LOGINMenunggu Adit kembali ke kamar seperti menunggu bulan jatuh ke bumi. Tadinya, Dya sudah berpikiran positif mungkin suaminya tengah merangkai sebuah kejutan ulang tahun untuknya.
Namun, sampai pagi.. batang hidung suaminya tak muncul juga. Sampai Dya sadari bahwa Adit lebih memilih tidur di kamar tamu. Sepertinya, ia benar-benar kesal karena Dya yang bergelayut manja semalam. Meninggalkan rasa kecewa, Dya bersikap biasa saja. Tak menunjukkan perasaan apapun kecuali sikap manis kepada suaminya. "Tidak perlu bawa bekal." Tegur Adit ketika Dya menyiapkan dua kotak bekal. Satu untuknya dan satu untuk suaminya. "Baiklah kalau begitu." Dya tak mau membantah. Kalau kata suaminya tidak perlu, ya tidak usah disiapkan. Hari ini Adit pun pulang terlambat. Ketika bertanya, Adit lansung mencak-mencak. "Aku cuma bertanya, sayang." Ucap Dya sabar. "Aku takut terjadi sesuatu padamu di luar." "Aku bukan anak kecil, Dya!" Bentak Adit yang membuat Dya terdiam. Dya lalu mengambil baju kotor yang baru dilepas oleh suaminya. Namun, ia mencium sesuatu. "Kenapa bajumu bau rokok ya?" "Bajuku?" Tanya Adit dengan dahi mengkerut. "Iya." Ucap Dya saat memperlihatkan baju bekas kerja suaminya sore itu. "Kamu menuduhku merokok?" "Bukan begitu.. aku cuma bertanya kenapa bajumu bau rokok, bukan menuduhmu merokok.." "Kenapa kamu selalu mempermasalahkan hal yang nggak penting sih, Dya? Kekanak-kanakan sekali." Dya ingin menjawab lagi tapi suaminya main masuk ke kamar. Padahal, bukan maksud hati Dya mencurigai suaminya merokok. Mungkin bau rokok ini dia dapat dari teman sekantornya. Hal ini sebenarnya dilakukan sebagai cara Dya menjaga suaminya saja. Dulu, Aditya ini perokok aktif hingga menyebabkan sakit paru-paru. Oleh karena itulah pemicunya harus dihindari. Dya hanya takut Adit sakit saja. Tapi, suaminya malah tersinggung. Terpaksa Dya mengalah lagi dan mendekati suaminya, meminta maaf telah berburuk sangka padanya. "Bersamamu aku seperti hidup dengan polisi. Selalu diinterogasi! Aku muak, Dya!" "Maaf, sayang.." Dya sampai tertunduk. Dia lalu mengambil tangan suaminya namun terkesiap. Adit begitu keras menepis tangannya. "Aku nggak suka tubuhku disentuh-sentuh! Lain kali kamu harus mendapat izinku baru boleh menyentuhku!" Adit memandang tajam. Dya pun memandang suaminya dengan tatapan berkaca-kaca. "Maaf.. aku hanya ingin mengatakan kalau aku mencintaimu." "Cukup katakan saja! Jangan sampai menyentuhku." Adit langsung bangkit dan keluar dari kamar. Ia tak kembali sampai pagi. Seperti biasa di tempat kerja, Adit dan Kayra tengah menikmati makan siang bersama di taman belakang. "Jadi itu alasan wajahmu kecut dari pagi?" Kayra sampai terkikik mendengar cerita Adit yang mengaku jijik disentuh istrinya. "Aku nggak suka sikapnya yang manja itu. Seperti anak kecil saja!" "Tapi denganku kamu suka, kan?" Goda Kayra. "Kalau kamu berbeda.." Mendengar itu Kayra terkekeh. "Jangan seperti itu. Walau begitu dia istri yang setia padamu. Buktinya, dia telaten mengurusmu ketika sakit." "Yaa.. aku merasa seperti memiliki perawat home care." Lagi-lagi Kayra tertawa. "Tega banget! Istri sendiri disangka perawat home care. Emang kamu nggak cinta apa sama Dyandra?" "Entahlah.." bahu Adit sampai merosot. "Aku nggak punya perasaan apapun padanya. Malah aku merasa muak. Oleh karena dia merasa seperti pahlawan karena berhasil merawatku, dia bertindak seperti aku adalah miliknya. Ikut mengatur hidupku. Ingin selalu didekatku. Jujur aku gerah.." "Ya ampun.. padahal dia istrimu.. masa dekat-dekatan nggak boleh?" "Risih!" Jawab Adit ketus. Tebersit lagi bayangan istrinya yang tak ia sukai. "Kalau begitu harusnya nggak usah kamu nikahin!" Gerutu Kayra. "Aku nggak punya pilihan lain. Lepas darimu, ada dia yang seperti mengharap cintaku. Melampiaskan rasa sakit hatiku, terpaksa aku menikahinya.." "Kamu masih sakit hati padaku?" Tanya Kayra memandang lekat. "Tergantung bagaimana kamu bisa mengambil hatiku.." Kayra berdecak. "Kamu ini!" Adit tersenyum dan mengambil tangan halus Kayra. Menggenggamnya dengan hangat tanpa mengeluarkan sepatah katapun. "Sama istri sendiri nggak mau pegang. Sama wanita lain nyosor aja!" "Kamu kan berbeda.. lagipula tanganmu lebih halus dari tangannya." "Benarkah?" Adit mengangguk. "Kamu dan Dyandra seperti langit dan bumi. Kamu cantik seperti bidadari dan dia... ah, aku tidak bisa membayangkannya. Kamu tidak bisa dibandingkan." "Kamu masih pintar merayu rupanya." Jawab Kayra tersenyum manis. Sementara Adit menjadi heran sendiri. Kenapa dia menjadi blak-blakan seperti ini menghina istrinya di depan orang lain? Apa mungkin karena ini Kayra? Wanita yang tiada duanya. Sepulangnya bekerja, Dya menyambut seperti biasa. Menyalimi tangan suaminya dengan takzim, mengambil tas dan menaruh sepatu suaminya di dalam rak. Tak lupa segelas air dingin diberikan kepada Adit. Saat masuk ke kamar, handuk untuk mandi serta baju ganti sudah siap. Bedanya, Dya tak terlalu cerewet seperti kemarin hingga membuat Adit bersyukur. Setidaknya, dia tak perlu mencari alasan karena pulang terlambat. Makan malam sudah disiapkan, Dya menautkan lauk ke piring suaminya. Namun, setelahnya Dya memilih menyingkir dari meja makan. Tak menemani seperti biasa. Begitu juga ketika tidur malam, sekitar jam 10 Dya baru masuk ke kamar. Hanya untuk mengambil beberapa helai baju yang tak bisa Adit lihat baju apa itu. Ingin bertanya tapi enggan, jadi dibiarkan saja tingkah istrinya itu. Sampai Adit baru menyadari jika sudah beberapa hari Dya tidak tidur satu kamar lagi dengannya. Jika beberapa hari yang lalu, Adit yang menyingkir. Maka sekarang Dyandra. "Tidur dimana kamu semalam?" Adit tak tahan untuk tidak bertanya. "Di kamar tamu. Semalam aku ngerjain laporan kinerja." "Oh." Baguslah, Adit tak perlu khawatir dengan jawaban istrinya. Walaupun sebenarnya untuk apa juga dia khawatir.. malah bagus, kan? Itu artinya dia bisa memonopoli tempat tidur dan tenang tanpa gangguan dari istrinya. Jam makan siang di tempat kerja tiba, Kayra ingin mencari suasana baru. Ia ingin makan di mall saja. Hari ini sengaja tak membawa bekal untuk Adit. Dia tengah malas masak. Selesai makan siang bersama, Kayra merengek meminta ditemani ke butik. Berbelanja beberapa pakaian sembari melingkarkan tangannya di lengan Adit. Keduanya tampak mesra bersama. "Apa aku cantik memakai ini?" Tanya Kayra sambil memegang satu gaun berwarna hitam. "Kamu cantik dengan warna apapun." Kayra jadi tersipu. Namun saat ingin membayar, wajahnya berubah murung. "Kenapa?" Tanya Adit. "Gaunnya mahal. Uangku nggak cukup." "Masalah uang ternyata. Pakai uangku saja." "Eh! Nggak usah repot!" "Nggak masalah." Adit membayar dengan beberapa lembar uang ratusan ribu. Kayra yang senang mendapat apa yang ia mau sontak mengecup pipi Adit di depan umum. "Makasih, ya. Kamu memang pria yang terbaik." Adit hanya tersenyum sambil mengedarkan pandangannya. Namun matanya terbentur dengan tatapan seseorang yang memperhatikan mereka dari jauh. "Dyandra.." Adit harap ia salah lihat."Dyandra.."Semua orang menoleh melihat siapa yang baru datang, reuni hampir selesai tapi rupanya alumni yang paling cerdas baru tiba."Apa kabar kalian?" Sapa Dya hangat."Bukannya kamu sakit?" Tanya Baim.Dya hanya tersenyum tipis. "Sayang kalau melewatkan reuni, belum tentu juga satu tahun sekali.""Wah.. syukurlah.. berarti angkatan kita formasinya lengkap reuni kali ini." Baim sampai terkekeh."Eh.." Nina sampai menengok sekitar. "Kayra mana, ya? Bukannya tadi dia ada disini?""Adit juga mana lagi?" Gumam Baim. Namun dia langsung tak enak hati setelah melihat wajah Dya."Ku dengar kamu sudah menjadi ketua tim ya.. di ruangan apa?" Tanya Nina lagi."Ruang perina, khusus anak-anak yang mengalami kelainan darah.""Wah begitu rupanya. Kamu memang luar biasa. Kerja di rumah sakit bergengsi, udah dapet jabatan.. pasti gajinya besar." Baim terkekeh lagi.Sementara Dyandra hanya tersenyum sembari menatap sekeliling. Ternyata Adit dan Kayra memang sudah tak ada di tempat ini lagi.***"Ki
"Dyandra!" Tegur Adit pagi itu ketika Dya keluar dari kamar langsung pergi ke pintu luar."Iya?" Terpaksa Dya menemui suaminya yang sedang duduk di singgahsana. "Ada yang bisa kubantu?""Kamu mengejekku?""Maksudmu, apa?""Kamu menyiapkan air hangat untukku lalu juga inhaler. Kenapa? Kamu merasa dirimu berguna seperti itu? Kamu berpikir aku nggak bisa hidup tanpamu?""Astaga, sayang.. kenapa pikiranmu jauh sekali. Aku mendengarmu batuk semalam. Makanya kusiapkan air hangat juga obat untuk meredakannya. Bagaimana? Sekarang sudah agak enakan?""Kamu nggak usah sok perhatian.""Jelas, aku perhatian karena kamu suamiku." Jelas Dyandra. Lelah rasanya pagi-pagi sudah bertengkar. Merusak mood sebelum bekerja saja.Adit langsung bangkit dan melewati Dyandra hingga akhirnya wanita ini menegur."Apa lagi?""Aku tahu kamu nggak mau melihat wajahku. Tapi aku mohon.. turunkan intonasi suaramu, jangan terlalu kasar padaku."Adit tersentak akan ucapan istrinya. Benar juga. Kenapa dia harus marah-mar
"Baru satu minggu yang lalu aku kirim uang untuk Ari, kenapa dia minta lagi?""Kamu tahu adikmu lagi penelitian, wajar kalau habis banyak uang.""Memang judul skripsinya sudah acc?" Dahi Dya sampai mengkerut. Kemarin padahal Ari, adiknya menggerutu karena dosen pembimbingnya menolak semua judul yang diberikan."Sudah! Kamu jangan banyak tawar dong, Dya. Kalau nggak mau ngirimin uang ya sudah. Mama bisa minjam ke tetangga.""Jangan! Nanti aku transfer 1 juta lagi.""Sekarang!""Iya."Dyandra lalu memutus sambungan telepon. Ayah Dya sudah meninggal 10 tahun yang lalu, tepat ketika Dya baru saja masuk ke perguruan tinggi. Sebagai anak sulung, dia membantu perekonomian keluarga. Ikut berjualan apa saja yang penting bisa menyambung hidup juga kuliahnya.Setelah kuliah dan diterima bekerja di rumah sakit internasional, Dya tak lagi berjualan dan fokus menjadi perawat. Gajinya pun separuh dikirim ke ibu dan adik laki-lakinya yang ada di kota sebelah.Kebetulan Ari, kini tengah duduk di semes
"Dyandra.."Adit memandang lagi wanita yang berada di sebrang sana. Rambut yang diikat setengah dan memakai baju putih. Dia hapal betul jika itu istrinya.Namun kenapa wanita itu melengos saja. Seperti cuek dengan keadaan Adit yang tengah dirangkul Kayra. Lalu.. wanita itu pergi begitu saja.Jika itu memang Dya, harusnya dia datang dan marah-marah. Mengomel kenapa suaminya mau digandeng orang lain sementara dengan istrinya tidak mau."Kenapa, Adit?" Tanya Kayra setelah sadar tak menanggapi ucapannya."Oh, tidak apa-apa."Adit kembali menatap sekeliling. Wanita yang melihatnya tadi rupanya tak ada lagi. Nah, mungkin saja itu hanya halusinasi Adit.Setelah mengantar Kayra pulang ke rumah, Adit membeli beberapa potong ubi cilembu hangat."Untukmu." Adit menyerahkan bungkusan tersebut kepada istrinya."Terima kasih."Dyandra menerima bungkusan itu dan mengambil piring di ruang makan. Sementara Adit langsung mandi. Namun, ketika selesai mandi, Adit keheranan melihat ubi itu sudah ditaruh c
Menunggu Adit kembali ke kamar seperti menunggu bulan jatuh ke bumi. Tadinya, Dya sudah berpikiran positif mungkin suaminya tengah merangkai sebuah kejutan ulang tahun untuknya.Namun, sampai pagi.. batang hidung suaminya tak muncul juga. Sampai Dya sadari bahwa Adit lebih memilih tidur di kamar tamu. Sepertinya, ia benar-benar kesal karena Dya yang bergelayut manja semalam.Meninggalkan rasa kecewa, Dya bersikap biasa saja. Tak menunjukkan perasaan apapun kecuali sikap manis kepada suaminya."Tidak perlu bawa bekal." Tegur Adit ketika Dya menyiapkan dua kotak bekal. Satu untuknya dan satu untuk suaminya."Baiklah kalau begitu."Dya tak mau membantah. Kalau kata suaminya tidak perlu, ya tidak usah disiapkan.Hari ini Adit pun pulang terlambat. Ketika bertanya, Adit lansung mencak-mencak."Aku cuma bertanya, sayang." Ucap Dya sabar. "Aku takut terjadi sesuatu padamu di luar.""Aku bukan anak kecil, Dya!" Bentak Adit yang membuat Dya terdiam.Dya lalu mengambil baju kotor yang baru dile
"Sayang, minum dulu vitaminnya."Dya menyerahkan satu butir vitamin kepada suaminya sebelum tidur malam. Sebuah rutinitas yang bahkan hal sekecil ini saja istrinya Adit ini memperhatikan.Adit menerima vitamin tersebut dan meminumnya."Terima kasih." Adit menyerahkan gelas yang dia pakai."Kamu istirahat duluan aja. Nggak usah tunggu aku." Ucap Dya seraya mengelus pucuk kepala suaminya. Bahasa cintanya memang luar biasa."Iya." Adit juga mana mau menunggu Dya. Lebih baik memang tidur tanpa istrinya, dengan begitu dia bebas dari gangguan."Aku mau buat laporan pasien mingguan." Sambung Dya. Padahal suaminya ini tak bertanya.Sejujurnya, Adit risih karena Dya yang selalu menempel padanya. Dia gerah karena tak bisa membalas cintanya Dya yang bertubi-tubi.Wanita itu bertingkah seperti haus kasih sayang, membuat Adit malas meladeninya.Sebuah pesan masuk ke ponsel, ternyata dari Kayra. Rupanya mantan kekasih ini minta dicarikan pekerjaan. Adit pun tak bisa mengiyakan, dia akan bertanya du







