Share

9. Terjawab

Penulis: Shaveera
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-11 19:44:51

Sarita terdiam, matanya menatap deretan huruf yang menyatakan kecocokan 100%. Wanita itu menatap pada pria di depannya, lalu mengangguk.

"Bagaimana langkah kamu selanjutnya, Sarita?" tanya Sagara.

"Aku ingin lahiran lebih dulu, kemudian perbaiki sikapku untuk membalas semua ini!"

"Bagus. Apa perlu kamu pegang salah satu perusahaan milik Bibi Alinsky? Kebetulan ada butik juga, mungkin pas buat lancarkan rencana kamu," ungkap Sagara.

Sarita terdiam. Dia belum berfikir ke sana. Yang jelas wanita itu inginkan lahiran dengan selamat, untuk pertama itu yang terlintas di otaknya. Mengenai kuliahnya hanya nunggu proses wisuda.

"Boleh aku bertanya, bukan, lebih tepatnya meminta bantuanmu, Saga!"

"Hemm!"

"Dua minggu lagi aku wisuda, di sana ada pria itu sebagai pendamping dekan. Aku ingin tidak datang, tolong ambilkan ijazahku. Bisakah?" tanya Sarita dengan nada rendah.

"Jika soal itu tidak masalah bagiku. Jangan khawatir, semua pasti akan beres."

"Baiklah, aku lelah dengan kabar mendadak ini. Permisi, aku ingin istirahat dulu!"

Waktu terus berlalu, masa itu telah berganti dengan senyum dan kekuasaan. Empat tahun sudah waktu yang dijalani bersama dengan putranya Lukas. Sarita berjalan menuju ke ruang rapat seluruh direksi. Rapat dihadiri oleh seluruh pimpinan cabang. Ada sosok yang dikenal oleh Sarita. Sosok yang lama tidak dia jumpai sesaat sebelum dia mengajukan jadwal wisuda.

"Baik, selamat siang semua. Rapat kali ini dipimpin langsung oleh owner kita, Ibu Sarita Waluyo. Silakan dimulai persentasi kalian!" ucap wanita yang dikenal Sarita saat kuliah.

Sisil tidak berani menatap manik biru milik sahabatnya dulu, meskipun dalam benaknya muncul beberapa pertanyaan mengenai kabar sahabatnya itu. Ada sosok wanita tangguh yang senantiasa berada di samping Sarita yang membuat Sisilia mengurungkan niatnya.

Satu per satu pimpinan cabang memberi presentasi mengenai kemajuan cabang yang dipimpin. Hampir semua mengalami kemajuan yang cukup signifikan bahkan ada yang stabil di angka tinggi.

"Bagus, pertahankan kinerja Kalian. Aku tidak mau ada kabar penurunan yang drastis. Saat ini usaha ini makin bersaing, apalagi produk luar negeri bebas masuk!" kata Sarita.

"Untuk Kalian yang masih di angka rata-rata tingkatkan dengan strategi yang berbeda. Cari jalan agar produk kita banyak dikenal oleh masyarakat luas dari segala aspek ekonomi."

Rapat berjalan lancar, Sarita pun menutup rapat dengan elegan. Setelah selesai wanita itu pun beranjak dari duduknya meninggalkan tempat rapat. Aulia pun mengikuti langkah majikannya.

"Nona, sekarang Anda harus mengecek butik yang akhir-akhir ini sedang ramai pesanan. Terutama desain terbaru yang Anda buat beberapa hari lalu!" kata Aulia sambil berjalan mensejajari langkah Sarita.

"Iya, kita jemput Alifian lebih dulu!"

"Baik!"

Sarita berjalan menuju ke ruangannya, perempuan itu duduk sejenak di meja kerjanya menatap foto anak laki-laki tampan berusia 3,5 tahun.

"Mama ingin kamu jadi pria hebat, Lukas. Seperti paman kamu, Sagara!" gumam Sarita.

"Rupanya kamu merindukan aku juga, Sarita!" ucap seorang pria yang sudah berdiri di ambang pintu.

Kedua bila mata Sarita membelalak tidak percaya akan sosok di depannya itu.

"Saga! Kapan kamu pulang?" Sarita berkata sambil berjalan menuju ke pria yang sempat membuatnya nyaman.

"Aku baru saja sampai dan langsung datang ke sini. Bagaimana kabar hidupmu dua tahun ini, Sari? Apakah Sisilia membuatmu repot?" cerca Sagara.

"Sisilia, kamu kenal perempuan itu?" tanya Sarita sambil meraih lengan Sagata untuk dibawanya ke sofa.

"Kau sudah berani sentuh lenganku, ada apa ini?"

Seketika Sarita mengurai pelukannya pada lengan Sagara dan menjauhkan tangannya juga. Sagara tergelak melihat reaksi sepupunya itu. Kemudian dia pun duduk di sofa single, dan melambaikan tangannya pada Aulia. Aulia pun paham, segera wanita itu membungkukkan badannya dan meninggalkan tempat tersebut.

"Apa kamu ingat dengan nama pria yang saat itu ingin membelimu, Sari?" tanya Sagara saat Aulia sudah menutup pintu.

Sarita menggeleng, lalu pandangannya melihat pada pergelangan tangan yang terdapat jam tangan. Bibirnya terbuka lebar dengan bola mata yang membulat

"Maaf, Saga! Aku harus segera keluar, jemput Alifian," kata Sarita sambil mulai bersiap.

"Aku ikut, sudah lama aku tidak jumpa dengan jagoanku itu!"

Segera Sarita berjalan keluar setelah pintu dibukakan oleh Sagara. Mereka berdua berjalan menuju perkiran khusus pimpinan. Aulia di tugaskan oleh Sarita untuk langsung ke lokasi butik, karena dia akan jemput Alifian bersama Sagara.

Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Selama perjalanan suasana hening, tetapi sesekali mereka saling melirik. Hingga bertabrakan, kemudian senyum terkembang di kedua bibir mereka.

"Sudah sampai, ayo segera turun. Sudah tidak sabar melihat jagoanku!" kata Sagara sambil membuka sabuk pengaman Sarita.

"Terima kasih!"

Setelah berucap, gegas jemari lentik itu membuka pintu dan keluar lebih dulu. Lalu menatap ke balakanh pada Sagara yang masih ada di dalam.

"Apakah kami nunggu di sini saja, Saga?" tanya Sarita.

"Heemm!"

Sarita pun melangkah menuju ke pintu gerbang sekolah tersebut. Terlihat sosok pria kecil berjalan bersama dengan gadis seusianya berjalan beriringan. Senyum putranya mengembang kalaa melihat kehadiran mamanya. Perlahan Sarita jongkok dan mengembangkan lengannya.

"Mama, Alif sudah besar. Tidak perlu disambut seperti itu!" rengeknya.

Alifian berbicara sambil melirik gadis kecil yang berdiri di sampingnya, Sarita pun tersenyum. Wanita itu tahu dengan maksud putranya itu.

"Namanya siapa, Cantik?" tanya Sarita sambil menoel pipinya.

"Amara, Tante."

"Nama yang indah, dijemput siapa?" tanya Sarita lembut.

"Jangan sentuh putriku, Wanita miskin!" Seorang wanita dengan make up tebal dan penampilan yang glamour.

"Tangan kotormu tidak pantas menyentuh putriku, tanganmu sudah ternoda dengan pria hidung belang di luar sana!"

Sarita hanya diam menatap wajah wanita itu dengan seksama. Sekilah dia pernah melihatnya di suatu acara. Namun, Sarita lupa kapan itu terjadi yang pasti hatinya sakit. Yang lebih membuatnya sakit adalah perkataan itu terucap saat bersama Alifian.

"Maaf, Tante. Tangan Andalah yang belum bersuci, Mamaku tidak pernah berbuat seperti itu. Kami bergelimang harta, jadi tidak perlu menjual hal yang tidak pelu. Maaf! Ayo Mama kita pulang!"

"Haii, wanita tidak tahu diri, awas saja ya!" teriak wanita itu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Kubawa Benihmu, Mas!   158. Akhir Sebuah Kisah

    Sarita terbangun masih dalam pelukan Sagara, bahkan sinar mentari pagi sudah menyapa lembut kulitnya. Dia sedikit terkejut saat ujung kakinya tersentuh oleh buih air. "Dimana aku?""Sudah bangun? Lihatlah, sinar jingga menghiasi langit timur!"Sarita bangkit dari posisinya, dia berdiri menatap sinar jingga sambil merentangkan kedua lengannya. Dadanya terlihat naik perlahan menandakan sedang menghirup udara. Sagara ikut berdiri dan berjalan mengikis jarak, lalu dipeluknya tubuh Sarita dan berbisik, "Bagaimana dengan tawaranku semalam, Sayang?"Sagara meletakkan kepalanya pada ceruk lerer Sarita dan mulai menghidu aroma yang sudah membuatnya candu. Telapak tangan Sarita pun bergerak mengusap kepala Sagara. Wanita itu menyunggar surai rambut sang lelaki, kemudian menekannya lembut. Sarita merasa nyaman dengan setiap sentuhan Sagara, tetapi sisi hatinya yang lain masih enggan untuk menyambut cinta yang ditawarkan. "Akankah kau selalu ada untukku?" tanya Sarita lembut. Tidak ada jawaba

  • Kubawa Benihmu, Mas!   157. Putusan Sidang

    Di antaranya bukti keterlibatan Madam Anne atas kematian Alinsky Waluyo. Meskipun dari hasil pemeriksaan, Alinsky dinyatakan meninggal karena kecelakaan tunggal.Akan tetapi, pada fakta yang ditemukan, Alinsky meninggal karena luka parah yang dideritanya setelah kecelakaan yang dialaminya, dan yang lebih mengejutkan ternyata kecelakaan tersebut dipicu karena rem blong sebab tali rem mobil Alinsky telah dipotong. Tidak hanya itu saha, Madam Anne bahkan memerintahkan seseorang untuk membuat sebuah rekaman palsu yang menceritakan bahwa Alinsky pergi dari rumah Pradipta dengan seorang pria. Kemudian dengan segala tipu daya dan rayuan, Madam Anne pun mendekati Pradipta yang tengah terluka dan kehilangan Alinsky serta calon anak yang masih berada di kandungan Alinsky untuk selamanya. Pradipta yang merasa kecewa dengan sikap Alinsky pun perlahan mulai termakan omongan Madam Anne muda dan bersedia menikahi Madam Anne beberapa bulan setelah kepergian Alinsky yang tanpa kabar tersebut.Yang

  • Kubawa Benihmu, Mas!   156. Fakta Baru

    Sarita terdiam, wanita itu menatap pada Sagara begitu juga sebaliknya. Hanya Alifian yang terlihat asyik sendiri tanpa beban. Kemudian dia beranjak meninggalkan kedua orang dewasa menuju ke teras rumah. Sesekali kepalanya menoleh ke belakang guna memastikan apakah keduanya sudah berjalan. Namun, hingga kaki kecil sampai di ambang pintu kedua orang dewasa belum juga terlihat membuat Alifian berteriak memanggil bundanya. "Sebaiknya kita antar dulu putra kamu itu, Sari. Setelahnya baru ke butik bahas lebih lanjut," kata Sagara sambil meraih jemari Sarita dan menautkan pada jemarinya. Sarita terdiam mengikuti semua pergerakan Sagara wanita itu sama sekali tidak menolak ataupun menghindar. Hingga sampai di depan Alifian pun tautan jemari mereka tidak terlepas. "Masuklah bersama Alif di belakang, Sari!"Sarita segera masuk menyusul putranya dan duduk di samping Alifian. Pria kecil menatap bundanya sekilas lalu berpaling ke samping melihat jalanan yang mulai padat. Mobil berjalan perlaha

  • Kubawa Benihmu, Mas!   155. Kapan Menikah

    Tangan kanan Sagara mengepal erat, sebuah bogem mentah sudah hendak dihadiahkannya untuk Bagaskara. Namun, diurungkan karena ada jemari lentik yang menghentikan niatan tersebut. Sagara memalingkan wajah ke samping. Tampak pemilik jari tersebut menggelengkan kepala sambil menyuguhkan senyum lembut yang mampu melelehkan hatinya. Emosi Sagara seketika menguap begitu saja, sementara Bagaskara semakin merasa geram karena mantan istri malah memberikan senyum terbaik pada laki-laki selain dirinya. Gelap mata! Itu yang dirasakan Bagaskara saat ini. Penuh emosi, Bagas menarik bahu pria yang lima tahun lebih tua tersebut. Giginya gemeretuk, rahangnya mengencang, mata pun sudah memerah, dan detik berikutnya ... Bugh! Bagas meninju rahang Sagara yang langsung terhuyung. Sungguh beruntung, pengendalian keseimbangan pria itu cukup baik sehingga dia tidak sampai terjatuh hanya sedikit oleng saja. Sagara ingin membalas Bagas, tetapi Sarita dengan cepat menarik tangan Sagara. Sambil memberikan s

  • Kubawa Benihmu, Mas!   154. Suasana Memanas

    Aknat dan Bagas refleks saling bertukar pandang saat mendengar pertanyaan hakim ketua. Apa maksud hakim ketua dengan mempermainkan? Kenapa lelaki jelang senja itu bisa berkata demikian? Jangan-jangan .... Didorong oleh rasa penasaran, Aknat pun bermaksud kembali maju untuk memeriksa ulang apakah ada kesalahan yang tidak disengajanya saat menyerahkan bukti ketidakberesan Sarita sebagai ibu. Akan tetapi, baru saja mengangkat tubuhnya dari kursi, ketua majelis hakim yang terhormat sudah mengangkat tangan -- melarangnya untuk maju. Akhirnya, dengan penuh kebingungan, Aknat menuruti perintah ketua majelis sidang. Sambil bertanya-tanya, Aknat menatap hakim ketua dan Bagaskara bergantian. Pemuda itu bahkan hanya bisa mengedikkan bahu ketika Bagaskara menanyakan hal tersebut padanya. Ketua majelis hakim yang terhormat masih menatap Aknat dan Bagaskara dengan tatapan tajam penuh kemarahan. Pria yang sudah berprofesi menjadi hakim selama dua puluh tahun tersebut merasa terhina. "Apa maksud

  • Kubawa Benihmu, Mas!   153. Berkas

    Keesokkan paginya tidak jauh dari sebuah rumah mewah bercat putih, tampak sebuah city car berwarna hitam. Pengemudi city car tersebut tampak serius mengamati rumah mewah yang dijaga ketat oleh seorang petugas keamanan. "Aku harus bisa masuk ke rumah itu untuk mencari berkas-berkas penting yang mereka sebutkan kemarin. Hanya saja bagaimana ya caranya?"Pemuda tersebut memutar otaknya -- mencari cara agar dia bisa masuk ke dalam rumah mewah dan menjalankan misinya tanpa ketahuan oleh penghuni rumah. Dia pun memeriksa seluruh penjuru mobilnya. Elfrada mengobrak-abrik seluruh isi dashboard mobil dan menemukan dua buah benda yang diyakini bisa membantu meloloskan niatnya masuk ke dalam rumah target. Dengan keyakinan penuh, lelaki tersebut mempersiapkan diri. Setelah semua siap, dia kembali mengawasi rumah mewah yang hanya selisih dua rumah dari tempatnya. Beberapa menit kemudian, tampaklah sebuah mobil mewah dan elegan berwarna silver metalik keluar dari halaman rumah tersebut. Dengan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status