"Teteh." Ayumi memeluk Asti saat gadis itu sampai di kontrakkan kakak iparnya.
Asti menyediakan minum hangat untuk Ayumi. Setelah berkirim pesan kemarin, Asti bersedia kalau gadis itu datang berkunjung.
Gadis itu menatap sedih kakak iparnya. Tidak menyangka kehadiran orang ketiga membuat Asti tersingkir begitu cepat.
Banyak ide di otak Ayumi untuk menyingkirkan Mawar. Namun, hal itu belum terlaksana karena Asti sudah keluar dari rumah sang suami.
"Yum, kamu makan siang sama malam bagaimana?" tanya Asti khawatir.
"Kakak, mencemaskan aku atau Apa Bayu?"
"Ya, kamu."
"Aku, baik kok. Makan di warteg atau di mana ajalah. Yang penting makan, Teh."
Asti tidak tega mendengar penuturan Ayumi. Kini, Asti kembali memikirkan Bayu. Segala sesuatu dahulu dirinya yang melayani.
'Bagaimana dengan Aa Bayu? Apa Mawar merawatnya dengan baik? Bagaimana makannya? Guman Asti dalam hati.
"Teh, apa sudah nggak cinta sama Aa?"
Pertanyaan Ayumi membuat Asti bimbang. Dirinya masih sangat mencintai sang suami. Walaupun, Bayu sudah membuatnya sakit hati, Asti yakin jika pria itu hanya terbawa emosi.
Seandainya bisa, Asti ingin mengulang waktu. Membuat Mawar jera, dan mengusirnya ke luar dari rumah. Namun, kini hal itu sudah tidak mungkin baginya.
"Teteh, nggak tahu, Yum." Hanya kalimat itu yang terlontar dari bibir Asti.
"Teh, kok, aku curiga sama Mami, kalau ada sesuatu diantara Mawar dengannya."
"Curiga, apa?"
"Entah, perasaan saja, sih."
Puas berbincang, Ayumi pamit untuk pulang. Sudah hampir malam, dirinya langsung ke kontrakan Asti sebelum pulang ke rumah.
**
"Astaga, Mawar! Kalau nggak bisa masak jangan dipaksakan. Kamu kira enak makan sayuran pahit seperti ini. Aku nggak suka pare." Bayu membuang wajah saat Mawar menatap penuh iba.
"Bay, hargai istrimu. Dia sudah susah payah memasak." Rahayu membela Mawar.
"Mih, coba aja, deh. Pahit, apa yang mau di makan? Sebelumnya kamu tahu nggak kalau itu pahit?"
"Nggak, tahu. Yang aku lihat di youtobe, makanan itu enak. Aku beli saja di pasar."
"Kamu coba aja sendiri. Bisa gila aku kalah kaya gini! Semenjak nggak ada Asti, semuanya kacau." Bayu mengusap wajah kasar.
Netra Mawar mulai berembun, dirinya tidak terima sang suami masih memuji istri pertamanya. Padahal, ada dirinya di rumah.
Mawar tidak berani menatap Bayu. Wanita pilihan sang ibu untuk menjadi wanita keduanya hanya bisa menatap kosong. Bingung harus berbuat apa untuk meredam emosi sang suami.
"Bay, ada apa ini?" tanya sang ayah.
"Mawar, tidak bisa apa-apa. Pusing aku tiap hari kalau mau makan."
Bayu mengomel saat makan makan. Selera makannya hilang hanya karena pare. Lidahnya terasa pahit, pria itu kembali bangkit meninggalkan meja makan.
"Bay, Papa ingin berbicara."
"Di ruang kerja saja, Pa."
Kedua pria dewasa itu melangkah beriringan ke ruang kerja. Sementara, Mawar menatap masakannya yang masih tersisa banyak. Rahayu mengelus pundak Mawar, menguatkan dirinya agar kuat menghadapi Bayu.
"Harusnya jadi wanita yang pintar. Merebut suami orang dengan cara nggak baik, sama aja pelakor." Ayumi melangkah begitu saja di hadapan Mawar.
Gadis itu tertawa melihat kejadian seru di meja makan. Namun, kasihan juga melihat Bayu harus merasa lapar karena ulahnya. Masih bagus, tidak di usir dari rumah.
Sementara, di ruang kerja, sang ayah mulai berbicara pada Bayu. Beberapa hari ini dirinya memperhatikan sang anak yang selalu berteriak pada istri mudanya.
"Kalau kamu masih cinta sama Asti, kejar dia selagi masih masa iddah. Minta dia kembali, atau kalian bisa menikah lagi."
"Pa, apa Asti mau memaafkan Bayu?" tanya Bayu ragu.
"Kalau dia masih mencintai kamu, dia akan kembali. Asal kamu tidak mengulangi lagi."
Bayu bergeming, keputusan atas dasar emosi membuatnya menyesal. Dia sadar masih mencinta Asti, karena semua kebutuhannya hanya Asti yang mengerti. Kebiasaan bergantung pada istri pertamanya membuat Bayu merasa tidak bisa apa-apa tanpa wanita itu.
"Lebih bersabarlah menghadapi Mawar, kenapa kamu seperti membenci Mawar?"
Lagi, Bayu diam. Tidak ingin sang ayah tahu jika wanita pilihan sang ibu adalah wanita tidak baik. Ingin rasanya mengembalikkan pada keluarganya, tetapi dirinya merasa tidak enak dengan Rahayu.
"Mungkin Bayu lagi emosi, jadi semuanya kena imbas.*
"Sebagai seorang lelaki, jangan sampai kamu menyesal karena ego. Jika masih mencintai Asti, kejarlah, ingat, jangan mempermainkan lagi pernikahan kamu dengan Asti."
Bayu meresapi setiap kalimat yang disampaikan oleh sang ayah. Rasanya lega, setelah berbincang dengan pria berambut putih itu.
**
Asti melipat mukena sehabis salat, lalu merapikannya. Dia beranjak mengambil ponsel di nakas. Melihat pesan masuk dari Ayumi.
Bibirnya tersenyum lepas saat membaca isi pesan dari Ayumi tentang Mawar. Betapa tidak bahagia melihat Madunya menderita di marahi sang suami.
Saat masih bersama Bayu, pria itu tidak pernah protes tentang masakannya. Bahkan, Bayu tidak segan memuji masakan Asti. Pantas saja Bayu marah, pria itu tidak suka masakan pahit. Seperti pare yang dimasak Mawar.
"Ya Allah kasihan sekali Aa Bayu. Bagaimana kalau penyakit maghnya kambuh." Asti masih saja mencemaskan suaminya yang menyebalkan.
Andai saja Bayu mau berkonsultasi ke Dokter Kandungan, dan melakukan beberapa cara untuk mereka mendapatkan anak. Namun, sampai saat ini dirinya merasa baik-baik saja. Padahal sampai detik ini dia tidak bisa memiliki anak.
Dirinya sehat saat di periksa. Tidak ada masalah dalam rahimnya. Bahkan keluarganya saja tidak pernah ada yang bermasalah. Apalagi dengan keturunan. Hanya saja Asti tak kunjung hamil juga.
Asti sudah berkonsultasi, masalah bayi tabung. Akan tetapi, ibu mertuanya tidak setuju karena mahal, dan belum tentu bisa berhasil dalam proses itu.
"Kalau nggak berhasil, hanya buang-buang uang. Udah lebih baik Bayu menikah lagi."
Penuturan ibu mertunya membuat Asti seperti tersengat listrik si siang bolong. Hatinya terkoyak dengan hal itu. Teganya ibu mertua meminta dia berbagi suami dengan orang lain.
Asti kembali membuka pesan masuk yang dia pikir dari Ayumi. Namun, dia terhenyak saat melihat pesan itu.
"Asti, kamu di mana?"
**Bersambung...
Selesai sidang perceraian, kemudian Asti bersama sang kakak langsung pulang ke kampung. Perjalanan jauh membuat dia merasa lelah hingga tertidur pulas.Sesampainya di rumah, sang ibu sudah menunggu kabar dari Asti. Dia sangat menghawatirkan sang anak. Namun, bersyukur mereka kembali dengan baik-baik saja."Bagaimana sidangnya, Nak?""Baik, Bu. Asti ke kamar, ya. Sudah lelah.""Iya, ibu faham."Sang ibu melihat Asti begitu nelangsa. Kasihan dengan nasib yang sama menimpa sang anak. Padahal ia sudah berdoa agar anaknya tidak mendapat hal serupa dengannya. Namun, takdir berkata lain.Wanita tua itu menghampiri Fajar ingin bertanya tentang sidang itu."Jar, tadi bagaimana?""Ya, begitu. Bayu tetap mau rujuk.""Edan sekali anak itu. Jangan sampe Asti luluh, Jar.""Nggak, kok, Bu kayanya."Wanita tua itu mengehela napas panjang. Berharap Asti tidak kembali pada Bayu.Sementara, di kamar Asti memandang lang
Masalah dengan mantan sekertarisnya belum juga selesai. Riska terus saja meneror dirinya. Sampai detik ini hingga membuat dirinya sering mengalami sakit kepala dan susah tidur.Ia menyesal sudah bermain dengan api. Beranggapan mendapat teman bicara malah ia tertipu daya oleh gadis licik itu. Berulang kali Riska datang, tetapi ia selalu mengusirnya. Bayu benci air mata palsu, sama seperti Mawar yang selalu datang mencari belas kasihnya.Riska mendatangi Bayu di ruang kerjanya dengan mengajak kedua orang tuanya untuk meminta pertanggungjawaban dari pria itu. Sudah sebulan lebih, Riska mendapat penolakan dari Bayu, tetapi ia tak gentar mendekatinya.Kali ini, dia datang bersama kedua orang tuanya. Bayu sudah merasa lelah dengan kejaran Riska. Ia mempersilahkan kedua orang tua itu duduk."Ada apa kamu bawa kedua orang tuamu?" tanya Bayu dengan nada sinis."Saya ingin Bapak bertanggungjawab atas saya. Saya hamil anak Bapak, jadi Pak Bayu harus tanggung
Beberapa kali Riska mencoba menghubungi Bayu, tetapi pria itu sama sekali tidak menggubrisnya. Pria itu tak ada gairah untuk bangkit, ia memilih mengambil cuti dari kantor untuk menyendiri.Tekadnya bulat untuk kembali meminta Asti kembali. Tubuhnya kini menjadi kurus karena sudah beberapa hari ia menolak makan. Ayumi sang adik sampai bingung mau berbuat apa."Aa, kalau nggak makan, mana ada tenaga buat nyusul Teh Asti.""Yum, Aa nggak nafsu makan." Lagi, Bayu menolak asupan makanan dari Ayumi.Ayumi menggeleng melihat tingkah sang kakak. Sejujurnya dia memang kasihan pada Bayu, tetapi semuanya memang kesalahan dia.Gadis itu bergegas membukakan pintu rumah karena ada yang memencet bel. Ia terkesiap melihat siapa yang datang sepagi ini."Ngapain Mami sama Mawar datang?" Ayumi masih saja membenci Mawar."Mami mau ketemu Papa. Tolong Mami!""Siapa, Yum?" teriak sang ayah dari dalam.Pria tua itu melangkah menghampiri Ayumi
"Aa nggak mau cerai, apa alasan kamu meminta cerai, Ti?" Perasaan Bayu tidak enak saat mendengar Asti meminta perceraian padanya. Dirinya mungkin sudah menduga jika Asti menelepon dan sengaja Riska menjawab.Bukan hanya Bayu yang merasa sesak di dada, Asti pun merasakan apa dirasakan sang suami. Dirinya tidak menginginkan hal itu, tetapi akal sehatnya sudah tidak bisa menerima untuk kedua kalinya dikhianati.Perselingkuhan sang suami membuatnya muak. Apalagi dengan daun muda yang seharusnya sebagai adiknya."Bukti ini sudah cukup untuk melayangkan gugatan perceraian?" Asti memperlihatkan foto dalam ponsel miliknya yang dikirimkan Riska kemarin malam.Bayu merebut ponsel milik Asti, dan langsung menghapusnya. Asti kembali merebut benda pipih itu dari tangan Bayu. Emosi wanita itu memuncak saat tahu sang suami menghapus foto itu."Aa pikir dengan menghapus foto itu menyurutkan niat aku untuk bercerai dari kamu? Aa, cukup, ya buat Asti menderita seper
Bayu terkesiap saat terbangun melihat Riska tidur di sampingnya. Dirinya mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam bersama sekertaris mudanya. Namun, kepalanya malah terasa sakit.Pria itu melihat jam di tangan, gegas dia memakai baju. Teringat dirinya janji akan menemui Asti di kampung. Berulang kali Bayu mengusap wajah kasar dan mwnagacak-ngacak rambutnya."Pak Bayu mau ke mana?" Riska sadar Bayi sudah bangun."Apa yang terjadi semalam?"Riska memperlihatkan wajah sendu. Lalu, dia menangis tergugu di depan Bayu."Pak Bayu telah merenggut kesucian saya."Bayu mengusap wajah kasar. Dia merasa telah kedua kali mengkhianati Asti jika sang istri tahu, entah apa yang akan terjadi dengan hidupnya. Bayu berpikir kenapa bisa melakukan itu pada Riska?Gegas Bayu merapikan baju hendak pulang. Namun, Riska mencegahnya. Dia ingin Bayu bertanggungjawab atas apa yang telah mereka perbuat semalam."Pak, bagaimana dengan saya?"
Beberapa hari Bayu disibukkan dengan pekerjaan kantor Hingga larut malam. Riska sebagai sekertaris pun ikut mendampingi Bayu dalam melakukan kegiatan di luar maupun di dalam kantor.Gadis itu sangat bersemangat, beberapa kali Bayu mengantarnya pulang karena memang sudah larut malam. Malam ini, dia pun kembali diantar sang bos ke rumah kontrakan miliknya."Pak, mampir dulu," ajak Riska."Sudah malam, Ka.""Baru jam delapan malam, Pak. Sebentar saja," bujuk Riska.Bayu berpikir tidak ada salahnya karena hanya sebentar di rumah Riska. Dia masuk mengikuti langkah gadis itu. Leher jenjang Riska membuat dirinya menelan Saliva. Sudah hampi dua bulan ini dirinya tidak bertemu sang istri, hingga membuat Bayu merindukan hasrat bersama sang istri."Duduk, Pak. Saya buatkan minum dulu," ucap Riska."Iya."Riska kembali ke ruang tamu beberapa menit membawa segelas kopi."Ini, Pak. Saya mau mandi sebentar, Pak Bayu istirahat saja dulu