketika memikirkan konsekuensi jika Kaisar Sinas mengetahui tentang hal ini, Deon tidak bisa menahan diri. Dia menendang Ahmad sekali lagi.

Hasan tercengang, bahkan bertanya-tanya apakah ayahnya salah minum obat.

"Ayah, tenanglah! Ini bukan salah kami, Evan yang mencuri terlebih dahulu. Dia juga menyerang kami. Lihat pelayan-pelayan ini, juga lengan Ahmad. Ini semua karena Evan ...."

Kata-kata Hasan jelas seperti minyak yang disiramkan ke api. Sebelum dia selesai berbicara, Deon sudah melangkah maju, menamparnya dengan keras.

Hasan terpana karena pukulan itu. Dia memegangi wajahnya dengan tatapan kosong.

Ayahnya paling menyayanginya. Sejak kecil hingga sekarang, ayahnya tidak pernah memukulnya sedikit pun. Namun, hari ini dia dipukul karena Evan?

"Bajingan, bajingan .... Dasar nggak tahu aturan! Kamu masih mau membela diri? Apa kamu ingin mati?"

Deon berteriak marah.

Kaisar Sinas baru saja memperingatkannya, tapi sekarang, Evan sudah dipukuli hingga pingsan. Ini jelas sengaja menentang ucapan Kaisar, sebuah provokasi terhadap kedaulatan Kaisar.

Jika Kaisar Sinas sampai murka, bahkan Kanselir Senior pun tidak akan bisa menyelamatkan mereka.

"Kalian para pelayan, berani sekali menyerang tuan kalian. Bagus, bagus sekali .... Apakah aturan di rumah ini sudah hilang?"

"Seseorang, kemarilah! Bawa para pelayan ini pergi. Setiap orang akan dihukum tiga puluh cambukan rotan, lalu usir mereka dari kediaman ini!"

Deon marah besar.

"Tuan, ampuni kami!"

"Tuan, ampuni kami. Tuan, ampuni kami ...."

"Tuan Hasan, tolong kami. Tuan Hasan, tolong kami ...."

Beberapa pelayan yang tadi menyerang, langsung berteriak ketakutan. Mereka berlutut sambil memohon ampun.

Tiga puluh cambukan rotan kedengarannya sederhana, tetapi tidak banyak yang mampu menahannya.

Rotan-rotan itu terbuat dari kayu yang keras, dengan permukaan yang tidak rata. Jangankan tiga puluh cambukan, sudah bagus kalau ada orang biasa yang bertahan hingga sepuluh cambukan.

Dengan tiga puluh cambukan, mereka pasti akan terluka parah jika tidak mati.

Sekelompok pelayan segera masuk dari luar halaman.

Mereka menyeret para pelayan yang menyerang Evan.

"Kemarilah, cepat bawa Evan ke Kamar Timur, lalu segera panggil dokter. Cepat!"

Kamar Timur adalah tempat yang seharusnya ditinggali tuan rumah, sementara Halaman Barat adalah untuk para pelayan.

Evan pun langsung dibawa pergi.

Hasan dan Ahmad memegangi wajah mereka, saling menatap dengan tatapan penuh ketidakpercayaan.

Ahmad berujar, "Kakak, apakah Ayah sudah gila? Bagaimana bisa dia memihak Evan, si anak haram itu?"

"Ayah memukulku itu wajar, tapi dia paling menyayangi Kakak. Sekarang, dia bahkan memukul Kakak juga."

Pada saat itu, Hasan juga penuh dengan kebingungan.

Dia bahkan bertanya-tanya apakah orang ini benar-benar ayahnya?

"Ayah nggak mungkin melakukan ini tanpa sebab. Pasti ada alasannya .... Ayo, kita temui Ibu!" ujar Hasan.

"Kakak, lenganku sakit," kata Ahmad.

"Tahan saja. Ini justru bagus, Ibu jadi bisa melihatnya," balas Hasan.

Kedua bersaudara itu pergi mencari Intan sambil memegangi wajah mereka.

Di Kamar Timur, Evan masih pingsan.

"Dokter, apa anakku baik-baik saja?"

Dokter itu membungkuk memberi hormat, lalu menjelaskan, "Pak Deon, kondisinya nggak begitu baik. Luka luarnya mudah untuk diobati, tapi dua tulang rusuknya patah. Dia butuh waktu untuk memulihkan diri."

"Selain itu, dia juga mengalami kekurangan gizi dalam jangka panjang. Tubuhnya lemah dan kekurangan energi. Kemungkinan waktu pemulihannya akan lebih lama dari orang biasa."

Deon mengerutkan kening.

"Dokter, kamu harus melakukan yang terbaik untuk mengobatinya. Gunakan obat terbaikmu."

Dokter mengangguk sambil menjawab, "Pak Deon, kamu jangan khawatir. Aku akan berusaha sebaik mungkin. Sebentar lagi aku akan menuliskan resep obat. Tolong Pak Deon segera mengirim orang untuk mengambil obatnya."

"Tapi tubuhnya sangat lemah dan kekurangan energi. Selama waktu ini, dia perlu diberi makanan bergizi. Ini akan sangat membantu pemulihan cederanya."

Deon mengangguk, memerintahkan kepala pelayan Kediaman Nigrat di sampingnya, "Pak Rama, nanti kamu sendiri yang pergi dengan dokter untuk mengambil obat."

"Baik!"

Rama adalah seorang pria gemuk dengan kulit putih. Dia sudah lama bekerja di kediaman Keluarga Nigrat, serta sangat dipercaya oleh Deon.

Namun, pada saat ini Rama juga penuh dengan kebingungan. Kenapa Deon tiba-tiba begitu baik kepada Evan?

Deon melanjutkan, "Oh ya, beri tahu pelayan di dapur untuk memilih ayam yang bagus untuk direbus menjadi sup, lalu bawa kemari."

"Baik, Pak!"

Deon berpikir sejenak, lalu berkata lagi, "Selain itu, beri tahu pada semua orang. Kalau ada yang berani menyebarkan tentang kejadian hari ini, jangan salahkan aku kalau aku bertindak tegas!"

"Dokter, tolong rahasiakan tentang kejadian hari ini."

Dokter segera membungkuk memberi hormat, "Pak Deon, kamu jangan khawatir. Aku mengerti!"

Deon memijat keningnya. Kejadian ini tidak boleh sampai diketahui oleh Kaisar Sinas. Jika tidak, jabatannya bisa hilang.

Pada saat yang sama, Intan sedang membawa Hasan dan Ahmad menuju Kamar Timur.

Setelah kembali, Hasan dan Ahmad menceritakan seluruh kejadian dengan melebih-lebihkan!

Meskipun Intan dipenuhi dengan kebingungan, dia tidak bisa menahan diri lagi. Terlebih lagi, dia melihat bekas tamparan di wajah Hasan dan Ahmad, serta daging di lengan Ahmad yang hampir terpotong karena gigitan.

Dia harus menemui Deon untuk mendapatkan kejelasan.

Deon merasa makin pusing ketika melihat Intan.

Jika Intan hanya istrinya, itu bukan masalah besar. Namun, Intan juga putri Kanselir Senior. Deon bisa mencapai posisinya sekarang berkat Kanselir Senior.

"Sayang, aku nggak mengerti. Evan yang mencuri terlebih dahulu, lalu melukai orang. Kesalahan sepenuhnya berada ada padanya .... Meskipun kamu ingin melindunginya, apa kamu nggak bisa membedakan mana yang benar dan salah?"

"Lihatlah lengan Ahmad, Evan hampir menggigitnya hingga dagingnya terlepas. Dia adalah putramu sendiri. Apakah kamu nggak merasa sedih?"

Intan mengeluh sambil menangis.

Sebagai wanita yang cerdas, dia tahu bahwa dia tidak boleh terlalu menunjukkan kekuatannya. Sambil bertanya, Intan memainkan kartu emosional, berpura-pura lemah. Ini adalah strategi terbaik.

"Sayang, ini nggak seperti yang kamu pikirkan. Apa kamu tahu …."

Kata-kata Deon seakan terhenti di tenggorokan.

Dia tiba-tiba teringat akan kata-kata Kaisar Sinas. Pembicaraan mereka hari ini tidak boleh diketahui orang lain.

Meskipun Kaisar Sinas dikenal sebagai penguasa yang penuh dengan kebajikan, dia tidak pernah ragu saat harus bertindak dengan tegas.

Tahun lalu, Menteri Keuangan mabuk hingga membocorkan kata-kata Kaisar Sinas. Akibatnya, seluruh keluarganya dieksekusi.

Deon sekarang tidak bisa mengungkapkan kesulitannya.

"Sayang, banyak hal yang belum bisa aku jelaskan padamu saat ini. Bawa Ahmad untuk mendapat pengobatan terlebih dulu. Nanti kamu akan mengerti mengapa aku melakukan ini."

"Yang bisa aku katakan sekarang adalah, hidup dan mati Evan berkaitan dengan kelangsungan Keluarga Nigrat."

Begitu Intan dan kedua putranya mendengar kata-kata ini, mereka merasa sangat terkejut.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 50

    Di ruang kerja kekaisaran di Istana.Wahyu berdiri di bawah meja dan melaporkan percakapannya dengan Evan kepada Kaisar Sinas secara detail.Setelah mendengar laporan dari Wahyu, Kaisar Sinas segera menulis di atas selembar kertas dengan kuas merahnya.Setelah selesai, dia mengangkat kertas itu dan membacanya dengan saksama."Membunuh satu orang setiap sepuluh langkah dan nggak pernah meninggalkan jejak apa pun dalam jarak seribu mil. Setelah selesai bekerja, langsung pergi dan menyembunyikan identitas.""Dari zaman dulu kala juga semua orang pasti akan mati. Yang penting tinggalkan saja hati yang bersih dalam sejarah.""Air dapat membawa perahu ke mana-mana, tapi juga bisa menenggelamkannya ...."Kaisar Sinas membacanya sekali dan menyukai puisi ini. Makin dibaca, makin dia menyukainya."Bocah itu memang sangat berbakat .... Sayangnya, dia terlalu kurang ajar dan nggak menghormati keluarga kerajaan."Kaisar Sinas melirik Wahyu, lalu bertanya, "Karena kamu sudah bicara dengannya, apa p

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 49

    "Iya. Menyandera dan memukuli Pangeran Kelima adalah kejahatan berat yang hukumannya berupa hukuman mati bagi seluruh keluarga.""Sebenarnya, aku melakukan itu atas perintah seseorang."Jantung Wahyu sontak berdebar kencang. Apa mungkin ada orang lain yang berkomplot?"Siapa yang menyuruhmu?""Menteri Ritual, Deon Nigrat," jawab Evan.Wajah Wahyu sontak berkedut. Karena dia akhir-akhir ini diperintahkan untuk menyelidiki soal Evan, tentu saja dia tahu bahwa Evan tidak diterima di Keluarga Nigrat.Bocah ini ingin menyeret Deon."Apa hubunganmu dengan Deon? Mengapa dia memerintahkanmu untuk menyandera dan memukuli Pangeran Kelima?"Wahyu tetap bertanya walaupun sudah tahu jawabannya.Evan mengangkat kepalanya tinggi-tinggi, lalu menjawab, "Kami nggak punya hubungan apa-apa. Aku ini seorang pembunuh bayaran, jadi aku melakukan banyak hal demi uang .... Deon membayarku untuk membunuh Pangeran Kelima.""Saat orang-orangmu menangkapku, mereka menemukan seratus tahil perak yang kubawa. Itu up

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 48

    Kaisar Sinas pun mengibaskan tangannya dan mengisyaratkan Wahyu untuk pergi.Setelah itu, Kaisar Sinas memandang sang pangeran sambil berkata, "Dalam beberapa waktu ke depan, jangan menjenguknya di penjara.""Walaupun pangeran kelima itu palsu, tetap saja dia berani menyandera dan memukulinya tanpa menyadari apa-apa. Dia tetap mengabaikan hukum dan kekuasaan kekaisaran, jadi dia tetap harus dihukum.""Sesuai perintah Yang Mulia!" jawab sang pangeran dengan segera.Jenderal Hadi yang sudah tidak dapat menahan diri lagi pun akhirnya berkata, "Yang Mulia, masih belum ada kabar tentang Bintang Biru. Tolong izinkan hamba mengutus orang untuk mencarinya."Kaisar Sinas sontak tertegun. Belum ada kabar? Jadi, tadi siapa yang habis mereka bicarakan?Namun, sesaat kemudian Kaisar Sinas menyadari bahwa Jenderal Hadi sepertinya belum mengetahui identitas asli Evan."Jenderal Hadi, Evan yang tadi kami bicarakan itu sebenarnya Evan. Bintang Biru itu Evan. Mereka adalah orang yang sama."Jenderal Had

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 47

    Si pemimpin pun berjalan menghampiri, lalu bertanya, "Bintang Biru, kejahatan apa yang telah kamu lakukan? Walaupun kamu nggak bermaksud, kenyataannya kamu sudah menyelamatkan rekanku. Aku mungkin bisa membantumu meredakan situasi dan mendapatkan hukuman yang lebih ringan."Mereka hanya diperintahkan untuk menangkap Bintang Biru, mereka tidak tahu kejahatan apa yang telah Evan lakukan."Bahkan anak tiga tahun di ibu kota saja tahu kalau nggak akan ada yang bisa keluar hidup-hidup begitu dibawa masuk ke Divisi Pengawasan," sahut Evan sambil tersenyum dengan acuh tak acuh."Semuanya tergantung pada usaha manusia. Mungkin kami dapat membantumu ... atau membuat hidupmu lebih nyaman sebelum ajal menjemput."Evan menggelengkan kepalanya, lalu menjawab, "Kalian nggak akan bisa menolongku …. Aku menyandera Pangeran Kelima dan memukulinya dengan kejam. Apa kalian masih bisa menolongku?"Mereka semua sontak tertegun!Menyandera Pangeran Kelima dan memukulinya adalah kejahatan berat. Hukumannya b

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 46

    Evan yang sudah meluncur turun dari pohon bersiap untuk kabur.Namun, begitu berbalik badan, tiba-tiba punggungnya merasakan hawa dingin.Serigala yang menggigit kaki si pria yang tadi memeriksa abu itu tiba-tiba membuka mulutnya dan menerkam ke arah Evan.Evan refleks menoleh. Ekspresinya langsung berubah dan dia berguling di atas tanah.Serigala itu gagal menerkam.Evan pun bangkit berdiri, sementara si serigala menerkamnya lagi.Dia menatap serigala yang menerjang ke arahnya itu dengan tajam, lalu menghunus belatinya dengan secepat kilat.Wooosh!Bilah belati itu berkilat dengan dingin.Evan menusukkan belatinya pada kepala si serigala dengan mantap, akurat dan kejam."Bintang Biru!"Si pemimpin berseru memanggil.Evan mencabut belatinya, lalu balas menyeringai. "Selamat bersenang-senang! Selamat tinggal!"Setelah itu, Evan berbalik badan dan berlari pergi.Akan tetapi, ternyata masih terlalu dini untuk merasa senang!Belum sempat Evan berlari jauh, seekor serigala yang jauh lebih b

  • Ksatria Modern di Dinasti Lama   Bab 45

    Evan hanya bisa tersenyum getir di dalam hati. Dia sudah terlalu lama membuang waktu di sini. Para anggota Divisi Pengawasan itu pasti bisa menemukan tempat ini karena mengikuti jejak tapal kuda."Bos, di sini ada abu."Salah seorang di antara mereka berkata sambil melompat turun dari kudanya, lalu berjalan menghampiri abu api unggun. Dia mengulurkan tangannya untuk memeriksa. "Masih terasa hangat, jadi harusnya dia belum pergi jauh."Evan berdoa dalam hati semoga mereka tidak melihat ke atas …. Karena begitu mendongak, dia pasti akan ketahuan.Jika orang ini mendongak, mau tidak mau Evan harus menyerang dan membunuhnya …. Namun, bagaimana dengan empat orang lainnya?Semua anggota Divisi Pengawasan adalah ahli yang terkemuka. Kekuatan fisik Evan memang telah meningkat pesat berkat olahraga yang dia lakukan akhir-akhir ini, tetapi tetap saja dia tidak mungkin bisa menang melawan empat orang ahli dari Divisi Pengawasan secara bersamaan.Tiba-tiba, Evan menyadari bahwa sekawanan serigala

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status