“Tapi kakang rasa sebaiknya saat ini Pandan jangan dulu ikut dengan kakang, saat ini ayah dan ibumu sangat membutuhkanmu untuk berada diantara mereka, karena kau memiliki kesempatan untuk kembali menyatukan hubungan mereka yang terputus Pandan, apakah kau tak ingin ayah dan ibumu bersatu kembali ?”. ucap Bintang lagi. Pandansuri terlihat diam mendengar hal itu, ucapan Bintang memang dibenarkannya, tapi keinginannya untuk ikut dengan Bintang mengembara tak bisa diurungkan begitu saja.
“Selagi lagi maafkan kakang Pandan, bukannya kakang tak ingin mengajakmu, tapi ini semua demi kebaikanmu, tapi kakang janji nanti setelah ayah dan ibumu sudah menyatu kembali, Pandan bisa mencari kakang dan kakang yakin bukanlah hal yang sulit untuk mencari kakang”.
“Baiklah kakang, tapi kakang harus berjanji untuk mengajakmu berkelana”
“Pasti, pasti Pandan, kakang akan ajak Pandan berkelana kemana saja yang Pandan inginkan”. ucap Bintang tersenyum, Pandansuri ikut tersenyum mend
“Tunggu ki”. Bintang cepat menahan gerakan langkah silelaki tua saat ingin meninggalkan kamar itu. “Ada apa den ?” “Sebenarnya apa yang terjadi didesa ini ki”. ucap Bintang lagi dan Bintang semakin terkejut saat melihat wajah lelaki tua itu terlihat pucat pasi. “Sebaiknya besok saja kita bicarakan hal ini den”. ucap lelaki tua itu lagi hingga Bintang tak bisa berkata apa-apa lagi kecuali menganggukkan wajahnya. “Oh ya den, kalau bisa malam ini raden jangan membuka jendela kamar apalagi sampai keluar”. ucap lelaki itu lagi berpesan, dan ini semakin membuat Bintang penasaran, tapi Bintang tentu tidak dapat memaksakan keinginannya untuk segera mengetahui apa yang sebenarnya terjadi didesa tersebut. “Baik ki”. hanya itu yang terucap dibibir Bintang. Malam itu Bintang benar-benar sulit untuk memejamkan kedua matanya karena rasa penasaran dihatinya akan apa yang terjadi didesa itu. *** Disaat mentari baru saja menampak
Suasana mencekam meliputi sebuah desa dimana telah satu pristiwa mengerikan yang mengakibatkannya jatuhnya korban. Dan yang lebih mengerikan lagi adalah setiap korban yang ditemukan selalu tewas dengan adanya luka gigitan dileher mereka dan tubuh mereka kering karena kehabisan darah. Banyak yang menduga kalau pelaku dari semua kekejian itu adalah sebangsanya lelembut. Desa Tawungsari, demikian nama desa ini kini selalu berada dalam ketakutan tersebut dan sebagaimana kita ketahui pada kisah sebelumnya (Gerombolan Bayangan Setan) Bintang yang saat itu tengah melewati desa tersebut juga dibuat terkejut melihat keadaan desa Tawungsari yang seperti desa mati, karena pada malam hari, tidak seorangpun dari penduduk desa Tawungsari yang terlihat berkeliaran diluar rumah. Dan pagi itu kembali masyarakat desa Tawungsari digemparkan dengan ditemukannya kembali satu mayat yang juga mengalami hal yang sama pada korban-korban sebelumnya, tewas dengan tubuh kehabisan darah. “Korban
Malam akhirnya datang, diangkasa rembulan tampak bersinar cukup terang malam itu, bintang-bintangpun tampak banyak tertaburan disana sini menemani sang rembulan dengan setia. Seperti malam-malam sebelumnya, Desa Tawungsari terlihat bagaikan desa mati, tidak seorangpun yang terlihat keluar dari rumahnya bila malam telah datang, diantara rumah-rumah yang ada didesa Tawungsari yang rata-rata berada didalam kegelapan, hanya satu rumah yang tampak sangat berbeda. Rumah yang berdiri cukup besar dan megah, puluhan obor tampak berjejer mengelilingi tempat itu hingga tempat itu terlihat cukup terang benderang dengan cahaya obor-obor tersebut, tiga orang lelaki yang sepertinya adalah merupakan penjaga rumah tersebut terlihat berjaga dengan penuh kesiagaan. Sesekali keduanya terlihat menatap dengan tatapan penuh was-was keberbagai penjuru rumah. Dipinggang ketiganya tersampir golok besar yang setiap saat bisa digunakan. Dan tanpa seorangpun yang mengetahui, sepasang mata tampak terus m
Pagi baru saja datang menyapa, sang mentaripun baru saja menampakkan dirinya diufuk timur, terpaan cahaya kuning keemasannya terasa begitu menghangatkan kulit. Sementara itu di Desa Tawungsari terlihat kehidupan kembali berjalan seperti biasanya, hanya saja pagi itu ada satu cerita yang menjadi cerita hangat diantara penduduk desa, karena pada hari itu tidak ada korban dari manusia penghisap darah yang selama beberapa hari ini telah menebarkan teror kematian di desa Tawungsari. Bahkan kabar yang tersebar menyebutkan kalau hal itu terjadi karena seorang pendekar yang telah berhasil menggagalkan teror simanusia penghisap darah. Karena kabar itulah kini rumah penginapan ki Tawuk terlihat begitu ramai dikunjungi oleh para pengunjung, mereka ingin melihat langsung sosok pendekar yang malam tadi berhasil mengalahkan si manusia penghisap darah. Bintang yang pagi itu memang sudah kembali berada di penginapan ki Tawuk sedikit terkejut melihat sambutan masyarakat desa Tawungsari kepad
“Silahkan duduk tuan, saya akan memberitahukan kedatangan tuan kepada Nyai”. “Terima kasih ki.”. Ki Tayub segera meninggalkan tempat itu, dan Bintang terlihat menatapi seluruh ruangan tersebut, walau megah dan mewah, tapi hati Bintang masih bertanya-tanya, karena tidak seorangpun terlihat pelayan dirumah itu, padahal rumah sebegitu luasnya tentulah seharusnya memiliki banyak pelayan. Tak lama kemudian Ki Tayub muncul kembali, ditangannya terlihat sebuah nampan yang berisikan minuman. “Silahkan diminum tuan”. ucap Ki Tayub lagi mempersilahkan Bintang. “Tolong jangan panggil aku seperti itu ki kedengarannya sangat kurang pantas, panggil saja Raden atau denmas”. Ucap Bintang lagi tersenyum ramah. “Baik denmas, sebentar lagi Nyai akan segera datang” “Maaf ki, kalau saya tidak salah lihat, sepertinya tidak ada seorangpun pelayan dirumah ini”. ucap Bintang akhirnya mengungkapkan rasa herannya. “Benar den, semua pelayan disini sudah berhenti karena t
Langkah-langkah halus terdengar melangkah dibelakang Bintang, dan Bintang segera berpaling. “Ki Tayub”. ucap Bintang lagi tersenyum saat sosok Ki Tayub yang kini sudah ada didekatnya. “Ini saya bawakan kopi hangat dan singkong rebus den, biar tidak mengantuk”. ucap Ki Tayub lagi dengan ramahnya. “Waduh, ngerepotin Ki Tayub saja”. “Ah tidak repot denmas”. maka bersama Ki Tayubpun Bintang segera menikmatinya hangatnya singkong rebus dan kopi hangat buatan Ki Tayub. “Sepertinya manusia penghisap darah itu tidak berani lagi muncul setelah denmas kalahkan kemarin”. ucap Ki Tayub lagi. “Mudah-mudahan saja ki”. ucap Bintang lagi. “Oh ya ki, apakah saya boleh bertanya sesuatu. ?”. “Oh tentu, tentu den” “Apakah benar Nyai Kembangsari tidak pernah memiliki musuh ?”. ucap Bintang lagi hingga membuat Ki Tayub terdiam dan Ki Tayub terlihat memikirkan pertanyaan Bintang itu. “Sepengetahuan saya sih tidak ada den, dan
“Lalu bagaimana dengan kekasih Nyai Kembangsari yang bernama Sunarya itu ki, apakah tidak ada lagi kabar tentangnya. ?”. ucap Bintang lagi. “Tidak den, tiga tahun yang lalu Sunarya pernah datang kemari dan meminta Nyai Kembangsari untuk menjadi istrinya, tapi Nyai menolaknya, saya sendiri tidak tahu kenapa Nyai melakukan hal itu, sejak saat itu Sunarya tidak pernah datang lagi, bahkan saya dengar kabar dari masyarakat desa Rantangpuri, Sunarya juga sudah tidak ada lagi berada di desa itu, katanya Sunarya pergi hilang entah kemana”. ucap Ki Tayub lagi dan Bintang kembali terlihat mengangguk-anggukkan kepalanya mendengar hal itu. *** Beberapa hari kemudian, keadaan didesa Tawungsari benar-benar sudah tenang, masyarakat desa Tawungsari sudah tidak lagi merasakan rasa ketakutan akibat teror manusia penghisap darah yang selama beberapa waktu telah meneror seluruh masyarakat desa Tawungsari. Tapi kini semenjak kehadiran Bintang didesa itu, keadaan Desa Tawungsari b
Perjalanan mereka tidak begitu mengalami banyak hambatan dan saat matahari sudah mulai berada dipuncaknya, perjalanan mereka sudah tiba didepan sebuah hutan yang menurut Ki Tayub, setelah melewati hutan itu mereka akan segera tiba di Desa Rantangpuri, tapi menurut Ki Tayub pula dulunya hutan itu masih merupakan sarang begal rampok yang sering menghadang setiap orang yang melewati hutan tersebut, tapi kejadian itu sudah begitu lama sekali, sekitar 5 tahun yang lalu. Sejak suaminya Juragan Wira meninggal. “Kita sudah tiba dihutan Rantangpuri Nyai”. ucap Bintang lagi memberitahukan kepada sosok Nyai Kembangsari yang duduk dibelakang. Nyai Kembangsari tampak menatap hutan lebat yang ada dihadapannya. “Apakah menurut Raden dihutan itu masih ada para begal rampoknya ?”. “Saya juga tidak tahu Nyai, tapi Nyai tidak perlu khawatir, selagi saya masih ada disini, takkan kubiarkan mereka menyakiti Nyai”. ucap Bintang lagi. Dari dalam kereta kuda, terlihat Nyai Kembangsar