Asti, mana dasi Aa!" Bayu berteriak sambil mencari-cari dasi.
"Aa, kenapa manggil Teh Asti. Aa lupa kemarin abis mentalak dia?"
Bayu terhenyak. Benar, dia lupa jika dirinya sudah menjatuhkan talak untuk istri pertamanya. Ada rasa sesal, tetapi keegoisannya membuat pria itu enggan mengakui kesalahannya.
"Ya, udah. Kamu carii dasi Aa di kamar Asti." Bayu memerintah Mawar.
Mawar segera melangkah ke kamar Asti. Dia mencari-cari sampai akhirnya menemukan yang suaminya minta.
Segera dia kembali ke kamarnya untuk memberikannya dasi itu.
"Kok lama amat?" tanya Bayu.
"Nyarinya susah. Di simpennya nyempil."
Bayu tidak menanggapi lagi Mawar. Dia tahu Mawar kesulitan mencari karena Asti memang rapi dalam merapikan sesuatu.
Mawar mencoba membantu memakaikan dasi, tetapi masih saja Bayu merasa kurang rapi. Kembali dirinya teringat Asti. Memang susah menghilangkan bayangan istri pertamanya itu.
Setelah sibuk dengan dasi, Bayu mengernyitkan dahi saat menghampiri meja makan. Tidak ada sarapan, kedua orang tuanya, juga Ayumi terdiam menunggu Bayu dan Mawar.
"Kok kalian belum makan?"
"Apa yang mau di makan?" Ayumi berkata sinis.
"Mawar, kamu nggak masak?" tanya ayah mertuanya.
"Bu--bukannya ada Mami?"
Ayumi tertawa mendengar ucapan Mawar. "Mami mana bisa masak. Selama ini yang masak Teh Asti. Jadi, sekarang kalau nggak ada dia, kamu yang masak."
"Ayumi, sopan sama Kakak Ipar kamu." Rahayu menegur Ayumi.
"Bener, kan Papi ucapan Ayumi?"
"Benar. Bukannya selama ini Mami yang selalu meminta Asti masak?" Kini gantian ayah mertua Mawar berbicara.
Rahayu merasa bingung dengan keadaan ini. Dia tahu jika Mawar tidak bisa apa-apa.
"Bagaiman kalau kita bayar pembantu? Biar semua beres?" Usul Rahayu ditanggapi senang oleh Mawar.
"Nggak bisa begitu, dong. Bukannya Mami dulu bilang, tugas istri adalah di rumah. Memasak, merapikan rumah dan mengurus suami. Untuk apa ada pembantu? Buang-buang uang. Mami ingat, kan?" Ayumi terus menyindir sang Ibu.
Sepakat dengan Ayumi, Bambang ikut tidak setuju dengan usul Rahayu.
"Papi nggak setuju, biaya kamu shoping aja melebihi budget. Biar Mawar belajar jadi istri yang baik. Sudah Papi mau berangkat, makan nanti di kantor aja."
"Bayu juga, nggak mood."
Sepeninggal kedua pria itu, Rahayu tak bisa berkata apa-apa. Dia menatap heran pada Ayumi. Gadis itu selalu berbeda pendapat dengannya.
"Ay, kenapa kamu nggak dukung Mami?"
"Buat apa mendukung orang salah."
"Salah Mami di mana?"
"Salah Mami menikahkan Aa Bayu dengan Mawar."
"Kok kamu kaya nggak suka gitu?" tanya Mawar.
"Emang nggak suka. Kenapa? Mau komentar?"
Melihat Ayumi lebih galak, Mawar tidak berai banyak bicara. Dia kembali diam. Rahayu, ikut tidak tenang jika Mawar tidak bisa melakukan apa-apa di rumah ini.
Bisa jadi Rahayu yang akan repot atau bahkan akan mengeluarkan uang lebih banyak untuk beli masakan.
"Sudah, Yum. Jangan dibahas, biar Mawar nanti Mami ajarin." Rahayu mencoba menenangkan Ayumi.
"Mi, jujur Ayumi kecewa. Aa Bayu saja yang bukan anak kandung Mami masih bisa menghargai Mami. Dia rela menikah lagi karena Mami mendesaknya. Kenapa Mami malah menghancurkan semuanya. Yuni kecewa sama Mami!"
Gadis itu mengentakkan kaki, lalu melangkah cepat menaiki anak tangga.
Sementara, Rahayu tidak habis pikir mendengar anak gadisnya berucap seperti itu. Memang Bayu bukan anaknya, tetapi dia pun menyayangin Bayu seperi dia menyayangi anak kandungnya.
"Mih, Mawar nyerah aja."
"Jangan menyerah. Anak Mami pasti bisa merebut hati Bayu. Pokoknya Mami dukung."
Terpaksa tersenyum, Ayumi kini melangkah masuk ke kamarnya. Seakan tidak sanggup, tetapi dia mencoba untuk kuat menghadapi Bayu. Terutama Ayumi.
**
Sepulang kerja Bayu merebahkan diri di sofa. Melihat rumah tidak ada orang dirinya kembali teringat sesuatu.
Netranya memindai sekeliling. Kenapa tidak ada teh hangat? Atau biasanya Asti datang menghampiri saat dia pulang kerja.
Rasanya hampa. Ada yang hilang, tetapi dia tidak menyadari betapa berartinya Asti untuk seorang Bayu.
"Yum, pada ke mana?"
"Nggak tahu." Ayumi menjawab ngasal.
"Kamu mau ke mana?"
"Cari makan, laper. Lihat sendiri, kan, nggak ada Teh Asti semuanya berantakan. Termaksud jadwal makan siangku."
Bayu terdiam mendengar ucapan sang adik. Semenjak Asti tidak ada, semua kacau balau. Sang ibu tidak mengizinkan memiliki pembantu dengan alasan agar Asti tidak bosan di rumah kalau hanya duduk santai.
Semua Asti kerjakan tanpa mengeluh. Setiap malam, teh hangat atau jahe hangat selalu di sajikan untuk sang suami.
Baru sehari saja, semua isi rumah kembali berantakan. Bayu menghela napas, kesalahannya menalak Asti membuat dia menyesal.
"Semalam Ayumi baca tentang talak bagi istri. Masih bisa kalau mau rujuk, sebelum masa idaah Teh Asti."
"Anak kecil tahu apa? Urusan Aa nggak sok, ah."
"Terserah, Aa. Kalau Teh Asti ditaksir orang, terus nikah. Punya anak, wuih, Ayumi nggak mau, ya, jadi bahan curhatan lagi kaya dulu waktu sama mantan pacar Aa."
Gadis itu melenggang meninggalkan sang kakak yang meruncingkan bibir saat Ayumi terus saja memojokkannya.
Bayu masuk ke kamar Asti. Dia merebahkan tubuh di kasur, menatap langit-langit ruangan penuh kenangan indah bersama sang istri.
Bayangan tentang masa lalu membuatnya tersenyum sendiri. Asti, wanita yang membuatnya melupakan sang mantan.
Beruntung dirinya mendapatkan Asti. Namun, kini dirinya malah menyia-nyiakan Asti.
"Andai saja kamu bisa lebih sopan pada Mamiku."
Bayu mencoba berbicara sendiri. Seolah ada Asti, dia sangat merindukan sang istri. Entah, terbiasa atau memang merindukan wanita itu.
"Mas, aku cari kamu. Kok ada di sini?" Mawar bertanya pada Bayu setelah mencari suaminya tidak ada di kamar mereka.
Benar dugaan Mawar, sang suami ada di kamar Asti. Ditangannya, Mawar membawa kantong keresek berisi makanan untuk makan malam.
"Tadi nyari baju, cuma kok nguantuk."
"Oh, makan dulu, yuk. Aku beli buat makan malam."
"Aku mandi dulu, deh."
"Iya, udah. Mawar siapin makan malam dulu."
Mawar kembali ke dapur, sedangkan Bayu merasa berat meninggalkan kamar milik Asti. Netranya terpejam sesaat, tetapi bayangan istri pertama terus menghantui.
"Asti, di mana kamu sekarang? Kalau kamu marah sama Aa, maafkan Aa."
Bersambung...
"Teteh." Ayumi memeluk Asti saat gadis itu sampai di kontrakkan kakak iparnya.Asti menyediakan minum hangat untuk Ayumi. Setelah berkirim pesan kemarin, Asti bersedia kalau gadis itu datang berkunjung.Gadis itu menatap sedih kakak iparnya. Tidak menyangka kehadiran orang ketiga membuat Asti tersingkir begitu cepat.Banyak ide di otak Ayumi untuk menyingkirkan Mawar. Namun, hal itu belum terlaksana karena Asti sudah keluar dari rumah sang suami."Yum, kamu makan siang sama malam bagaimana?" tanya Asti khawatir."Kakak, mencemaskan aku atau Apa Bayu?""Ya, kamu.""Aku, baik kok. Makan di warteg atau di mana ajalah. Yang penting makan, Teh."Asti tidak tega mendengar penuturan Ayumi. Kini, Asti kembali memikirkan Bayu. Segala sesuatu dahulu dirinya yang melayani.'Bagaimana dengan Aa Bayu? Apa Mawar merawatnya dengan baik? Bagaimana makannya? Guman Asti dalam hati."Teh, apa sudah nggak cinta sama
Fajar, kakak Asti, terus saja mengumpat kesal atas perlakuan Bayu. Andai saja dia tidak mengirim pesan, mana tahu jika sang adik sedang meratapi rumah tangga nya yang kandas.Seperti biasa, pria berjambang itu sebulan sekali akan datang untuk mengecek pabrik di Jakarta. Namun, tidak biasa, dia teringat sang adik. Benar dugaannya, cobaan sedang dialami Asti."Kamu nggak bisa gegabah begitu saja. Kamu pikir ini permainan anak-anak. Bayu juga, seenak pikirannya menalak kamu. Panggil dia ke sini, atau Mas yang ke sana.""Mas, jangan. Ini Asti yang mau, Mas. Jangan memperkeruh keadaan."Asti tidak ingin membuat masalah dengan sang kakak. Namun, Fajar bersikeras mau bertemu dengan Bayu."Asti, jangan buat Ibu sama Bapak cemas. Mas mau menyelesaikan masalah kamu dengan Bayu. Kalau kalian memang akan berpisah, tidak seperti ini. Kamu juga, bukan pulang ke rumah, malah ngontrak. Kalau ada apa-apa siapa yang mau tanggungjawab?"Fajar terus
Setelah membuat Mawar khawatir karena tidak pulang semalam, Bayu datang memberikan kejutan. Pria itu datang bersama dengan Asti. Hampir saja bola mata Mawar keluar sangking terkejutnya.Bayu mengerti kedatangan Asti membuat Mawar dan sang ibu heran. Perlahan dia mencoba menjelaskannya."Aku khilaf kemarin saat menalak Asti. Jadi, aku memutuskan untuk rujuk. Semalam aku ke rumah Asti bersama Ayumi dan Papa."Rahayu langsung melirik sang suami. Sementara, Mawar menatap tidak suka pada Ayumi. Semalam Mawar bertanya pada gadis itu, tetapi Ayumi malah menghinanya.Sebuah pembalasan kini ada di kepala Mawar. Belum lagi melihat Asti tersenyum penuh kemenangan. Dirinya tidak bisa terima jika Asti kini kembali menjadi istri Bayu."Aa, kenapa nggak bertanya sama Mawar? Dia menghina Aa mandul, untuk apa Aa kembali sama dia?" Mawar mencoba menjelekkan Asti."Mawar, kamu nggak mencerna ucapan aku? Aku menyesal mentalak Asti. Untuk apa a
Mawar pandai bersandiwara, setelah diberi obat oleh dokter, ia sudah tidak mual-mual lagi. Akan tetapi, nafsu makannya kini bertambah.Terkadang saat malam, ia sibuk memilih makanan di ponsel dan memesan online. Asti mulai curiga, tetapi ia tidak mengerti salahnya di mana.Dua bulan berlalu, Mawar sama sekali tidak merasakan mual atau lemas dalam hamil muda. Ia malah terlihat segar. Rahayu mengelus dada karena tidak perlu mencemaskan kehamilan Mawar.Namun, yang ia cemaskan adalah Asti. Ia takut kalau menantunya membuat Mawar lelah dan berefek pada kandungannya.Rahayu sudah merencanakan sesuatu, ia sudah menghitung tanggalan. Semuanya akan berjalan sesuai dengan perhitungan wanita tua itu.Sengaja ia meminta Mawar untuk merasakan mual. Saat mereka semua di meja makan, Asti menatap cemas.'Mawar mual-mual? Apa dia hamil? Ya Allah, bagaimana kalau dia hamil? Apa Mas Bayu lebih sayang padanya?' Gumam Asti dalam hati."
"Kamu serius, Yum?" Netra Asti membulat mendengar penuturan adik iparnya."Aku serius, Teh. Kalau beneran hamil nggak masalah, tapi malah nggak mau ke rumah sakit.""Kemarin beneran tespacknya. Kan, dari kamar mandi.""Mungkin benar, tapi siapa tahu hamilnya bukan sama Aa."Ayumi mencoba berspekulasi, kehamilan Mawar yang dinilainya tidak wajar karena tidak menutup kemungkinan hamil bohongan atau hamil bukan anak Bayu.Asti menjadi ragu. Ia menghentikan tangisnya. Wanita itu mencoba berpikir untuk apa menangis kalau dirinya bisa melakukan apa pun sesuka hati pada Mawar."Kita ajak dia ke rumah sakit gitu? Pergoki kehamilannya berapa Minggu?""Nggak usah, Yum. Kita kerjain aja dia sampai bosan. Pasti dia senang liat Teteh nangis." Asti merasa kesal mengingat kejadian di ruang makan. Wajah polos, tapi banyak dosa Mawar membuatnya tidak bernafsu makan."Terus gimana?" Ayumi kembali bertanya."Seperti biasa aja."
"Maaf, Pa." Mawar terdiam setelah mendengar ucapan ayah mertuanya. Dia takut jika benar-benar diusir dari rumah.Ruang makan menjadi tenang setelah Mawar berhenti merengek. Masakan buatan Asti memang enak. Wajar saat itu Bayu memuji masakan sang istri.Mawar mengerucutkan bibir. Rasanya tidak terima dengan pujian suaminya pada kakak madunya. Ia memakan nasi goreng perlahan, sejujurnya memang enak. Akan tetapi, ia tidak mau mengakuinya.Setelah Bayu dan ayahnya pergi, Mawar pun ikut beranjak ke kamar. Namun, baru saja selangkah maju, tubuhnya dihalang oleh Asti."Aku sudah memasak, nih, kamu bersihkan. Aku mau ke pasar, membeli beberapa sayur untuk makan siang."Asti memberikan pel, sapu dan semprotan untuk pembersih meja. Sekaligus menyuruh Mawar mencuci piring. Dengan senyum, Asti melengang ke luar.Saat bersitatap dengan Rahayu, ia menyunggingkan senyum. "Mi, bagi-bagi tugas. Aku masak, dia merapihkan sisa makanan. Dari pada ma
"Kamu sedang menghindari seseorang?"Ayumi terus mendesak Mawar. Melihat gelagat tidak mengenakan dari adik iparnya, gegas wanita itu cepat beranjak dari tempatnya.Ayumi mendengkus kesal. Mawar begitu saja pergi tanpa menjawab semua pertanyaannya. Untuk apa pikirnya istri kakaknya berada di counter hape.Gadis itu kembali melangkah menuju rumah. Sesampainya Ayumi, ia cepat menghampiri Asti dan bercerita kejadian tadi."Aku sih, nggak denger apa-apa, Yum.""Sekarang pokoknya Teteh harus extra perhatiin dia. Kali aja ada gelagat tidak benar, dan bisa buat kunci kita mengusir dia.""Siapa yang mau kalian usir?"Asti dan Ayumi menoleh ke arah suara. Bayu sudah berdiri meminta jawaban mereka. Sempat gelagapan, tetapi Asti mencoba tenang."Kucing, Aa. Soalnya itu, dia masuk terus. Ikan Asti dicolong sama dia.""Emang nggak ditutup pintunya?""Asti lupa, sangking sibuk masak buat Aa. Hayuk atuh, kita ke kama
Mendengar perintah Bayu, Mawar segera berganti pakaian. Ia panik dengan apa yang akan terjadi nanti di sana. Kecemasan melanda saat tiba-tiba Bayu mengajaknya ke Dokter Kandungan.Bayu sudah menunggu di dalam mobil. Asti dan Ayumi saling pandang, ingin sekali mereka ikut ke dokter untuk memastikan kondisi kandungan Mawar.Akan tetapi, pasti Mawar akan mencari alasan untuk menolak. Sebab, ia tidak akan mau jika mereka ikut ke Dokter Kandungan.Mawar gegas masuk ke mobil. Tidak lama Bayu mengemudikan ke luar halaman."Mas, perutku sudah mendingan. Bagaimana kalau kita makan saja di luar?"Bayu mengernyitkan dahi. Pria itu berpikir kenapa malah berganti haluan. Niat untuk ke Dokter Kandungan malah mengajak dirinya makan."Mawar, ini sudah hampir malam. Kalau nanti tengah malam kamu kenapa-napa, aku yang repot." Bayu mengingatkan."Sudah baikkan, kok, Mas. Kayanya aku lapar saja, makanya agak sakit.""Kamu aneh, masa ng