Share

8. Tabir Mulai Terbuka

"Aku sendiri tidak tahu cerita mengenai liontin itu. Yang pasti benda itu sudah melingkar di leherku sejak aku bayi. Itu keterangan yang kudapatkan dari simbok," jawab Sarita.

" Aku Sagara Arnold Waluyo, tunggu satu minggu hasil tes dna. Sementara satu minggu ini kamu bisa lakukan apa saja sesuka hatimu," papar Sagara.

"Apa yang harus aku lakukan, pertama bagaimana caraku memanggilmu, Tuan?" tanya Sarita dengan nada bingung.

"Cukup panggil aku Saga. Jika hasil dna itu cocok baru kita bahas selanjutnya."

Setelah berucap, ujung jari Sagara pun menekan lagi tombol merah. Pintu terbuka dan menampilkan wajah Aulia. Gadis itu berjalan mendekat pada Sarita dan mengajak perempuan itu untuk keluar.

"Permisi Tuan Muda!" pamit Aulia sambil membungkukkan badannya.

Sarita yang tidak mengerti tata cara keluarga tersebut hanya diam. Dia langsung berjalan keluar dari ruang kerja dan menunggu Aulia di luar, berdiri di samping pintu. Aulia pun keluar sambil menutup pintu dengan gerak pelan.

"Mari ikut saya ke bawah, Nona. Anda harus bertemu dengan Mbok Rukmi, beliau yang akan menjelaskan semua!"

Sarita hanya mengangguk, suaranya terlihat mahal untuk dikeluarkan. Aulia terus berjalan hingga di ujung lorong pada pintu lift. Sarita terus mengikuti langkah gadis tersebut hingga masuk ke dalam lift. Di sinilah Sarita mulai membuka suara.

"Apakah kamu sudah lama kerja dengan keluarga Waluyo, Lia?" tanya Sarita.

Suara yang begitu lembut dan pelan membuat Aulia harus menajamkan pendengarannya. Setelah yakin dengan kalimat tanya yang keluar dari bibir nona barunya itu barulah Aulia merespon dengan anggukan kepala.

"Saya kerja dengan tuan muda baru dua tahun, sebelumnya saya ikut nyonya di Ausi,"balas Aulia.

"Australia?"

"Benar, Nona."

Ting!

Lift pun berhenti setelah terdengar bunyi, kemudian pintu terbuka. Aulia pun mempersilakan Sarita untuk jalan lebih dulu. Aulia hanya mengatakan arah jalan yanh harus di lalui oleh majikan barunya.

Kedua bola mata Sarita tidak henti melihat keseluruhan interior rumah tersebut. Hampir semua dindingnya berwarna biru laut, ataupu telur asin. Sarita terus melangkah hingga berhenti di ruang makan. Disana dia disambut oleh wanita paruh baya yang masih terlihat sisa kecantikannya.

"Selamat datang di mansion tulip, Nona Muda! Saya Mbok Rukmi," sapa Rukmi.

"Sarita, Mbok."

"Cantik seperti mendiang nyonya muda," balas Rukmi.

Lalu wanita itu berjalan di sisi lain ruang tersebut. Terlihat Rukmi menarik sebuah laci meja dan mengeluarkan sebuah album berwarna biru. Di dekapnya album tersebut saat berjalan mendekat pada Sarita, kemudian album itu diserahkan pada Sarita.

"Lihat dan pahami album usang ini, Nona. Semoga Anda mengerti!"

Sarita menerima album usang yang masih bersih dan rapi. Lembar demi lembar dibuka perlahan, sesekali jari jemarinya mengusap gambar yang menampilkan wajah cantik. Sekilas wajah itu mirip dengan wajahnya saat masih duduk di bangku SMA.

"Siapa wanita yang sednag menggendong bayi cantik ini, Mbok?" tanya Sarita saat membuka lembar yang kesekian menampilkan wanita muda dengan bayi perempuan yang cantik.

"Itu adalah Nyonya beaar saat masih muda bersama Nyonya muda Alinsky," jawab Rukmi, "Di sampingnya, adalah Ayahnya den Sagara yang masih berumur dua tahun."

"Tampan. Apa hubungan Bayi kecil itu dengan Tuan Sagara?"

"Bibi. Bayi kecil itu adalah ibu Nona," jawab Rukmi, "Itu yang diperkirakan oleh Den Saga, semoga benar."

"Sarapan dulu, Non!" kata Aulia.

Sarita menatap menu yang dihidangkan oleh Aulia, saat melihat udang krispy nafsu makannya meningkat. Dengan gerak pelan, Sarita membalik puringnya kemudian menyendok nasi, sambal dan udang. Rukmi menatap Sarita penuh haru, dia bersyukur siapa pun yang menemukan bayi merah itu adalah orang yang baik.

"Enak, Mbok. Boleh aku nambah?" tanya Sarita.

"Kenyangkan perutnya, Non. Apalagi sepertinya lagi isi ya?"

"Iya, Mbok," jawab Sarita.

Rukmi tersenyum, kemudian dia memberesi piring dan gelas kotor setelah Sarita selesai makan. Wanita muda itu pun duduk melamun di kursi makan.

Hari terus berjalan, Sarita masih aktif ke kampus jalani rutinitas sebagai mahasiswa tingkat akhir. Skripsi yang dibuat oleh Bagaskara dibiarkan saja oleh Sarita, wanita itu lebih memilih untuk membuat ulang.

"Apa kabar hubungan kamu dengan dosen itu, Sari?" tanya Sisil.

"Aku sudah keluar, hanya menunggu suray cerai saja."

"Secepat itukah? Lalu sekarang kamu tinggal di mana?" tanya Sisil.

"Awalnya aku ingin ke rumah kamu, tetapi ... Ada seseorang yang menolongku," papar Sarita.

Kedua sahabat masih berbicara saling berbagi cerita, sampai lupa waktu. Sarita tiba-tiba ingat bahwa hati ini adalah hari penentuan jati dirinya. Hasil DNA akan keluar sore ini.

"Aku harus pulang, maaf, Sil!"

"Kamu naik apa, aku antar ya!" pinta Sisil.

"Tidak perlu, lebih baik aku sendiri. Terima kasih!"

Sisil tersenyum lalu berdiri memeluk sahabat untuk hari terakhir dalam satu minggu. Sisil menatap sendu sahabatnya, dia mengerti swmua derita yang dialami oleh sahabatnya itu. Namun, Sarita tidak pernah mengeluh akan jalan cerita hidup.

"Hati-hati, Sari!"

Akhirnya Sarita pun naik angkot menuju ke mansion tulip. Tidak butuh waktu lama angkotnya pun sampai di depan gerbang putih yang tinggi. Wanita itu masuk melalui pintu samping khusus pejalan kaki.

"Sore, Pak!" sapa Sarita.

"Iya, Non."

Sarita pun berjalan menuju ke pintu utama. Belum sampai, pintu sudah terbuka menampilkan wajah Aulia. Senyum wanita itu mengembang menyambut datangnya Sarita.

"Mari saya antar langsung ke kamar, Nona! Setelah beberes segera temui Tuan Saga," kata Aulia.

Mereka pun segera masuk lift, beberapa waktu akhirnya sampai juga di lantai yang dituju. Sarita segera melangkah menuju ke kamar, dia langsung pergi mandi.

Beberapa saat kemudian Sarita keluar dari kamar dan langsung berjalan menuju ke ruang kerja Sagara. Sarita mengetuk pintu tiga kali, baru terdengar suara dari dalam.

"Maaf jika aku terlambat!" ujar Sarita.

"Duduklah! Ini hasil tes itu. Buka saja!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status