Home / Romansa / Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi / Terjebak Pernikahan Toxic

Share

Terjebak Pernikahan Toxic

Author: Maryam Zalina
last update Last Updated: 2023-02-08 17:11:23

"Bang Bara," ucap Shamita dengan lirih. Kaget itulah yang ia rasakan saat ini.

"Bara! Kamu ini apa-apaan, datang-datang nuduh istri yang nggak-nggak. Siapa yang membicarakan aib kamu? Lagipula Ibu ini Ibumu, Shamita berhak mengadu apapun jika kamu tidak memperlakukannya dengan baik." Ucapan Bu Sindi membuat Bara terdiam untuk beberapa detik.

"Terus saja Ibu membela menantu kesayangan Ibu itu. Ibu perlu tau, aku juga suaminya. Baik buruk dia ada di tanganku. Jadi, ibu tidak berhak ikut campur dengan pernikahan aku." Bara yang keras kepala tak pernah mau mengalah.

"Ada apa Bu? Loh Shamita, Bara. Sejak kapan di sini?" Pak Indra yang baru menyadari ada keributan, membuat ia harus keluar dari ruangan kerjanya.

"Assalamu'alaikum Pak," sapa Shamita dengan ramah. Tak lupa ia mencium tangan mertua laki-lakinya itu.

"Wa'alaikum salam, kalian mau apa ke sini? Bukannya harusnya kalian bulan madu dulu," ucap Pak indra sembari terkekeh.

"Aku kesini—"

"Hanya berkunjung, Pak. Iya, kami bosan di rumah," ucap Bara menyela ucapan Shamita.

"Yaudah, masuklah! Jangan berdiri di sini. Takut ada pelanggan datang."

Shamita dan Bara pun mengikuti langkah Pak Indra menuju ruangan yang biasa digunakan untuk bertemu dengan rekan bisnis Pak Indra.

"Bagaimana? Kalian bahagia? Atau kalian berubah pikiran ingin mengadakan pesta?" tanya Pak Indra memulai obrolan.

Bara dan Shamita saling pandang. Kedatanganya ke toko, bukanlah untuk mengatakan hal itu. Tidak ada sedikitpun keinginan dari keduanya untuk mengadakan sebuah pesta pernikahan. Sedangkan Bu Sindi yang sudah mengetahui lebih dulu tak bisa banyak bicara.

"Pak, bukan itu tujuan kami datang ke sini," jawab Shamita.

"Lalu apa? Seperti yang kamu tau, hanya seperti ini keadaan toko. Kadang rame, kadang juga sepi. Ah atau kamu rindu ingin kembali bekerja?" Entah kenapa Pak indra seolah tau isi hati Shamita saat ini. Ya, sebelum pernikahan itu terjadi, Shamita diminta berhenti kerja seminggu sebelumnya.

"I—iya, Bapak benar. Aku rindu suasana toko," jawab Shamita berdusta.

"Yaudah Pak, Bu. Aku dan Shamita pulang dulu," sela Bara. Dengan menarik paksa tangan Shamita, Bara mengajak istrinya untuk segera pergi dari tempat itu.

***

Sesampainya di rumah, amarah Bara masih menyala layaknya api yang semakin berkobar.

"Kamu sengaja membuat aku malu di depan Bapak dan Ibu?" bentak Bara.

"Nggak, Bang. Bukan begitu maksud aku."

Suara Shamita bergetar menjawab pertanyaan suaminya itu.

"Lalu, apa? Mendatangi orang tuaku hanya untuk menceritakan aibku?"

"Tanpa diberitahupun mereka sudah tau bagaimana Abang. Aku hanya meminta untuk kembali bekerja, itu saja."

"Kamu pikir hal itu tidak membuatku malu? Apa susahnya kamu tinggal duduk diam di rumah. Bahkan uang dari orang tuaku masih cukup jika hanya untuk makan kita berdua." Bara masih saja meninggikan suaranya, meski mata Shamita sudah mulai memerah.

"Bang, sampai kapan kita akan bergantung kepada orang tua? Seharusnya kita sudah tidak lagi menyusahkan mereka di usia senjanya." Tak kuat, Shamita akhirnya kembali menangis. Ingatan Shamita teringat dengan neneknya yang saat ini entah diperlakukan seperti apa oleh mertuanya.

Tak ada balasan dari Bara, dia memilih pergi meninggalkan rumah dengan membanting pintu.

***

Tak ada yang dapat merubah takdir seseorang. Shamita hanya dapat merenungi nasibnya. Mengingat dosa apa yang pernah ia lakukan di masa lalu, sehingga ia mendapatkan suami yang begitu buruk perangainya.

Tatapan Shamita kosong saat menatap rintik hujan yang turun membasahi bumi. Pikirannya melayang kepada seseorang yang dulu pernah membersamanya selama enam bulan. Irham, ia adalah pria yang baik dan memiliki cinta yang tulus untuk Shamita.

Shamita mengingat perkataan Irham yang hendak melamarnya selalu saja mengganggu pikiran wanita berhijab itu. Penyesalan selalu datang menghampiri tatkala ia dengan sengaja mengganti nomor ponselnya agar Irham tak selalu menghubunginya. Terakhir komunikasi, Irham dinyatakan masih selamat dari sebuah kebakaran yang terjadi di tempatnya bekerja. Jahat, sudah pasti akan tersemat dalam diri Shamita. Jika Irham mengetahui saat ini Shamita telah bersuami.

Suara gedoran pintu terdengar keras disela suara petir yang bersahutan. Lamunan mengenai Irham harus terurai saat Shamita tersadar akan suara seseorang meminta untuk membukakan pintu.

"Bang Bara! Astagfirullah." Sontak Shamita menutup mulutnya. Saat ia mendapati Bara sedang dipapah oleh seorang wanita seksi dalam keadaan mabuk.

"Apa telingamu tuli! Membuka pintu saja lama sekali," ucap wanita yang memapah Bara.

"M—maaf. Ini, Bang Bara kenapa?" Dengan suara bergetar Shamita bertanya.

"Jangan pura-pura polos, sudah jelas suami kamu ini mabuk! Ayo cepat bantu aku!" Sama sekali tak sopan, wanita yang hanya memakai rok mini itu terus saja berkata keras kepada Shamita.

Dengan telaten Shamita membantu suaminya masuk, bau alkohol yang menyeruak membuat ia hampir saja muntah.

"Lain kali, urus dengan baik suamimu ini. Menyusahkan saja!" Setelah ditidurkan di sofa, wanita itu pergi begitu saja.

"Astagfirullah Bang, kenapa kamu selalu pulang seperti ini?" tanya Shamita pelan. Dengan pelan ia mencoba membuka baju Bara yang sudah basah terkena air hujan.

Air mata wanita yang selalu memakai pashmina itu kembali luruh. Ia merasa tak tega melihat suaminya yang selalu saja pulang dalam keadaan mabuk. Dalam hatinya ia selalu meminta kepada Allah, agar hidayah itu cepat datang menghampiri suaminya.

"Kamu sedang apa?" tanya Bara kaget, matanya menyipit kala ia mendapati Shamita sedang mengancingkan baju untuk Bara.

"Abang udah sadar, aku hanya mengantikan baju untuk kamu, Bang. Kamu basah kuyup," jelas Shamita.

Bara hanya diam, kepalanya yang begitu pusing membuat ia tak bisa mengeluarkan amarahnya.

"Aku udah siapkan air hangat untuk kamu mandi, Bang. Cepatlah mandi, tak baik mandi terlalu malam," ucap Shamita dengan lembut. Sebisa mungkin ia menahan untuk bertanya siapa wanita yang telah mengantarnya. Setelahnya ia bergegas untuk meninggalkan Bara yang masih bergeming.

"Tunggu!"Bara mencekal tangan Shamita saat ia akan beranjak.

"Ada apa, Bang?" Wanita yang tetap memakai hijab meski di rumah itu, mencoba menoleh ke arah suaminya.

"Ini untukmu, terimalah!" Bara menyerahkan sebuah amplop coklat yang ditaksir isinya adalah uang.

"Ini apa, Bang?"

"Uang, aku baru saja menang taruhan." Shamita yang semula hangat mendadak tersentak dengan pengakuan suaminya.

"Ya Allah, Bang! Apa nggak ada cara lain untuk kamu memberikanku nafkah? Uang hasil taruhan itu sama haramnya dengan judi, Bang. Aku nggak mau."

Shamita mencoba tidak mengeluarkan energinya untuk marah. Rasanya percuma marah, kata-kata yang baru saja ia ucapakan cukup membungkam suaminya untuk beberapa detik.

"Jadi kamu menolaknya? Kamu tidak menghargai perjuanganku? Bukankah kamu menginginkan nafkah dariku?" Bara geram, matanya langsung membulat menatap istrinya.

"Bang, tolong jangan beri aku rezeki yang nggak halal! Aku nggak mau! Tolong mengerti." Dengan suara yang pelan dan wajah yang menunduk, Shamita menjawab amarah suaminya.

Tak ada balasan, Bara hanya memandang tajam kepada istrinya itu. Baru kali ini, usaha yang ia lakukan tak dihargai. Padahal ia merasa telah berusaha untuk bisa menafkahi istrinya. Meski dari uang yang tidak halal.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi   Bab 24. Diterima!

    "Hey, will you marry me?" Tiba-tiba saja Irham membungkukkan badannya.Tangan Jihan sontak menutup mulutnya. Ya, ia terkejut."Jihan, jadilah istriku dan menikahlah denganku." Ucapan Irham selanjutnya membuat riuh sorak pengunjung taman memberikan tepukan penyangga. Terdengar suara riuh itu meneriakkam agar Jihan mau menerima lamaran Irham."Mas," ucap Jihan lirih. Antara bahagia dan tidak percaya jika Irham bisa melakukan hal seromantis ini."Terima ! Terima !" Suara itu berasal dari orang-orsng yang menyaksikan momen indah dua sejoli itu. Sementara Irham masih dengan posisinya berjongkok menunggu jawaban dari Jihan sembari mengulurkan sebuah kotak cincin berisikan cincin sederhana.Wanita cantik itu tersenyum, lalu mengangguk yakin. Ia menerima lamaran Irham dengan keyakinan yang besar.Grep!"Terima kasih," ucap Irham sembari memeluk Jihan. Lagi-lagi Jihan terkejut. Irham yang dingin, bisa-bisanya tanpa malu memeluk Jihan dalam keramaian."Mas, banyak orang loh," ucap Jihan sedikit

  • Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi   Bab 23. Tiba-tiba Melamar

    "Apa yang harus aku katakan jika aku serius dengan niatku?" Ucapan Irham membuat Jihan menghentikan akitifitasnya sementara. Jujur dalam hatinya ia senang mendapati Irham berbicara seserius itu. Tapi, tetap saja rasa percaya itu belum ada. Terlebih salama ini sikap Irham tak pernah menunjukkan gelagat jika ia mencintai Jihan."Mas, ada baiknya bicara hal seperti ini jangan di waktu jam kerja," sungut Jihan kesal."Oh baiklah, selepas kerja kita bicarakan ini lagi," ucap Irham tanpa beban.Entah kenapa sikap Irham jauh sekali berbeda dengan sikapnya dulu terhadap Shamita. Dia lebih cuek bahkan cara bicaranya lebih kasar dibanding dengan Shamita dulu yang lembut dan penuh kasih sayang. Ternyata patah hati bisa merubah hal apapun termasuk sikap seseorang.***Bara merasa tak tenang saat dirinya bekerja, meski ia sudah menitipkan istrinya kepada ibunya, tetap saja rasa khawatir itu ada. Meninggalkan istri yang tengah sakit keras membuat ia tak nyaman dalam bekerja. Pikirannya tentu saja

  • Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi   Bab 22. Niat Baik Irham

    Bu Sindi terlihat shock mendengar jawaban dari Shamita. Tak pernah terbayangkan jika menantunya itu menderita penyakit yang berat."Kamu bercanda kan, sayang?" Bu Sindi masih tidak percaya dengan apa yang dia dengar."Bu, tenang ya. Semua masih bisa diobati, Mas Bara hanya khawatir jika meninggalkan aku seorang diri di rumah," jawab Shamita."Bagaimana bisa tenang, itu penyakit berbahaya, Mita. Kenapa Ibu baru tahu? Katakan! Sejak kapan kamu sakit?"Bibir pucat Shamita tersenyum, betapa dirinya beruntung mendapati mertua yang begitu baik dan perhatian. Jauh sekali dengan bayangan mertua jahat yang sering ia baca di novel."Bu, aku tidak tahu tepatnya berapa lama. Hanya saja baru terdeteksi sebulan ini.""Astagfirullah Mita, terus gimana kata dokter?"Shamita diam. Hatinya bergejolak saat pertanyaan itu terucap dari mertuanya. Bukan tak mampu menjawab, hanya saja perkataan dokter mengenai dirinya akan sulit mendapatkan anak, menjadikan momok yang menyakitkan untuk ia ingat."Dokter bil

  • Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi   Bab 21. Jujur Kepada Ibu

    Sementara di sudut kota Kuala Lumpur. Seorang pria tetunduk lesu meratapi nasibnya yang kini sudah jauh dari kata beruntung. Sudah jatuh tertimpa tangga. Mungkin itu ungkapan yang pantas disematkan untuk Irham.Niat hati ingin melupakan Shamita ternyata tak semudah pergi dari negara asalnya Indonesia. Meski saat ini ia masih bisa bekerja dengan kondisi kaki yang sudah tidak lagi normal. Pikirannya tetap saja masih tertuju kepada sang mantan kekasih."Mas, makanan sudah aku taro di meja ya," ucap Jihan. Ia adalah teman baru Irham di tempatnya bekerja. Pertemuan yang tidak sengaja tempo hari membuat mereka akhirnya berteman."Hem," jawab Irham. Pikiran yang selalu saja tertuju kepada Shamita membuat dia selalu acuh dengan perhatian orang-orang yang di sekelilingnya."Mas Irham kenapa? Sakit?" tanya Jihan, tangannya refleks menyentuh dahi Irham."Aku nggak apa-apa," jawab Irham lemah."Mas, kamu cerita dong. Kenapa?" Jihan yang diam-diam menyimpan rasa terhadap Irham merasa begitu khawat

  • Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi   Bab 20. Bara Marah

    Shamita terdiam, melihat Bara yang sibuk sendiri mengurusnya, membuat dia memiliki ide yang mungkin akan membuat suaminya itu murka."Mas," panggil Shamita lagi."Iya, apa?""Bagaimana kalau kamu menikah lagi?"Deg!Dahi Bara mengerenyit kembali, rasanya istrinya ini sudah terlalu banyak bicara hal aneh semenjak ia sakit. Ingin marah, tapi istrinya tidaklah bersalah. Tapi ucapanya sudah sangat di luar batas."Apa yang kamu bicarakan? Apa menurutmu itu hal yang lucu?" tanya Bara dingin.Shamita terkesiap mendapati Bara menjawabnya dengan nada yang begitu dingin. Jelas sekali jika suaminya itu tengah marah."Bukan begitu, Mas. Aku merasa … aku sudah tidak mampu membahagiakan kamu, Mas. Tolong, jangan berpikir buruk. Ini, demi kebaikan kamu." Suara Shamita bergetar. Dirinya juga tidak menyangka jika ucapan itu bisa keluar begitu saja dari mulutnya."Mita, kenapa dengan kamu? Apa aku selama ini meminta sesuatu yang memberatkan kamu? Apa selama ini aku kurang memperhatikan kamu? Sungguh ak

  • Ku Izinkan Suamiku Menikah Lagi   Bab 19. Permintaan Shamita

    "Mas, aku bukan sakit lambung. Aku … terkena kanker rahim stadium 1."Bagai dihantam deburan ombak yang besar, mata Bara membelakak penuh mendengar ucapan wanita yang kini menjadi istrinya itu. Tak percaya, Bara dengan cepat menggelengkan kepalanya."Jangan bercanda, Sayang. Ini sama sekali tidak lucu." Bara mencoba menangkis pikiran buruknya."Aku serius Mas," ucap Shamita datar."Tidak, tidak mungkin. Kamu itu cuma sakit perut, tidak mungkin ada hal-hal semacam itu. Jangan bercanda!" Bara masih menyangkal. Bukan tak percaya, tepatnya Bara terlalu takut jika hal itu benar terjadi"Mas! Aku memang sakit, jangan seperti ini tolong." Suara Shamita meninggi, dia sudah menduga jika Bara pasti tidak akan percaya. Apalagi saat ini cinta Bara begitu besar.Bara tertunduk lesu, jiwanya terguncang. Tidak pernah terbayangkan jika istrinya saat ini tengah sakit keras."T-tapi, bagaimana bisa?" Suara Bara terbata."Mas, ini takdir aku. Aku pun tidak tahu kenapa bisa penyakit ini menghampiri aku."

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status