Share

Suamiku dan Suaminya Mencintainya

"Mas ini malem banget, lho. Emang Mbak Wenda ke mana? Masa perempuan malam-malam kelayapan?" ucapku pura-pura tak tahu dengan mulai ember memprovokasi.

Aku perlu mempengaruhi otak Mas Rayyan agar sedikit lebih pinter, dengan cara halus. Tak ada gunanya grasak-grusuk menembak ke intinya dengan mengatakan, kalau dia laki-laki bodoh yang sedang dikibulin sang istri.

Aku ingin penderitaan yang Mbak Wenda dan Mas Revan alami sempurna. Salah langkah hanya akan menghancurkan rencana keseluruhan yang sudah kususun dengan rapi.

"Iya, dia tadi siang izin ke luar kota, Ri." Mas Rayyan masih memperlihatkan ekspresi panik.

"Lain kali Mas sebagai laki-laki jangan lembek sama istri. Masa iya istrinya pergi ke luar kota tanpa alasan jelas diizinin aja. Lah sekarang Mas sendiri yang repot."

"Iya, Ri. Kalau bisa ceramahnya nanti saja. Kasian Wenda ini." Mas Rayyan mengucap terus terang.

Argh! Gemes. Ingin sekali kupukul pria di depanku ini supaya mau mikir. Orang lagi ngasih tahu, malah dibilang ceramah.

"Huft! Ya, sudah tunggu Mas."

Aku berbalik masuk ke dalam untuk berganti pakaian, karena saat Mas Rayyan datang tadi aku hanya memakai daster dan kerudung, yang kugantung dekat ruang tamu agar bisa dipakai saat darurat. Kututup pintu dan tak kusuruh pria itu masuk.

Aku berjalan dengan bersungut-sungut. Harusnya aku tadi pura-pura khawatir pada Mbak Wenda, tapi rasa kesal ini membuat tak bisa menahan emosi. Ingin sekali kulampiaskan sekarang juga. Lebih lihat Mas Rayyan, yang otaknya bermasalah.

Sampai di kamar, Mas Revan masih tertidur pulas. Obat tersebut pasti selain membuat halusinasi juga memberatkan kepalanya.

Setelah memakai jaket kesayangan, aku keluar meninggalkan Mas Revan. Menemui Mas Rayyan yang sudah resah di bawah.

"Mas karena kita gak mungkin semobil berdua. Mas tetap pakai motor Mas sendiri. Aku ikut di belakang dengan mobilku," terang ku. Meski suami berselingkuh tak mungkin kubalas dengan bermudah-mudah bergaul dengan pria lain.

Tapi kalo dilihat dari wajah polos dan sakit otaknya yang sudah akut, kok mustahil dia marah. Jangan-jangan malah dibelain?

"Em itu, Ri." Mas Rayyan menggaruk kepala. Seperti enggan dan malu mengatakan maksudnya.

"Ya?" Mataku menyipit ke arahnya.

"Em, aku tak punya uang sama sekali. Gaji yang kudapat dari kerja serabutan juga sudah diminta semua sama Wenda. Aku bahkan sampe malu mau pinjem temen. Udah kebanyakan. Dan semua karena Wenda." Pria itu bicara polos.

Aku mendesah.

"Ya Tuhan ... dan Mas pasrah aja gitu? Gak coba diskusi sama Mbak Wenda soal penghasilan dan utang-utang Mas?"

"Em, sudah. Ri. Tapi ...." Laki-laki di hadapanku seperti anak kecil. Sedikitpun dia tak memperlihatkan nada marah pada istrinya. "Wenda gak mau denger."

Aku memutar bola mata malas. Kenapa tidak disunat lagi saja kalau gak bisa tegas jadi laki?

"Ri. Sudah terlalu lama kita bicara. Aku Takur Wenda kenapa-kenapa." Mas Rayyan bicara hati-hati. Pasti takut aku tak mmeberinya uang untuk bensin.

Aku memang kejam. Tapi tidak pada orang baik sepertinya. Kubuka tas yang kugendong. Mengeluarkan dua lembar seratus ribuan dan menyodorkan padanya.

"Gak usah banyak-banyak, Ri. Lima puluh ribu juga cukup," ucapnya polos.

"Ah, sudah lah. Ambil saja!" Ku dorong uang itu dan berjalan ke arah mobil melaluinya.

Aku jadi ikut kesal ada Mas Rayyan. Kenapa bisa ada orang selugu itu? Apa Mbak Wenda sudah memeletnya?

____________

Mobilku melaju mengikuti motor Mas Rayyan. Menembus pekatnya malam. Jika tanpa laki-laki itu pasti aku juga tak berani pergi. Dengan motor Ninjanya, Mas Rayyan terlihat gagah di depan sana. Dia juga bukan pria yang buruk rupa. Heran saja kenapa uang bisa membutakan Mbak Wenda.

Kalau hanya soal uang, semua bisa diupayakan berdua. Seperti aku dan Mas Revan dulu. Namun, semua berkebalikan sekarang. Meski telah bisa dikata sukses, aku kembali jatuh ke titik nadir karena perselingkuhan Mas Revan.

Kenapa tidak Mas Rayyan saja jodohku sejak dulu?

Ah, mikir apa aku sih?

Dan melihat dia memohon-mohon agar aku ikut, pasti demi Mbak Wenda agar perempuan itu nyaman naik mobilku saat pulang. Wanita itu membuatku sangat iri. Suaminya dan suamiku sama-sama mencintainya.

Kasihan lelaki seperti Mas Rayyan. Dia tulus mencintai istrinya, tapi dibalas dengan pengkhianatan. Apa aku aja saja dia menjalankan rencanaku?

Tapi bagaimana jika di balik sikap lugunya ternyata tahu hubungan Mbak Wenda dan Mas Revan, dan dia diam karena memanfaatkan itu? Jaman sekarang saudara kandung saja jadi pengkhianat, bagaimana saudara ipar?

Oh, tidak!

Kamu tidak boleh gegabah, Ri!

___________

Berjam-jam kami lalui menuju gunung Kidul. Hampir subuh kami tiba. Gila aja, aku berkorban demi selingkuhan suamiku. Begitu sampai, Mas Rayyan langsung menelepon Mbak Wenda untuk mengatakan lokasinya.

Begitu kami bertemu, Mbak Wenda yang terlihat menyedihkan berlari ke arah kami.

"Ri ...!" serunya. Aku menyipitkan mata. Kenapa manggil namaku.

Mas Rayyan tersenyum lega melihat sang istri. Namun, justru saat bertemu dia memelukku, bukan suaminya. Aneh wanita ini!

"Ri, makasih, ya ....." Mbak Wenda menangis dalam pelukanku.

Aku membalas pelukannya dengan enggan. Duh, ingin sekali kudorong kamu ke lembah Mbak. Kenapa dengan mudahnya kamu menusukku dari belakang?

Tak terasa aku menangis dalam pelukannya, wanita yang kurindukan sedari kecil perhatiannya. Wanita yang dilahirkan dari rahim yang sama.

Kami menangis saling berpelukan. Jika dia menangis lega setelah ketakutan, aku menangis karena perbuatannya menghancurkan rumah tanggaku.

Bersambung

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Wahyu Sudaryanti
motornya ninja guys gak boros bensin tuh?? secara cc.nya gede
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status