Share

Bab 10. diperlakukan seperti pembantu

Aku menghempaskan ranjang dan mengibaskan dengan tanganku. Rasanya emosiku melebihi rasa capek karena perjalanan. Belum sempat duduk wanita itu sudah datang lagi ke sini.

“Ini spreinya, dan ini beberapa baju untukmu silahkan pakai gratis, hanya sementara di sini saja. Juga ini kertas jadwal silahkan dibaca, ini rincian setelah, Kamu bangun dan sebelum, Kamu tidur! Aku harap jam 5 sudah bangun,“ ucapnya sembari meletakkan setumpuk barang ke ranjang.

Lalu meninggalkan aku begitu saja.

Aku langsung mengambilnya, membuka lembar demi lembar baju untuk melihat seperti apa modelnya.

Kurang ajar sekali dia memberikan model baju tua seperti ini. Baju kurung, daster dan stelan baju warna pink tua. 

Fuck!

Kubanting baju-baju itu ke lantai dasar, tidak peduli baju itu mengenai debu. Biar!

Sialan, rupanya dia mulai mengibarkan bendera nyata ke arahku!

Aku langsung meraih kertas yang ikut terjatuh ke lantai.

Bola mataku membulat sempurna lagi saat mengetahui jadwal apa yang tertulis. Gila! Bahkan aku tidak diberi waktu untuk tidur siang.

Aku di sini itu untuk menjadi nyonya bukan pembantu beneran. Kemarin aku mau saja suruh berakting karena aku tahunya hanya status karena kupikir sudah ada pembantu. Tapi kenapa kenyataannya aku harus menghadapi dan melakukan seperti pembantu!

Ini sudah keterlaluan, aku harus telepon Pram.

Kuraih tas kecil yang tadi kulempar begitu saja di ranjang. 

Tangan ibu merogoh ke dalam tas dan mengambil benda pipih. Setelah mendapatkan aku segera memencet tombol panggil ke nomor Pram.

“Mas!“ sungutku langsung ketika panggilan sudah diangkat.

“Ada apa, Clara? Sudah sampai rumah kan?“

“Apa-apaan sih, Mas, Kamu menyuruhku menjadi pembantu? Yang benar saja! Aku tidak terima penghinaan macam ini!“

“Loh, bukannya kemarin, Kamu mau? Kenapa sekarang protes? Ayolah, Clara. Hanya melakukan pekerjaan rumah sama mengasuh anak sendiri kenapa susahnya?“

“Iya mau, tapi bukan berarti mau saja disuruh ini itu sama Istrimu!“ protesku lagi dengan nada yang lebih tinggi.

“Ya sudah kalau, Kamu gak mau gak papa, Kamu boleh pulang kembali, Clara. Aku hanya ingin membantumu, cuma ini jalan satu-satunya.“

Aku meraih ponselnya dan melihat lagi Poto profilnya. Benarkah yang berucap itu Pram. Tega sekali mulutnya menyuruhku pulang setelah aku susah-susah ke sini dan sudah resign dari pekerjaan. 

Mana mungkin aku pulang, langsung jadi gembel.

“Oke! Aku mau, tapi, Mas bilang dong sama si Sherly itu, jangan nyuruh seenaknya saja! Aku juga gak mau tidur di kamar sempit seperti ini!“ keluhku lagi.

“Sudahlah! Percuma ngomong sama, Kamu!“ Aku pun langsung menyudahi panggilan itu. 

“Emang, Kamu tidur di mana? Terus Sherly nyuruh bagaimana?“

“Masak aku disuruh tidur di samping dapur, terus juga aku diberi kertas jadwal ini itu, aku muak melihatnya.“

“Kamar adanya itu, kamar tamu juga belum di pasang plafon itupun masih dibuat gudang. Sudahlah, Clara. Jangan kebanyakan ngeluh! Kemarin Sherly aja bisa melakukan seorang diri malah mengasuh yang bukan anak kandungnya. Masak, begitu saja, Kamu mengeluh?“

“Sudahlah percuma ngomong sama, Kamu!“ Aku langsung menyudahi sambungan telepon. Aku mendengkus dan mengumpat beberapa kali. 

Aku menghempaskan badan ini ke ranjang. Pikiranku berkelana mencari jalan keluar untuk semua ini.

Akhirnya aku menemukan satu cara. Ya, Aku harus menggunakan ibunya Pram!

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Yuni Ernawati
Kok udah di kunci aja sih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status