Share

Bab 9. Rencana licik

Pesan pun terkirim, tidak menunggu lama pesan itu langsung dibaca Pram dan langsung ada kode sedang mengetik.

[Jangan lupa, kita harus tetap berpura-pura tidak mengenal dan, Kamu akting sebagai pembantu dan harus nurut sama Sherly. Ini semua demi kebaikan semua]

Aku mendecak kesal saat membaca pesan yang dikirim Pram. Mau tidak mau aku harus menuruti ucapannya demi sebuah tujuan.

Tidak lama laju mobil mulai pelan.

“Non, tolong dicek lagi, apakah rumah ini sesuai tujuan, Non. Kalau dilihat dari nomor yang tertulis di samping pagar memang benar adanya,” ucap Pak Sopir sambil menurunkan kaca jendela mobil.

Aku menoleh dan tidak sadar mulut ini membulat sempurna, bagaimana tidak. Yang kukira megah bertingkat tinggi dan ada beberapa patung di depan sebagai penghias seperti di film-film itu ternyata hanya terjadi di anganku saja.

Aku pun pasrah keluar mobil setelah membayar sejumlah tagihan. Cukup lama kaki ini masih berdiri di depan gerbang meskipun mobil sudah meninggalkanku.

Rumah dengan bercat abu-abu tanpa tingkat, modelnya pun minimalis jauh dari kata mewah atau kelas atas. Mau melangkah pun rasanya enggan namun sudah terlanjur.

Dengan langkah gontai aku membuka gerbang. Ada sepasang kursi dan meja terletak di teras rumah aku melangkah mendekat, kuketuk pintu berulang kali.

Tidak lama perempuan tua itu keluar dengan muka tersenyum ramah. Akupun melebarkan senyum dan tidak lupa mencium kedua pipinya.

Aku disuruh masuk dan belum juga duduk ada perempuan yang membopong Amira jalan ke arahku.

Aku terpana untuk kedua kalinya, kukira istrinya Pram itu orang udik dan jauh dari kata cantik.

Lah ini, putih bahkan lebih tinggi juga manis. Duh kalah telak aku.

Aku menunduk untuk berucap salam juga bersikap ramah dan berakting menjadi pembantu. Kurang ajar emang.

Belum sempat aku berucap eh sudah pergi lagi si wanita itu. Siapa sih yang nelpon berisik banget.

“Ayo, sini duduk dulu,” ajak Ibu Pram menunjuk ke kursi.

Akupun mengikutinya lalu menghenyakkan badan ini ke kursi.

Rasanya aku sudah mulai bosan basa-basi. Rencana untuk bersikap supel dan ramah di depan Ibu Pram menjadi luntur seketika saat mengetahui kondisi rumah yang tidak sesuai keinginan.

“Kamu di sini acting dulu sementara, selanjutnya kita bisa Kong kali kong ngakali Sherly, Ibu juga sudah bosen dengan wanita mandul itu,” ungkap Ibu Pram setengah berbisik.

Aku pun hanya menanggapi omongannya dengan sesekalitersenyum dan mengangguk. Tidak lama perempuan itu berjalan lagi ke sini tapi sudah tidak bersama Amira. 

“Kamu gak bawakan minum?“ tanya Ibu Pram dengan sedikit sinis ke wanita itu. Aku tersenyum miring melihat kejadian itu, setidaknya ada perasaan bahagia meskipun baru secuil. Ibu dan anak sudah pada memihakku, semoga bapaknya pun lebih memihakku nanti.

“Ini, Mbak minumnya?“ tawarnya setelah menunggu beberapa menit dengan meletakkan gelas di depanku.

Sok banget. 

Aku berbasa-basi menanggapi ocehan demi ocehan yang kian ngelantur.

Apa-apaan komentar tentang penampilanku. Dasar gak gaul. Memuakkan. Lihat saja nanti, sebentar lagi kutendang kamu Sherly. 

Aku berusaha tetap cool dan tidak terbawa suasana meskipun tanganku sudah mengepal ingin sekali meninju muka sok kecakepannya.

Aku melotot saat wanita itu menunjukkan kamar untukku, kamarnya bahkan lebih kecil daripada kamar rusun yang aku tinggali. Benar-benar wanita licik rupanya.

Aku sedikit menendang koper ini ke dalam kamar. Kurang ajar sekali aku dikasih kamar sempit seperti ini, aku harus mengadu dan protes nanti ke Pram.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status