Share

Kuberikan Suamiku Pada Sahabatnya
Kuberikan Suamiku Pada Sahabatnya
Penulis: Nisa Noor

Bagian Satu

[Sayang, aku jemput Rianti dulu ya. Setelah itu pulang]

[Say, maaf ya aku ngerepotin Ardi terus]

Riri menatap nanar pada layar ponselnya, kedua pesan yang dikirim dari orang yang berbeda itu selalu membuat hatinya tak karuan. 

Ardi adalah suaminya, lelaki yang telah menikahinya dua tahun yang lalu. Mereka menikah setelah melalui proses perkenalan yang singkat, Ardi teman kakaknya Riri yang jatuh cinta lalu mantap menikahi Riri hingga kini dua tahun menikah tetap bahagia meski belum diberikan anak. 

Rianti adalah sahabat Ardi, mereka konon bersahabat sejak SMP bahkan hingga kuliah pun di satu kampus yang sama hanya beda jurusan, saat proses perkenalan dengan Riri, Ardi pernah memperkenalkan Rianti pada Riri. Riri merasa semua biasa saja, apalagi setelah Rianti menikah Riri pikir semua akan berakhir. 

Tapi Riri salah, persahabatan mereka tak ada bedanya. Tak ada sekat antara keduanya, baik Ardi atau Rianti merasa biasa saja. Mereka sering meminta izin pada Riri untuk sekedar jalan berdua meski Riri diajak tapi justru Riri selalu merasa menjadi orang ketiga di antara mereka berdua. 

Riri merasa akhir-akhir ini suami dan sahabatnya itu semakin dekat, apalagi setelah suami Rianti dipindah tugaskan sementara Rianti belum bisa ikut pindah karena masih memiliki bayi kecil jadi alasan Rianti untuk menolak ikut dengan suaminya, suami Rianti justru menitipkan Rianti pada Ardi. Maka semakin sesak Riri merasakan semua ini. 

"Mas, bisa kita bicara?" ajak Riri saat Ardi usai bersih-bersih. 

"Ada apa sayang?" 

Ya, Ardi memang selalu romantis dan tak pernah menyebut nama pada Riri, hampir setiap detik pun selalu berkirim pesan ketika sedang bekerja, harusnya Riri tak perlu curiga tapi tetap saja perempuan mana yang akan kuat melihat kedekatan suaminya dengan perempuan lain meski mereka bilang tak ada apa-apa dan biasa saja. 

Riri duduk di samping suaminya itu, menatap serius lelaki itu. 

"Sebetulnya bagaimana perasaan kamu pada Rianti?" tanya Riri.

Bukan menjawab, Ardi malah tertawa. Riri mengernyit, gelak tawa Ardi sama sekali tak lucu baginya, pertanyaan serius itu tak Ardi gubris dengan serius. 

"Kamu mulai cemburu lagi ya?" tanyanya. 

Riri terdiam, Ardi meraih tangan Riri dan memandang perempuan yang dipilihnya dua tahun yang lalu. 

"Dengarkan aku, memegang amanah itu harus sungguh-sungguh. Rianti tak punya siapapun selain kita disini, suaminya sudah menitipkan dia padaku tepatnya pada kita iya kan? Jadi aku hanya sekedar menjalankan amanah, lagi pula kalau aku ada perasaan sama dia sudah sejak dulu aku pacari perempuan itu." 

"Tapi mas…"

Ardi menutup mulut Riri dengan telunjuknya hingga Riri terdiam, rasanya ia tak bisa berbuat secara terang-terangan soal suami dan sahabatnya itu. 

"Percayalah, Mas tetap akan menjaga pernikahan kita." 

Didekap tubuh mungil istrinya itu, Ardi meyakinkan hati Riri tapi tetap saja sebagai seorang istri yang memiliki cinta di hatinya untuk Ardi, Riri tak rela ada perempuan lain dalam kehidupan mereka sekalipun itu hanya sekedar sahabat atau bahkan teman biasa sekalipun. Bukankah setiap perempuan hanya ingin menjadi satu-satunya di hati lelakinya? 

Ardi selalu berhasil membuat Riri kembali tenang dengan kegundahannya dan semua berjalan seperti biasa, tapi nyatanya tak serta merta membuat Riri tenang. Apalagi jika melihat status-status yang dipasang Rianti, belum pesan-pesan izin yang dikirim Rianti, Riri memiliki akses membuka handphone Ardi dan dia akan sangat merasa berbeda ketika membaca pesan antara Ardi dan Rianti yang bagi mereka lagi-lagi biasa tapi berbeda untuk Riri.

"Memang manggilnya masih harus bee?" tanya Riri kesal saat melihat isi pesan mereka. 

"Sudah terbiasa mungkin, tapi aku nggak kan? Eh, meski kadang masih deh." 

Riri merengut, suaminya itu seolah menganggap semua biasa saja. Panggilan Bee dan Hanhan seolah biasa bagi mereka, sahabatan tapi seperti berkasih, lalu mereka seolah merasa tak bersalah memperlihatkan semua itu di depan Riri bahkan setelah menikah sekalipun. 

"Ini kalau suaminya Rianti baca gimana?" tanya Riri kembali.

"Ya aku gak tahu, tapi kayaknya dia gak bakal seterbuka aku deh." 

Riri tertegun, pikirannya semakin dipenuhi rasa yang tak menentu. Oke, selama ini suaminya itu tak pernah menutupi apapun, semua ia ketahui, bahkan sikapnya pun tak ada yang berubah tapi kedekatan mereka? Argh, Riri mengacak rambutnya.

"Kenapa sayang?" 

"Nggak, aku masuk dulu ya mas." 

"Lho, mau kemana? Ini film nya belum beres lho."

"Tidur, capek."

Ardi hanya tersenyum melihat tingkah istrinya itu, lalu kembali fokus pada layar di depannya. Malam kian larut, Riri yang sudah tertidur menggeliat, lalu ia perlahan membuka matanya dan sedikit terkejut melihat sisi sampingnya masih kosong, tak ada Ardi di sampingnya. Lalu ia melirik jam di ponselnya sudah pukul dua malam, rasa penasaran menyerang pikirannya, dimana Ardi? 

Perlahan Riri bangkit dan berjalan menuju ruang televisi dimana terakhir kalinya mereka bertemu sebelum akhirnya Riri pamit masuk ke kamar.  

Tak ada sosok yang dicarinya, lalu Riri mencari di setiap sudut rumah dan yang ia temukan hanya secarik kertas yang ditempel di pintu lemari es.

'Sayang, maaf aku gak tega bangunin kamu. Rianti telepon minta tolong anaknya kejang, aku antar dia ke rumah sakit. Maaf ya sayang.'

Terduduk lemas, tangan meremas kertas itu. Riri tak bisa berkata apa-apa lagi, ia menggigit bibirnya, amarahnya kini tak bisa ia tahan lagi. Sejauh ini kah persahabatan itu? Hati Riri merasa hancur meski ia tahu mereka bersahabat sebelum Riri hadir tapi apa pantas jika masih selalu seperti ini saat keduanya sudah sama-sama memiliki pasangan? 

Riri segera bangkit dari duduknya, tangannya ia sapu membersihkan buliran-buliran air bening yang tanpa sadar membuat anak sungai di pipinya, hatinya tak bisa berbohong lagi. Semua tingkah mereka yang seolah biasa saja itu semakin menyakitkan bagi Riri dan tak bisa ia menahan lagi. 

Ia buka lemari baju Ardi, memasukan pakaian Ardi pada sebuah koper lalu mendorong koper itu dan menyimpannya di dekat pintu. Riri menunggu kedatangan lelaki yang sudah memporakporandakan jiwanya itu.

Samar-samar suara gemuruh mobil membuat Riri perlahan membuka matanya. Ia tertidur kembali karena menangis semalaman, matanya bengkak dan wajahnya kusut, jam menunjukkan pukul enam, Riri kehilangan waktu subuhnya hingga dia bergegas ke kamar mandi, mandi dan sholat subuh meski sudah siang. 

Pintu kamar terbuka, sosok yang ia tunggu memberikan senyuman padanya, Riri dingin tak membalas senyuman itu, seketika Ardi heran melihat koper di dekat pintu kamar. 

"Apa ini?" tanyanya.

"Yang kamu lihat?" tanya Riri kembali.

"Kamu mau kemana sayang? Kamu marah karena aku pergi, iya? Aku kan…."

"Stop!" Riri mengangkat tangannya membuat Ardi berhenti bicara. 

Tatapannya tajam menatap kedua netra lelaki yang dicintainya, Ardi terlihat sangat terkejut mendengar teriakan Riri. 

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Bunda Wina
mana ada sahabat udah sama sama nikah masih selalu bersama apa lagi lebih mentingin sahabat dari pada istrinya
goodnovel comment avatar
Anie Jung
Wajar klo Riri cemburu.Teman sih teman...
goodnovel comment avatar
Fitriyani Puji
tinggal aja sahahat dalam selimut jangan jangan ank rianti ank suami mu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status