MasukAditya menjalani kemoterapi yang kelima hari ini. Oleh karena dilakukan di rumah sakit internasional, Dyandra sudah tak mampu lagi mengangkat wajahnya karena masalah yang sedang memundungnya.Jika biasanya, Dya menunggu sambil bekerja atau ikut bercengkrama dengan sejawat di ruangan khusus. Dyandra memilih menunggu di kantin rumah sakit. Penampilannya pun agak tertutup dengan menggunakan masker mulut. Ini saja masih ada yang mengenalinya.Seperti pria satu ini, Cipta terlihat membeli minuman di kantin dan berpapasan dengan Dyandra."Apa kabar suster?" Sapa Cipta ramah."Baik. Kak Cipta apa kabar?""Ya beginilah, baik juga. Aku sudah mendengar kabar tentang suster Dyandra. Aku turut prihatin."Bagaimana tidak? Cipta rutin melakukan hospital schooling di ruangan tempat Dya dulu bekerja, jelas dia menangkap desas desus yang beredar."Kalau begitu jangan panggil suster lagi. Panggil nama saja." Dya tersenyum dibalik maskernya.Cipta tergelak. "Benar juga. Tapi ngomong-ngomong kamu sedang
Toko pertama yang dikunjungi oleh Dyandra pagi ini adalah toko emas. Sesuai kesepakatan, Dyandra menjual cincin pernikahan miliknya juga Aditya.Ternyata benar roda itu memang berputar, Dya yang harus bekerja keras dari remaja, kini harus bekerja keras lagi. Memiliki ibu dan adik yang suka berhutang dan foya-foya, lalu suami yang sakit-sakitan membuat Dya terkadang mengeluh.Ingin sekali rasanya Dyandra menjadi nyonya kaya raya. Duduk manis di rumah dan menunggu uang datang sendiri kepadanya. Hmm.. mudah-mudahan do'anya dikabulkan.Uang penjualan emas sudah ditangan, setidaknya ini akan cukup membayar biaya kemoterapi Adit bulan ini. Sisanya, bisa dipakai untuk makan sehari-hari.Mata Dyandra kembali menyapu jalanan sekitar. Ruko, bangunan atau apa saja yang ada disana, jika ada tulisan lowongan pekerjaan maka Dya akan melamarnya.Namun, mata Dyandra terpaku pada seorang pria muda yang memakai hoodie. Pria itu baru saja keluar dari minimarket."Itu.. Eh!" Dya menyipit. Benar! "Ari!"P
Tak ada yang berbicara seharian ini. Bahkan malam menjelang, keduanya lebih memilih diam. Termasuk Adit yang tak ingin banyak berkomentar.Lampu dimatikan, keduanya tertidur dengan kondisi masing-masing. Adit yang berada di kasur busa sementara Dyandra di hamparan selimut yang ia bentang.Entah sudah jam berapa ini, Adit terbangun di malam hari. Tiba-tiba tenggorokannya kering, sepertinya butuh minum.Namun, hatinya terenyuh ketika mendengar suara tangisan yang begitu lirih itu.Adit mendongak melihat Dyandra. Ternyata istrinya tengah menangis di bawah bantal. Tak tahu sudah berapa lama Dya menangis, tapi suara tangisan itu membuat hati Adit tersentuh.Dyandra selama ini dikenalnya sebagai wanita yang kuat, lembut dan ceria. Dia tak pernah menangis walau Adit berulang kali menyakiti hatinya. Namun malam ini, pertama kalinya Adit mendengar suara tangisan itu.Adit bangkit dari duduknya dan mengambil minum. Kembali ia menoleh, ternyata Dyandra tak menangis lagi. Bahunya yang tadi naik t
Hati ini begitu hancur berkeping-keping. Tak menyangka kebaikan diri ini dikhianati oleh keluarganya sendiri.Dyandra berjuang di kota untuk mencari nafkah. Tapi, Maria dan Ari malah menyalahgunakan kepercayaannya. Mereka memanfaatkan kepolosan Dyandra dengan cara memanipulasinya.Lalu siapa lagi yang Dya bisa percaya jika sudah begini? Oh, Dya sungguh mengasihani nasibnya. Papa yang sudah tak ada. Suami yang tak mengharapkannya. Kini, mama dan adiknya yang malah mengkhianatinya. Ternyata, rasanya sakit sekali..Dyandra menangis sepanjang perjalanan ke rumah. Sampai di malam hari, ia pulang. Ia bisa melihat mata Adit yang menatapnya tajam."Jadi, apa hasilmu pulang?" Tanya Adit sinis.Dyandra melepaskan tas tangan dan membuka jaketnya, lalu duduk menyandar."Ternyata yang melakukan pinjaman online itu adalah mama dan adikku sendiri.""Apa? Kenapa bisa?""Waktu itu Ari memintaku mengirim foto ktp. Ternyata, dia malah menyalahgunakannya." Ucap Dya sedih."Itu salahmu, Dya! Sudah tahu ad
Beberapa pesan masuk ke ponsel Dyandra sampai wanita ini memilih untuk tidak menghiraukannya.Bagaimana tidak? Isi pesan tersebut berisi ancaman. Dyandra dituduh melakukan pinjaman online. Tak tanggung, ada 4 macam pinjaman yang menerornya. Total tagihan mencapai 100 juta.Oleh karena tak pernah merasa melakukan peminjaman, Dyandra memblokir nomor-nomor tersebut. Sayang sekali, bukannya mereda malah nomor baru yang menerornya semakin bertumbuh.Ada yang mengancam jika Dyandra tak membayar pinjaman itu segera, maka mereka akan membocorkan rahasia ini ke publik. Tak perduli. Dyandra kembali memblokir nomor tersebut.Adit juga sudah menjalani kemoterapinya yang ketiga. Syukurlah, keadaan Adit kini mulai membaik. Berat badannya juga sudah naik lagi. Nafsu makannya juga bagus."Dya!" Tegur Adit saat selesai di kemoterapi. Ia masih berbaring di ranjang. "Apa-apaan ini?"Dyandra melihat ke arah ponsel yang disodorkan suaminya."Kamu melakukan pinjaman online?""Hah?" Dyandra lalu mengambil p
Cuti sudah dikantongi. Dyandra diizinkan tidak bekerja selama 5 hari. Rasanya itu cukup untuk membereskan masalah yang ditinggalkan oleh adiknya.Cuma yang menjadi masalah adalah Adit. Dya begitu takut meninggalkan pria itu sendirian."Kamu pergi saja sendiri. Biar aku tinggal disini." Jawab Adit saat Dya mengajaknya pergi bersamanya."Terus makan kamu gimana?""Sempit banget otak kamu itu, Dya! Aku bisa cari makan sendiri. Diluar juga ada yang jualan makanan.""Oh." Dya baru teringat. "Nanti aku pesankan catering aja, nanti mereka yang anter kesini. Gimana?""Terserah kamu saja!"Malam ini juga Dyandra pergi ke kampung halamannya yang berjarak 6 jam dari kota tempat dia tinggali.Sesampainya di rumah, Dya sudah disambut dengan wajah kalut Maria. Rupanya, ibu ini tidak berhenti menangis."Lama sekali kamu ini nyampenya!" Bentak Maria tak sabar."Astaga, ma. Aku kan harus cuti dulu, terus ngurusin suamiku baru bisa kemari." Dya lalu menarik tangan ibunya dan mengajak duduk. "Sekarang j







