Cukup lama Sarita pingsan, jam sepuluh pagi saat sinar mentari masuk dalam kamar melalui jendela yang terbuka tirainya. Perlahan tubuh Sarita menggeliat, kedua matanya membuka. Pandangannya menyapu ruangan yang berwarna biru laut. Warna yang sudah lama dia dambakan sejak masih kecil.
Tapak tangannya meraba hamparan sprei biru langit berhias gemerlap bintang, kemudian pandangannya beralih pada selimut yang menutupi sebagian tubuhnya. Seketika dibuka selimut tersebut, lalu Sarita bangkit dari tidurnya."Ini ... Kamar siapa? Nuansanya sangat indah," gumam Sarita.Kemudian kakinya mulai bergerak memutari keseluruhan isi kamar tersebut. Bibirnya sesekali berdecak kagum akan semua yang ada di kamar itu. Bagai bulan yang jatuh di pangkuan, semua yang pernah muncul di mimpinya kini nyata ada di depan mata."Selamat pagi, Nona. Sudah lamakah Anda bangun?" tanya wanita muta dengan name tag Aulia."Pagi, saya ada di mana?""Ini mansion Tulip milik keluarga Waluyo," jawab Aulia, "Saya yang akan melayani semua kebutuhan Nona ke depan, sampai tenaga saya tidak dibutuhkan lagi.""Boleh saya bertemu dengan pemilik ini mansion, Mbak?!" kata Sarita lembut.Kemudian Sarita mengikuti langkah Aulia keluar dari kamar itu. Aulia terus melangkah hingga sampai di sebuah pintu dengan ukuran yang berbeda. Aulia berbalik badan menatap pada Sarita dari atas hingga bawah, lalu menepuk jidatnya."Hadeh, maaf kelupaan, Nona. Tuan Muda tidak suka melihat orang yang baru bangun tidur langsung menemuinya. Apa sebaiknya Nona bebersih dulu baru menjumpai tuan?" kata Aulia"Tidak perlu, tanggung. Sudah biar aku sendiri yang masuk!" setelah berkata, Sarita melangkah maju untuk mengetuk pintu."Masuk!" Terdengar suara bariton perintah agar dia masuk."Silakan masuk, Nona. Saya permisi dulu menyiapkan keperluan Nona yang lain!""Hemm!"Sarita pun membuka perlahan pintu yang tinggi dan berukir sepasang naga. Sedikit ragu melangkah, tetapi dia harus berterima kasih pada pemilik mansion."Selamat pagi. Terima kasih atas bantuannya, sekarang saya mohon diri!" kata Sarita.Langkahnya terhenti kala ingat semua barang miliknya tidak ada di sekitar kamarnya tadi. Kemudian, Sarita kembali menghadap pada pria tersebut. Dan mulai bertanya."Apakah Tuan mengerti dimana letak kalung liontinku berada?" tanya Sarita."Tidak hanya kalung, semua barangku yang ada di dalam tas punggung. Dimana barang itu semua?"Pria yang sedang duduk di depan Sarita hanya diam, tidak ada reaksi sama sekali. Perempuan itu memberanikan diri melangkah lebih dekat, tubuhnya bergetar melihat pada manik mata sang pria."Aku inginkan semua barangku kembali, Tuan!"Sarita masih berkata dengan nada rendah tetapi penuh intimidasi. Dia tidak memedulikan tatapan pria begitu tajam."Kau sedang hamil, bersihkan dulu badanmu. Tidak baik keluar kamar belum mandi!"Hanya beberapa deretan kalimat yang keluar, selanjutnya dia memencet tombol merah. Sesaat kemudian pintu terbuka dan Aulia pun masuk ke ruangan itu."Mari ikut saya, Nona!"Sarita pun akhirnya berbalik menatap Aulia. Gadis manis dengan rambut cepak dan pakaian kasual itu hanya tersenyum. Kemudian menarik jemari Sarita lembut. Dengan langkah sedikit menghentak, Sarita mengikuti langkah Aulia."Seperti itu lah aturan di rumah ini, Nona. Tuan muda tidak suka melihat wajah kumal."Sarita diam saja selama perjalanan menuju ke kamarnya yang ada di lantai dua. Sepanjang jalan hanya ada tiga pintu dengan jarak yang cukup jauh. Kamar miliknya ada di paling ujung."Semua sudah saya siapkan, Nona. Silakan bersihkan diri!"Sarita pun masuk dalam, segera dia membersihkan tubuhnya dan memakai apa yang tersedia di atas ranjangnya. Sebuah pakaian ibu hamil berwarna cokelat susu sangat pas di tubuhnya."Bagaimana mungkin bisa sangat pas sesuai dengan ukuran tubuhku, sungguh aneh pria itu. Siapa gerangan?" gumam Sarita.Kemudian setelah semua siap, Sarita pun keluar dengan senyum tipis terukir di bibirnya. Aulia yang sejak tadi menunggu di dwpan pintu hanya menatap Sarita dengan mulut terbuka. Penampilan Sarita berubah 180• ."Mari Nona!" Aulia pun mengajak Sarita untum segera berjalan menuju ke ruang kerja Sagara.Sarita masih diam tanpa mengeluarkan suaranya, lalu tangannya yang lentik oun langsung membuka pintu tersebut tanpa mengetuknya lebih dulu. Namun, sebelum membuka pintu Sarita meminta pada pelayannya agar meninggalkan dia sendiri menghadap Tuan Muda."Baik, Nona ingin makan apa?""Seadanya kalian, tidak perlu ribet."Aulia pun membungkuk, lalu berbalik badan . Gadis itu berjalan menuju tangha melingkar yang mengarah ke lantai dasar."Selamat pagi menjelang siang. Sudahkah Anda sarapan, Tuan?""Begitu lebih baik. Duduk lah di sana!"Pria itu pun bangkit dari duduknya. Dia memilih untuk duduk di sofa single menunggu Sarita. Sedangkan wanita itu masih saja berdiri bersandar pada pinggiran meja menghadap pada sang pria.Sarita msih menunggu jawaban dari semua pertanyaan yang sejak tadi dia lontarkan. Namun, belum satu pertanyaan pun yang terjawab. Sarita mendengkus lirih."Semua barang milikmu yang ada di dalam tas sudah dibersihkan oleh Simbok. Mengenai kuliah yang kamu jalani, mulai besok sudah bisa kamu teruskan hingga wisuda nanti. Tetapi semua ada syaratnya, Sarita Waluyo!"Sarita tertegun, otaknya tidak bisa mengejar apa yanh disampaikan oleh pria di depannya. Lalu sebuah pertanyaan pun muncul."Syarat apa yang harus aku penuhi dan apa alasannya?""Jangan temui lagi keluarga Itu lagi, siapa pun. Kamu pasti tahu yang aku maksud. Kamu sendiri yang tahu apa alasanku," jawab pria itu."Liontinku?"Kemudian Sarita dudum di sofa yang lain, dia masih menatap penuh harap pada sang pria yang sejak tadi belum memberitahukan siapa namanya. Lamat ingatannya memutar, sosoknya seakan pernah terlIhat di layar kaca. Namun, Sarita lupa siapa namanya."Bagaimana tawaranku?""Baik, aku setuju. Tetapi kembalikan liontinku!" Sarita masih bertanya mengenai letak liontinnya."Apakah itu benar milikmu, dari mana kamu dapatkan liontin biru khas milik keluarga kami?""Aku sendiri tidak tahu cerita mengenai liontin itu. Yang pasti benda itu sudah melingkar di leherku sejak aku bayi. Itu keterangan yang kudapatkan dari simbok," jawab Sarita." Aku Sagara Arnold Waluyo, tunggu satu minggu hasil tes dna. Sementara satu minggu ini kamu bisa lakukan apa saja sesuka hatimu," papar Sagara."Apa yang harus aku lakukan, pertama bagaimana caraku memanggilmu, Tuan?" tanya Sarita dengan nada bingung."Cukup panggil aku Saga. Jika hasil dna itu cocok baru kita bahas selanjutnya."Setelah berucap, ujung jari Sagara pun menekan lagi tombol merah. Pintu terbuka dan menampilkan wajah Aulia. Gadis itu berjalan mendekat pada Sarita dan mengajak perempuan itu untuk keluar. "Permisi Tuan Muda!" pamit Aulia sambil membungkukkan badannya.Sarita yang tidak mengerti tata cara keluarga tersebut hanya diam. Dia langsung berjalan keluar dari ruang kerja dan menunggu Aulia di luar, berdiri di samping pintu. Aulia pun keluar sambil menutup pintu dengan gerak pelan."Mari ikut
Sarita terdiam, matanya menatap deretan huruf yang menyatakan kecocokan 100%. Wanita itu menatap pada pria di depannya, lalu mengangguk."Bagaimana langkah kamu selanjutnya, Sarita?" tanya Sagara."Aku ingin lahiran lebih dulu, kemudian perbaiki sikapku untuk membalas semua ini!" "Bagus. Apa perlu kamu pegang salah satu perusahaan milik Bibi Alinsky? Kebetulan ada butik juga, mungkin pas buat lancarkan rencana kamu," ungkap Sagara.Sarita terdiam. Dia belum berfikir ke sana. Yang jelas wanita itu inginkan lahiran dengan selamat, untuk pertama itu yang terlintas di otaknya. Mengenai kuliahnya hanya nunggu proses wisuda."Boleh aku bertanya, bukan, lebih tepatnya meminta bantuanmu, Saga!""Hemm!""Dua minggu lagi aku wisuda, di sana ada pria itu sebagai pendamping dekan. Aku ingin tidak datang, tolong ambilkan ijazahku. Bisakah?" tanya Sarita dengan nada rendah."Jika soal itu tidak masalah bagiku. Jangan khawatir, semua pasti akan beres.""Baiklah, aku lelah dengan kabar mendadak ini.
Sarita menuriti langkah putranya meninggalkan wanita bersama putrinya yang cantik itu. Tanpa Sarita tahu, Sagara telah melihat dan mendengar semua kalimat perempuan itu. Dahinya mengernyit, seakan dia pernah melihat wajah perempuan tersebut."Paman!" teriak Alifian saat dilihatnya Sagara berdiri dengan bersedekap dan bersandar pada badan mobil. Alifian pun berjalan cepat cenderung berlari menuju ke Sagara, dia segera memeluk kaki panjang pria tersebut. Sagara membungkuk dan meraih tubuh mungil ponakannya itu."Hai jagoan om, apa kabar?" tanya Sagara sambil berjalan menujubke sisi mobil yang lain untuk membukakan pintu Sarita. "Silakan masuk, Mama!" kata Alifian."Hehe, terima kasih, Sayang!" balas Sarita. Kemudian Sagara membukakan pintu lainnya untuk Alifian. "Masuk dan duduk yang baik!""Siap, Paman!"Sagara tersenyum, lalu berjalan memutar menuju ke kursi kemudi. Ekor matanya sempat melihat wajah kaget wanita yang menghina Sarita tadi. Senyum tipis bahkan hampir tidak terlihat t
"Maaf, Anda salah orang!" Sarita langsung melangkah pergi meninggalkan kedua orang masa lalunya.Aulia pun mengikuti langkah Sarita dari belakang sebelumnya memastikan pada salah satu karyawan untuk memerhatikan dua pembeli itu."Bunda, Bagas tidak salah lihat 'kan. Tadi itu benar Saritaku?" tanya Bagaskara."Jangan ngaco kamu, Bagas. Jangan rusak malam indah Ni Luh Ayu!" bisik Madam Anne.Wanita yang dimaksud oleh Madam Anne adalah salah satu putri pejabat penting yang meminang Bagaskara dengan alasan bisnis. Saat ini bisnis Bagaskara sedang naik dan termasuk pembisnis muda berbakat. Namun, akhir-akhir ini muncul pembisnis wanita muda yang cukup kompeten.Bagaskata masih tertarik akan sosok wanita yang menurutnya adalah mantan istrinya itu. Segera dikejarnya wanita itu, saat sampai di depan butik terlihat sosok itu masuk mobil sedan mewah berkelas dan berharga langit. Bagaskara berdecak lirih."Andai dia benar Sarita, lalu bagaimana bisa secepat itu hidupnya bisa berubah?" gumam Bag
Pembawa acara segera memulai acaranya. Satu per satu barang dilelang dengan cara bertahap. Ni Luh terlihat begitu antusias kala sebuah kalung permata bertahtakan belian rubi merah."Kak, tawar kalung itu untukku!" pinta Ni Luh Ayu."Baik, persiapkan saja uangnya!" "Iih, iya uang Kakak lah. Itu masih standart kok harganya!"Bagaaskara berdecak, dia datang karena ingin tahu sejauh mana perhelatan kaum atas. Namun, justru terjebak dengan permintaan dari Ni Luh yang sejak tadi merengek meminta barang. Padahal sejak mula wanita itu berjanji tidak akan hijau mata, tetapi nyatanya 39 juta dana Bagaskara sudah melayang untuk amal."Aku sudah gelontorkan uang sebanyak 30 juta. Apa belum cukup?" "Satu lagi, Sayang. Ya, ya!" pinta Ni Luh Ayu sambil membelai dada Bagaskara.Lelaki itu mendesah lirih, apalagi jemari Ni Luh sudah mulai berjalan menuju ke pangkal pahanya. Bagaskara melirik tajam. Ni Luh hanya tersenyum nakal."Huft huu, baiklah. Mulai lah!"Begitu mendengar apa yang dikatakan oleh
"Mama!" Seorang anak laki-laki naik ke panggung menghampiri Sarita dan Sagara. Pria kecil yang tampan berjalan tegap."Hai, Tampan. Siapa nama kamu?" tanya pembawa acara."Alifian Waluyo!""Wow, apakah ini mama dan papa kamu?" "Iya, ini keluargaku."Sagara tersenyum, lalu diraihnya tubuh mungil ponakannya dan digendong pada tangan kiri. Kemudian tangan kanannya meraih jemari Sarita dan menariknya lembut menuruni tangga. Sepasang mata menatap sosok pria kecil itu, sorot matanya mulai sendu."Mungkinkah itu benihku dulu? Tampan," gumam Bagaskara."Kau sempat tanam benihmu, Kak? Pada wanita itu, aku tidak percaya," kata Ni Luh.Bagaskara tidak memedulikan apa yang ditanyakan oleh Ni Luh, pria itu menatap terus pada tiga orang yang berjalan menuju ke sudut ruang mencari bangku yang nyaman. Pembawa acara sudah memberi kode bahwa waktunya ramah tamah."Mama, Alif haus!" ujar Alifian"Tunggu di sini, biar paman yang ambilkan. Jaga mama kamu, Jagoan!"Tanpa menunggu jawaban, Saraga segera b
"Berhenti, Kak. Apa yang Kakak lakukan, lihat semua orang menatapmu!" desis Ni Luh.Bagaskara menyentak tangan Ni Luh, dia tidak peduli. Langkahnya terus mengejar Sarita. Namun, wanita itu sudah menghilang di tengah kerumunan para tamu dan pengunjung malam amal. Bagaskara pun melangkah menuju meja yang tadi dilihatnya ada pria kecil."Kosong, kemana mereka pergi," gumam Bagas, lalu saat ada pelayan yang melewatinya pria itu pun bertanya, "Maaf, tahukan kamu dimana Tuan Sagara dan keluarga?""Ough, Tuan Sagara baru saja meninggalkan acara ini bersama Nona Sarita, Tuan.""Terima kasih!"Bagaskara pun melangkah meninggalkan lokasi malam amal tanpa mengajak Ni Luh. Wanita itu ditinggal tanpa kabar hingga membuat Ni Luh mencari sosok Bagaskara "Shit, dasar pria tidak tau diuntung. Enak saja tinggalkan aku begitu saja. Awas saja kamu, Sarita. Semua ini gara-gara kamu!"Ni Luh pun menghubungi sopir pribadinya agar segera menjemputnya. Malam semakin merangkak menuju pagi, tetapi mata Sarita
Pagi hari Bagaskara berniat ingin mengetahui semua informasi mengenai bocah laki-laki kecil yang bersama Sarita. Senyum tipis tercetak di wajah tampannya."Aku harus mulai dari butik itu, mungkin dari sana bisa kudapatkan informasi," batin Bagaskara.Setelah merasa yakin akan idenya, Bagaskara pun segera melajukan kendaraannya menuju ke butik tempat dia melihat pertama kali mantan istrinya. Jalanan yang lancar membuat laju mobil Bagaskara tidak terjebak mancet, sehingga dalam waktu belasan menit dia sudah sampai di depan butik.Butik sudah terlihat ramai di jam kerja, banyak pengunjung yang datang silih berganti tanpa henti. Mereka selalu membawa beberapa paper bag. "Rupanya kamu sudah sukses, Sarita. Aku tidak menyangka jika kamu memiliki kekayaan dan peluang bisnis. Andai aku tahu dari awal mungkin tak kucerai kamu, Sarita!" gumam Bagaskara.Sebuah mobil sedan mewah keluaran terbaru meluncur perlahan dan berhenti tepat di depan butik, seorang wanita turun dengan pakaian yang seder