Selesai sidang perceraian, kemudian Asti bersama sang kakak langsung pulang ke kampung. Perjalanan jauh membuat dia merasa lelah hingga tertidur pulas.
Sesampainya di rumah, sang ibu sudah menunggu kabar dari Asti. Dia sangat menghawatirkan sang anak. Namun, bersyukur mereka kembali dengan baik-baik saja.
"Bagaimana sidangnya, Nak?"
"Baik, Bu. Asti ke kamar, ya. Sudah lelah."
"Iya, ibu faham."
Sang ibu melihat Asti begitu nelangsa. Kasihan dengan nasib yang sama menimpa sang anak. Padahal ia sudah berdoa agar anaknya tidak mendapat hal serupa dengannya. Namun, takdir berkata lain.
Wanita tua itu menghampiri Fajar ingin bertanya tentang sidang itu.
"Jar, tadi bagaimana?"
"Ya, begitu. Bayu tetap mau rujuk."
"Edan sekali anak itu. Jangan sampe Asti luluh, Jar."
"Nggak, kok, Bu kayanya."
Wanita tua itu mengehela napas panjang. Berharap Asti tidak kembali pada Bayu.
Sementara, di kamar Asti memandang lang
BlurbPernikahan Asti harus mendapat cobaan besar dari keluarga Bayu. Ibu Bayi menginginkan pernikahan kedua untuk sang anak demi mendapatkan keturunan.Asti terpaksa menerimanya karena jika tidak pun akan terlaksana pernikahan keduanya.Asti tidak tinggal diam, ia melakukan berbagai cara untuk mengusir Mawar sang madu.Sampai pada akhirnya rahasia besar ibu mertua dan sang madu terbongkar.Bagaimana dengan nasib perbikahan mereka? Akan lanjutkah atau berada di ujung perpisahan?***"Sah."Bulir bening tumpah saat kalimat itu menggema di telinga Asti. Hati wanita mana yang tahan melihat suami yang dicintainya menikah dengan wanita lain.Asti berulang kali menahan sesak yang menjalar keseluruh tubuh. Kali ini, dia harus rela berbagi suami dengan sang madu walau ia begitu menolak, tapi apalah dayanya.Teringat satu bulan yang lalu, saat
Suasana pagi di meja makan hening. Asti hanya sibuk merapikan makan untuk dirinya sendiri. Tidak seperti biasanya, wanita itu sangat antusias melayani makan sang suami."As, kok Aa Bayu, nggak di ambilin nasi?" tanya Bayu."Eh, Mawar, itu suami kamu kenapa nggak di ambilin nasi?" Asti sengaja menyuruh Mawar untuk melayani Bayu karena masih marah pada sang suami."Ti, kok, Aa, nggak diambilin makan?" tanya Bayu."Sekarang tugas istri baru Aa." Asti berkata tegas.Mawar terhenyak, nasi yang hendak dia telan, mendadak tercekat di tenggorokan. Wanita yang baru saja menjadi madu itu menatap Asti tidak berkedip. Seolah tidak percaya dengan apa yang dia dengar, Mawar mencoba menegaskan pada Asti."Maksud Teteh, Mawar yang ambilin makan Aa Bayu?" tanya Mawar."Ya, iyalah. Itu tugas istri yang pertama, kamu pikir cuma melayani di ranjang doang," ucap Asti dengan tampang judes.Suasana meja makan menjadi tegang. Kedua orang tua Bay
"Ada apa, ini?" Bayu beranjak ke dapur setelah mendengar suara piring pecah."Satu hari tinggal di sini mecahin satu piring. Kalau 12 hari berarti selusin. Bener nggak, Yum?" Asti melipat kedua tangannya dengan senyum kemenangan.Mawar merengut kesal karena Asti kembali membuat dirinya malu. Di depan Bayu, Mawar merasa kalah dari Asti.Sementara, Asti merasa kali ini dia menang. Madu seperti Mawar harus di ajarkan tata krama. Melihat Mawar seperti itu, dia kembali memikirkan rencana baru."Ti, Aa mau ngomong," ucap Bayu."Asti sibuk. Permisi!"Asti melangkah meninggalkan Bayu. Pria itu mencoba mengejar, tapi Mawar gegas menarik lengan sang suami."Aa, jangan pergi. Bantuin aku," ujar Mawar."Apaan, sih, banyak sabun pula. Beresin sendiri."Bayu segera menyusul Asti ke halaman rumah. Sementara, Mawar merengut kesal."Makanya jangan jadi pelakor," ledek Ayumi.Mawar mengentakkan kaki, wajahn
Istri pertama suaminya tidak bisa diremehkan seperti di dalam cerita atau sinetron ikan terbang. Kali ini badannya semua sakit. Rencana untuk bermanja pada Bayu kandas begitu saja.Semua ulah Asti, kalau bukan karena istri pertama suaminya, dia tidak akan merasa lelah seperti itu. Pinggangnya sakit, bahkan harus menahan malu karena memasak telur, kulit pun ikut terbawa."Mawar, kenapa kamu?" tanya Bayu saat melihat Mawar berjalan kesusahan."Pegel, Mas. Dari tadi Mba Asti meminta aku mengerjakan macam-macam. Bahkan memasak.""Jadi, masakan yang tidak enak itu masakan kamu?"Wajah Mawar terlihat kesal. Dia pikir akan mendapatkan pujian dari sang suami. Namun, malah Bayu mengejeknya."Aku mau masuk kamar dulu.""Ya, sudah sana. Aku mau ronda dulu."Mawar berharap Bayu menemaninya, tapi malah dia pergi begitu saja. Padahal dirinya harusnya sedang bersenang-senang dengan sang suami."Mas, pulang ronda jam berapa?
Mawar merebahkan tubuh di sofa. Tubuhnya semua terasa sakit, menyapu dan mengepel adalah pekerjaan terberat yang dia lakukan. Selama hidup ia tidak pernah melakukan pekerjaan rumah tangga.Rumah luas milik mertuanya membuat dirinya kelelahan. Padahal dia ingin pergi ke salon untuk memanjakan diri. Namun, Asti memberikannya sapu dan alat pel, terpaksa dirinya harus melakukan pekerjaan itu.Dia merutuk diri sendiri karena tidak bisa melawan Asti dengan tegas. Dia kembali berpikir untuk kabur saja.Mawar beranjak cepat agar Asti tidak melihat dirinya pergi, gegas dia mengambil tasnya, lalu pergi ke salon. Tanpa memberitahukan pada ibu mertuanya.Sementara, Asti dan Ayumi bersembunyi di belakang kulkas memperhatikan Mawar yang bersikap seperti maling."Lihat saja, Teh. Dia nggak bakal betah di sini. Makanya, Teteh buruan punya anak. Jangan mau kalah sama perawan bolong itu," ujar Ayumi."Perawan bolong?" Asti tidak mengerti dengan apa yang diuca
Bayu masih terus berpikir keras. Harusnya dia sedang menikmati indahnya memiliki istri dua. Namun, pria berbadan kekar itu tidak puas karena mendapati sang istri muda sudah tidak perawan lagi.Moodnya hancur seketika. Namun, sang ibu terus mendesak agar segera memberikannya seorang anak. Sengaja sepulang dari luar kota, Rahayu menemui sang anak di kantornya.Wanita lima puluh tahun itu masih terlihat anggun. Terkadang, dia sendiri merasa tidak enak dengan Asti, tetapi mereka ingin memiliki keturunan dari anak laki-laki mereka."Mi, sendiri?""Iya, Papi langsung ke kantor cabang lagi. Mami mau bicara," ucap Rahayu."Bicara apa, Mi.?" tanya Bayu.Pria itu sejujurnya sudah tahu apa yang akan dibicarakan sang ibu. Pasti tentang seorang cucu. Bayu mendesah pelan, lalu menyandarkan tubuh di sofa."Kamu sudah mencoba memberikan Mami cucu, kan?""Iya, Mi."Benar, Rahayu hanya ingin bertanya hal itu. Setelah itu
"Apa yang harus dibanggakan dari perawan palsu seperti Mawar?"Bayu bergeming. Sementara, Mawar menaik turunkan napasnya karena terkejut mendengar ucapan Asti.Kedua orang itu begitu takut jika orang tua mereka tahu. Bayu menutupi semua karena tidak ingin sang ibu malu karena Mawar adalah gadis pilihan sang ibu."Ko, Teteh jahat sama Mawar?""Eh, jangan sok drama. Di sini yang jahat kamu, bukan aku. Enak saja cari pembelaan."Mawar menangis tergugu, sedangkan Bayu mencoba menenangkan Asti. Pertengkaran mereka sampai ke telinga Ayumi dan kedua orang tua Bayu."Ada apa ini?" tanya ayah mertua Asti."Asataga, Asti. Kamu bikin ulah lagi?"Asti mengerjapkan mata. Mengapa sekarang ibu mertua terkesan ingin membuat dirinya seolah selalu salah?Asti memindai sekelilingnya. Mawar berlindung pada Ibu mertuanya. Ayah mertua masih memandang Asti menunggu jawaban."Asti hanya melakukan apa yang menurut Asti benar. Sebaga
Asti, mana dasi Aa!" Bayu berteriak sambil mencari-cari dasi."Aa, kenapa manggil Teh Asti. Aa lupa kemarin abis mentalak dia?"Bayu terhenyak. Benar, dia lupa jika dirinya sudah menjatuhkan talak untuk istri pertamanya. Ada rasa sesal, tetapi keegoisannya membuat pria itu enggan mengakui kesalahannya."Ya, udah. Kamu carii dasi Aa di kamar Asti." Bayu memerintah Mawar.Mawar segera melangkah ke kamar Asti. Dia mencari-cari sampai akhirnya menemukan yang suaminya minta.Segera dia kembali ke kamarnya untuk memberikannya dasi itu."Kok lama amat?" t