Share

Mas Rayyan

Author: Wafa Farha
last update Last Updated: 2023-03-20 16:02:44

Kuraih ponselku sendiri saat berdering.

"Ya, hallo."

"Assalamualaikum. Ri, gimana?" ucap Gita di ujung telepon.

"Waalaikumsalam. Apanya yang apa?"

Heran saja baru diangkat langsung tanya gimana?

"Soal obat yang kamu campur ke minuman suamimu? Bekerja dengan baik?" Gita menjelaskan maksudnya dengan gamblang.

"Oh, iya, Ta. Alhamdulillah."

"Alhamdulillah. Kamu harus manfaatin moment ini bener-bener. Karena obat itu gak gampang dapetinnya karena gak dijual bebas." Gita menjelaskan bagaimana ia dapatkan obat tersebut.

Dia yang bekerja sebagai apoteker tahu betul keperluanku. Bagaimana obat itu bekerja. Dan tak segan pula, berkorban untuk mendapatkannya.

"Ta, tapi aku kok merasa bersalah, ya. Itu Mas Revan bakal sampai kapan kaya gitu. Jujur aku takut dosa. Walau bagaimana dia kan masih suamiku."

"Nah, nah. Mulai deh bucinnya. Kamu jadi bucin kek yang udah-udah bakal nyengsarain diri kamu sendiri. Sekarang, noh nyatanya di belakang kepolosan dan kebucinanmu, suami dan kakakmu bebas main-main," omel Gita.

Bener juga, sih. Mungkin yang ini namanya kalau gak merugikan ya kita dirugikan. Duh, sejak kapan aku jahat begini.

Namun, saat ekor mataku menangkap sosok Mas Revan yang ketakutan di atas pembaringan. Terus terang ada sisi hatiku yang memberontak dengan semua ini. Tapi apa daya, aku tidak mau mereka keenakan setelah kumpul kebo. Menikmati harta yang juga jadi jerih payahku sendirian.

"Dah kamu makani belum tuh, buaya, Ri?" tanya Gita lagi.

"Udah. Susah banget nyapinnya, Ta. Sampai kapan obat itu bekerja?"

"Mungkin pagi besok dia sudah mulai sadar, Ri. Tapi bakal linglung. Tapi kalo saran aku, kamu kasih obatnya lagi sebelum efeknya hilang," saran Gita dengan nada berapi-api. Dia juga gemas lihat kelakuan mereka setelah kuceritakan kemarin.

"Duh, bahaya gak, Ta? Soalnya udah cukup sih. Kan aku dah ganti semua aset atas namaku dengan tanda tangannya." Jujur saja aku takut. Apalagi kalau suatu saat bisa ketahuan dan Mas Revan balas dendam membawanya ke ranah hukum.

"Iya, nggak sih. Tinggal kamu main cantik aja, Ri! Kalo emang udah kelar, ya udah. Kasih penawar aja. Seolah gak terjadi apa-apa. Oya, bungkusnya jangan buang sembarangan Ri. Takutnya tar ada yang nemuin dan kamu diseret-seret pasal pidana."

"Oh, oke Ta. Aku paham. Makasih, ya."

"Ya, udah. Aku tutup dulu, mau balik kerja," pamitnya.

Gita memang ambil sift doble. Katanya dia perlu uang lebih buat biaya adiknya sekolah dan ibunya yang sakit. Dia jadi tulang punggung keluarga sejak kedua orang tuanya bercerai. Sang ibu sakit pasca perceraian. Sedang bapaknya gak tahu ke mana rimbanya.

"Oke, Git. Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam." Wanita itu menutup panggilan.

Pesan berantai dari Mbak Wenda terus muncul. Ingin ku blokir saja rasanya. Tapi nanti dia curiga. Jadi kubiarkan ponsel Mas Revan terus menyala karena panggilan dan pesan dari wanita itu.

Penasaran apa yang terjadi pada Mbak Wenda di gunung, akhirnya aku menelepon seseorang untuk mengawasi.

"Assalamualaikum. Don," ucapku pada pria di ujung telepon.

"Waalaikumsalam. Ya, Mbak. Tumben ngubungi. Gak takut suami cemburu dan Mbak dos karena ngubungi pria lain?" sindir Doni, karena aku sering menolak panggilannya.

Dia pemuda lima tahun lebih muda dariku, sudah lama mengejar-ngejar dan menyatakan cintanya. Namun, terus ku tolak dengan alasan bahwa seorang wanita beristri tidak boleh sembarangan bergaul dengan pria, apalagi menjalin hubungan cinta.

Namun, Doni tetep keukeuh. Dia bilang bahwa Mas Revan adalah pria bejat. Tak pantas dicintai apalagi 'disetia-in' tanpa mengatakan alasannya.

Sekarang aku baru tahu apa maksud Doni.

"Em, bukan soal itu, Don. Sekarang aku butuh kamu untuk mengerjakan sesuatu," jawabku dengan nada tak nyaman karena sindirannya.

Doni ini adalah pegawai pekerja kontrak di kafe kami. Bukan jadi juru masak atau pelayan, tapi dia bekerja di bagian marketing. Selain itu dia juga jadi penghubung seluruh cabang. Waktunya banyak luang. Karena pekerjaan tak selalu ada.

"Wah, asek ada kerjaan!" Doni berseru senang.

"Hem, yah. Aku kirim lokasi dan foto ya. Tolong awasi kakakku, dan laporkan semua gerak-geriknya tanpa ketauan."

"Mbak Wenda?!"

"Lho kamu kenal?" tanya kaget. Yang kutahu mereka hidup di dua dunia yang berbeda. Satu di kampung dan satu lagi ada di tempat kerja bersamaku.

"Apa sih, yang aku gak tau tentang Mbak Ria?"

"Oke-oke." Ku tutup pembicaraan sebelum melebar ke mana-mana dan mendapat rayuan darinya.

_______________

Jam 12 malam aku terbangun. Rasa haus dan kebelet sekaligus memaksa untuk membuka mata.

Ini sedikit merepotkan, karena saat tidak tidur, aku harus mengusap-ngusapnya seperti anak kecil.

Usai menunaikan hajat di toilet, kuraih ponsel dan turun ke lantai bawah menuju dapur. Sembari membuka-buka ponsel.

Kuskip pesan dan panggilan dari nomor Mbak Wenda meski ditujukan ke nomorku. Dia pasti akan meminta bantuan.

Beralih pada nomor milik Doni. Dia mengirimkan video yang di ambil dari dalam mobil.

"Tu, tu Mbak. Kasian sekali selingkuhan Pak Revan." Suara Doni mengiringi video yang dikirimkan.

Mbak Wenda gelisah. Sesekali ia mengoles lotion ke tubuh. Pasti nyamuknya terlalu ganas di sana. Mereka seolah tahu sedang menyerang siapa. Heh! Aku puas.

[Itu video jam 9 tadi, Mbak. Sekarang dia sedang tidur di pendopo taman.]

Pesan yang mengikuti kemudian.

Kutuang air putih ke dalam gelas. Dan meminumnya hingga habis. Baru akan meletakkan gelas, suara bel pintu berbunyi.

Aku setengah berlari ke depan. Malam-malam begini siapa yang datang?

Saat membukanya, Mas Rayyan berdiri di depan pintu dengan wajah cemas.

"Assalamualaikum. Ri."

"Waalaikumsalam. Ya, Mas. Ada apa malam-malam begini?"

"Wenda sedang dalam bahaya, bisa kah mengantarku ke sana?"

Hadeuh, tepok jidat ini laki. Masih juga khawatir. Baru juga digigit nyamuk. Mbak Wenda juga masih hidup dan baik-baik saja. Lagian kalau mau ke sana, ngapain bawa-bawa aku, sih? Apa dia gak berani menempuh perjalanan sendiri?

Bersambung

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Kualihkan Harta Saat Suamiku Tak Setia   Ekstra Part

    Ayash meletakkan kembali ponselnya ke dalam saku jas koko yang ia kenakan. Sudah lebih dari tiga jam Fathan dan Hamidah pergi, tapi belum ada tanda-tanda keduanya akan pulang. Barusan Ayash menelepon Fathan, pria itu mengatakan bahwa kedua anaknya masih betah jalan-jalan menikmati suasana kota."Bagaimana Bi?" tanya Raudah pada Ayash."Fathan bilang mereka masih belum mau pulang terutama kedua anaknya," jawab Ayash."Oh ya sudah kalau begitu, mungkin mereka sedang ingin menghabiskan waktu dan mencoba sesuatu yang baru yang tidak mereka temui di Mesir," ucap Raudah sambil bangkit dan berjalan ke belakang guna membuatkan minuman untuk Ayash.Selang beberapa menit Raudah sudah kembali dan duduk di samping suaminya sambil meletakkan gelas di atas meja."Tidak usah khawatir, Bi. Toh mereka pergi bersama Ustadz Yusuf, jadi pasti aman dan baik-baik saja.""Iya juga, cuma Abi heran aja, mereka kok nggak mau diantar sama kita, ya?""Mungkin karena Fathan tahu bahwa kita punya kewajiban mengaja

  • Kualihkan Harta Saat Suamiku Tak Setia   Ending

    "Jika anda menganggap ini hutang, maka kami akan mengembalikannya. Uang dibayar dengan uang, tidak ada perjanjian bayaran yang lainnya," jawab Ayash penuh penekanan. Pengasuh pondok pesantren Almujahid itu meradang karena Hendra mempermainkannya.Mendengar jawaban dari Ayash, Hendra sontak tertawa. Pria itu sepertinya sangat puas mendengarnya."Manis sekali Ustaz. Jadi anda akan tetap mempertahankan istri anda yang cantik itu dan rela kehilangan harta benda untuk mendapatkan uang sesuai jumlah yang tertera di sini " Hendra menunjuk surat tagihan yang dulu ia berikan pada Ayash."Tentu saja, bagaimana pun kehormatan pesantren dan kehormatan diri saya dipertaruhkan disini. Jadi setelah ini saya harap urusan kita selesai." Ayash mengeluarkan uang di dalam tasnya yang dimasukkan ke dalam sebuah amplop lalu ia meletakkannya di hadapan Hendra.Sementara Hendra masih tersenyum menyeringai melihat benda yang disodorkan oleh Ayash."Bagaimana kalau saya tidak bisa menerima uang ini dan tetap m

  • Kualihkan Harta Saat Suamiku Tak Setia   Membayar Hutang

    "Eum ... ini ada tamu mencari Abi.""Tamu? Tamu siapa?""Dia bilang tidak boleh memberitahu dulu Abi. Pokoknya ini tamu dari jauh.""Oh, ya, baiklah. Abi akan segera pulang. Ini sedang dalam perjalanan." "Iya, Bi. Assalamualaikum.""Waalaikumsalam."Sambungan telepon terputus. Ayash sedikit berpikir siapa tamu yang dimaksud oleh istrinya."Kita langsung pulang ke pesantren saja Ustaz, istri ana barusan menelepon katanya ada tamu yang sedang menunggu ana," ucap Ayash pada Ustaz Yusuf yang kali ini bertugas mengemudikan mobil."Baik Ustaz, awalnya juga kita tidak ada rencana mampir ke mana-mana 'kan" jawab Ustaz Yusuf."Iya juga, sih." Ayash terkekeh. Pikirannya sedikit kalut, pasalnya orang yang baru saja hendak dia temui dan bermaksud menyelesaikan permasalahan yang cukup menyita dan mengganggu pikirannya sedang tidak ada di tempat. Ayash kira saat ini masalah dengan Hendra sudah selesai tapi nyatanya pria itu terlalu sibuk dengan berbagai kegiatannya. Atau jangan-jangan sengaja men

  • Kualihkan Harta Saat Suamiku Tak Setia   Jalan Keluar

    Melihat pemandangan di hadapannya Ayash memalingkan wajahnya, ia tidak bisa membayangkan jika suatu saat Gaza tahu siapa sebenarnya Gus Rofiq. Bagaimana kalau anak itu berpaling darinya. Ayash tidak ingin kehilangan Ghaza, walau bagaimana anak itu sudah dia urus sejak bayi. Bagaimana ia berusaha membagi waktu antara mengajar dan menjaga bayi itu. Ayash berusaha membagi waktunya untuk menghadirkan sosok Ayah dalam kehidupan Ghaza. Hingga anak itu seakan sudah menjadi bagian dari nafasnya.Ayash tersentak ketika Ghaza kembali ke dalam pangkuannya."Apa ana boleh pergi, Abi?" Ghaza mendongak menatap wajah Ayash"Sebentar lagi, ya, temani Abi di sini," ucap Ayash sambil mengelus kepala anak sambungnya. Ia mengerti bahwa Gus Rofiq tentu masih ingin bertemu dengan anaknya, makanya Ayash berusaha menahan Ghaza supaya tidak cepat pergi.Ghaza sendiri biasanya anteng ketika Gus Rofiq datang menjenguknya. Tapi entah apa yang terjadi, kali ini anak itu meminta izin untuk cepat pergi dari sana.

  • Kualihkan Harta Saat Suamiku Tak Setia   Gus Rofiq

    "Bude Atikah itu sedang sakit, kenapa Ghaza bertanya seperti itu?""Karena Bude Atikah memakai selimut, orang yang memakai selimut 'kan orang yang kedinginan." Ghaza yang menjawab dengan mimik lucu."Bude itu sakit demam, orang yang sedang demam itu menggigil dan kedinginan meski suhu tubuhnya terasa panas, jadi Bude harus ke selimut." Raudah mencoba menjelaskan karena sepertinya Ghaza belum mengerti tentang kondisi Bude Atikah."Sekarang Ghaza duduk disini, ya, jangan nakal. Berdoa supaya Bude cepet sembuh," lanjut Raudah meminta supaya Ghaza duduk di ruang tengah sementara dia pergi ke dapur membantu abdi dalam yang sedang membereskan dapur.Sementara Ghaza menurut apa yang diperintahkan oleh Uminya, anak itu mengangguk lalu duduk di sana. Hal inilah yang membuat Raudah selalu bersyukur memiliki anak penurut dan tidak pernah membantah.Itu tak lepas dari didikannya selama ini juga didikan Bude Atikah dan Abi Ayash yang selalu mengajari Ghaza dengan penuh kasih sayang. Lagi, Raudah m

  • Kualihkan Harta Saat Suamiku Tak Setia   Masalah dari Hendra

    "Sekali lagi terima kasih Ustadzah. Ayo Ghaza kita masuk." Setelah berterima kasih pada Ustadzah Nara, Ayash mengulurkan tangannya dan meminta Ghaza supaya masuk rumah."Umi di mana?" tanya Ghaza karena tidak melihat Uminya, biasa' ketika dia pulang maka yang pertama menyambutnya adalah Umminya."Umi sedang beres-beres di kamar, tunggu di sini, ya!" Ayash meminta Ghaza untuk duduk di ruang tengah, sementara ia kembali ke kamarnya dan mendapat Raudah sedang bersiap akan mandi."Umi mau mandi duluan,ya," kata Raudah seraya masuk ke kamar mandi. "Ah ya, siapa yang datang?" Wanita itu urung melangkah ke kamar mandi lalu menoleh ke arah suaminya."Ghaza bersama Ustadzah Nara, katanya anak itu bersikeras ingin pulang," jawab Ayash."Sekarang Ghaza-nya di mana?" Raudah menoleh lagi ke arah suaminya."Abi memintanya menunggu di ruang tengah," sahut Ayash enteng.Lalu tanpa sengaja Raudah melirik kancing jas koko Ayash yang tidak pas."Astagfirullah, Abi!" Mata Raudah terbelalak dan tanganny

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status