Pikiranku tidak bisa tenang. Memikirkan foto-foto suamiku dengan mbak Zorah. Bagaimana caranya untuk mencari kebenaran yang ada di antara mereka.
Sementara anak-anak sedang berenang, Ada baiknya kucoba menghubungi mbak Zorah. Bukan untuk memarahinya, tapi untuk mendengar sebatas mana kebohongan mereka. Pertama kuhubungi, tidak diangkat. Dua kali, tidak di angkat. Kucoba sampai kelima kalinya, barulah terdengar suara mbak Zorah di ujung sana. "Ya hallooo Nadine. Maaf tadi saya sedang di kamar mandi, tidak sempat mengangkat panggilan dari kamu." "Ya nggak apa-apa, Mbak. Oh ya, sekarang Mbak sedang dimana ya? Kami mau mampir nih kerumah mbak..!" "Aduuh maaf, Nad. Saya dan Debbie sedang di rumah Farah temennya mbak nih." Hadeeeh kan ketahuan bohongnya. Tadikan Arza bilang mau mengantar Debbie ke kampus, sekarang kok mbak Zorah mengatakan dia dan Debbie sedang di rumah temannya. Bertolak belakang sekali. Eh bentar-bentar ada suara berbisik-bisik panik di sana. Entah apa yang di perdebatkan. Ku tajamkan pendengaran. Seperti ada suara laki-laki. Kemungkinan itu suara bisik-bisik dari mulut Arza. "Lhoo tadi kan Arza yang nganterin Debbie ke kampus. Kok bisa sekarang jadi di rumah temennya mbak Zorah?" "Bukan begitu maksudku, Nadine. Tadi memang Debbie diantar kekampus oleh Arza, tapi sekarang aku dan Debbie sudah mau pulang. Lagi pula tadi suamimu langsung pulang setelah mengantar Debbie." Dari suaranya saja terdengar gugup. Alasan yang terdengar di buat buat. Mungkin untuk menyembunyikan jejak. Aku belum boleh menunjukkan kecurigaanku pada mereka. Ini kan baru sebuah asumsi saja. Belum melihat secara langsung. Tidak seharusnya aku memprovokasi mereka terlalu cepat.***
Arza pulang ketika hari mulai larut malam. Ada kelelahan yang nampak pada gurat wajahnya. Namu lelah itu di bungkus dengan senyum lebar yang dibuat-buat.
"Kok jam segini baru pulang, Pa." "Tadi habis nganterin Debbie, Papa langsung ke kantor ada pertemuan mendadak." Ketahuan bohongnya, ke kantor katanya tapi kok tadi duduk bareng sama Debbie dan Mbak Zorah. Huuuh... Walaupun hatiku bergemuruh hebat, namun sebisa mungkin aku bersabar. Aku belum bisa memprovokasi secara membabi buta. Akan ku telisik lebih lanjut. Seusai mandi, seperti kebiasaan nya Arza baru-baru ini, dia akan masuk ke kamar atas, katanya mau istirahat. Atau kalau tidak dia biasanya akan keluar, katanya mau merefreshkan pikiran. Selama ini aku tidak pernah berprasangka buruk dengan kebiasaan barunya. Aku maklumi mungkin dia capek butuh istirahat atau menyejukkan pikiran. Tapi sejak aku melihat postingan Debbie tadi siang, mendadak rasa curiga itu muncul. Kutinggalkan si kembar yang sedang bermain di depan tv. Dengan mengendap-endap aku membuntutinya ke kamar atas. Samar-samar ku dengar suara tertawa yang tertahan. "Malam besok ya sayang. Terus siangnya kita akan berlibur kemanapun kamu mau. Aman pokoknya semua aku yang tanggung. Kita akan bermalam di vila puncak . Sebenarnya nih aku sudah kebelet sayang, udah nggak tahan." Jijik telingaku mendengarnya bicaranya yang terdengar cengengesan khas lelaki hidung belang. Rupanya ini yang dia lakukan. Bodohnya aku yang terlalu percaya dengannya selama ini."Kamu tenang saja aku Aku pasti bisa mengatasi Nadine. Dia mudah untuk di atur. perempuan seperti dia mah tidak akan menjadi masalah besar. Pokoknya kamu siap-siap aja deh."
Sayangnya aku tidak bisa menangkap suara seseorang perempuan yang menjadi lawan bicaranya.
"Kamu seksi banget sayang, menggoda banget. Pintar sekali deh memanjakan mata saya. Enggak kayak Nadine. Kamu membuat benar-benar bisa membuat aku jatuh cinta. Pokoknya cuti minggu depan, aku akan bawain kamu ke Bali deh. Di sana kita akan bebas. Nggak ada yang ganggu. jangan lupa ya semingguan ini kamu harus melakukan perawatan rutin, supaya tetap terlihat cantik dan menarik. Pokoknya harus is the best. Jadi pas kita berlibur nanti kita akan menikmati kebersamaan yang sangat menyenangkan. Menikmati waktu hehehe."
Oooowwh... Rencana yang bagus. Aku masih berusaha menahan kesabaran, karena masih penasaran apa yang akan mereka bicarakan selanjutnya.
"Kamu pinter banget, membuatku semakin naf*u saja. Itu loh yang bikin nggak nahan. Seandainya kamu berada si disini, pasti sudah ku lahap tubuh seksi mu. Sayangnya kamu berada jauh disana."
Bicaranya berhenti di saat suara tawa cekikikan manja dari gawai ponselnya.
"Kita ketemu malam ini saja yuk sayang. Soalnya udah gak sabar nih. Pengen ketemu, kamu dandan yang cantik ya sayang. Biar aku tambah sayang sama kamu. Manjain lagi aku malam ini dong. Enggak bosan deh sama kamu. Enggak kayak Nadine yang emang sangat membosankan permainannya gitu-gitu aja. Enggak menarik. Pokoknya kamu servis saya malam ini ya sayang. Tenang saja seperti biasa, aku akan berikan apa yang kamu butuh. Tuh cepat atau lambat kamu akan jadi istriku juga. Nggak rugi kan? Aku bantuin kamu. Oh ya besok aku dah ambil cuti lagi selama dua hari. artinya dua hari kita akan menghabiskan waktu bersama. Uummmach."
Penasaran sekali, Siapa yang menjadi lawan bicaranya di handphone. Bicara mereka panas sekali.
Ku intip sedikit lewat lubang kunci. OMG....! Mbak Zorah dengan bangga mempertontonkan gunung kembar super guedenya yang hanya di bungkus bra yang jauh di bawah ukuran. Pantasan saja Arza menjadi begitu ter*ngs*ng. Terdengar tadi dari cara lelaki itu berbicara. Dadaku dag dig dug tidak menentu lagi. Bagaimana ini? Harus kulabrak sekarang atau harus bersabar dulu?Bersambung...
Selamat sejahtera untuk semua pembaca Novel KKBS (Kubiarkan Kau Bersama Selingkuhanmu) 🤚🤚🤚 Author mau kasih info terbaru nih buat teman-teman pembaca semua. Author kasih tahu kalau sekarang udah update sekuel novel KKBS ya. Dengan judul : Ketika Istriku Mulai Membangkang Pembaca boleh kepoin novelnya sekarang ya, hehee. Othor usahain akan update rutin setiap hari. Jadi para pembaca semua tidak usah khawatir kalo nanti Author jarang update, jarang nongol, apalagi sampai novelnya nggak tamat. Oh iya, Author boleh minta dukungannya ya, dukung Author dengan rate bintang lima, terus tambahkan novelnya ke pustaka. Hehee ... Makaciih semua pembacaku... Semoga novel "Ketika Istriku Mulai Membangkang" ini bisa menghibur para pembaca semua. Amiiin Suksesnya seorang Author tak lepas dari dukungan para pembaca setianya. peluk jauh dari Author....😘😘😘😘😘
Bab 162 "Aduuuh!" Zea menengadahkan kepala. Menahan sakit. Sekarang sakit itu kian naik ke ubun-ubun. Keringat dingin membasahi tubuhnya. Di tengah malam sepi ini ia sendiri berbaring di ranjang rumah sakit. "Ya Tuhan tolong aku!" dalam kegelisahannya, Zea mengadu dan memohon kepada Tuhan. Karena kesakitan yang ia rasakan, sejenak ia melupakan derita masalah ekonomi yang tengah ia hadapi. Ya, malam ini adalah malam terakhir Zea dirawat di rumah sakit ini. Sebenarnya masih panjang riwayat perawatan yang harus ia kalani, namun karena semua biaya yang mengalir benar-benar telah menguras kering semua isi tabungan. sekaligus kendaraan dan apapun yang dimiliki telah hangus terjual tanpa tersisa. Tidak ada lagi yang bisa ia gunakan untuk menjalani prosedur kesehatan. Untuk selan
Bab 161 "Ibu!" Arza tergagap. Arza kembali mencoba menyentuh telapak tangan sang Bunda. Lagi lagi hanya dingin terasa. Mendadak Arza jatuh lunglai. "Ibu ...!" gumamnya lirih. Air matanya menetes. Namun sebanyak apapun tetesan air mata yang meleleh di pipinya, semua itu tidak akan pernah mengembalikan nyawa ke raga sang ibu yang kini telah terbaring dingin dan kaku. Arza menangis sendiri. Memperhatikan keadaan orang tuanya yang terbaring sendirian sejak malam menjelang. Arza menyesal. Setelah menemui ibunya yang telah terbujur dengan kaku. Sepertinya nyawa telah lama melayang meninggalkan raga si ibu. Sedangkan Arza baru saja menyadari bahwa ibunya telah tiada sejak semalam.***  
Bab 160 "Silakan kamu bayar dulu uang tunggakan kontrakan selama 2 bulan belakangan ini Arza!" suara Bu Dian terdengar kasar. Muka Arza memerah menahan rasa malu sebab suara Bu Dian menggema dan didengar oleh orang-orang yang menguping pertengkaran mereka. "Tuh orang kaya, bayar dulu kontrakanmu! Katanya kaya, tapi kontrakan nunggak, mana selama dua bulan lagi. Aduh, kaya dari mana? Aku saja yang merasa orang miskin tidak pernah Tunggak menunggak. Nggak malu tuh ngaku-ngaku sebagai orang kaya?" suara laki-laki yang tadi bertengkar dengannya membuat kuping Arza memanas. Dengan bergegas ArzaMelangkah mendekati Bu Dian. "Iya Bu, saya pasti bayar kok tapi tolong bicaranya jangan terlalu keras. Bisa malu saya kalau didengar sama tetangga." Arza berusaha untuk merayu. "Kalau mau
Bab 159"Kau pasti sudah dengar kalau aku bilang apa?" pria tua tersebut memandang tajam. "Jangan pernah kau merendahkan aku seperti tadi, Pria tua busuk!" sergah Arza. "Nah jika kau tidak ingin dibilangi tak baik, seharusnya kau juga jangan keterlaluan bicara kotor dan menyinggung perasaan lawan bicaramu. Bagaimana kau sakit hati mendengar ucapan buruk orang terhadapmu, maka begitu juga perasaan orang lain ketika menerima ucapanmu!" Arza menghela nafas panjang. Kekesalan nampak jelas pada raut wajahnya. Arza sungguh tidak terima akan ucapan laki-laki tersebut. "Tapi kau tidak bisa balik mengatakan aku seperti itu" Arza menunjuk muka lelaki itu."Mengapa tidak? Nukankah aku juga bisa bicara, Arza?" "Tapi aku tidak bisa terima kau bilang aku miskin." sergah Arza. "Lhoo, kenapa nggak bi
Bab 158Arza duduk dan menikmati secangkir kopi di teras kontrakan. menyeruput kopi hangat sambil memperhatikan gadis-gadis remaja berlalu lalang di depan kontrakan. Mereka sedang berjalan menuju ke sekolah terdekat. Sesekali nampak bibir Aeza tersenyum nakal.Deretan kontrakan tersebut memang terlihat kumuh. Di tambah dengan ketersediaan air bersih yang kurang memadai. keadaan itu membuat sebagian besar penduduk pergi kesungai yang tidak bisa di bilang bersih untuk mencuci pakaian dan sebagainya. Untuk minum, mereka menggantungkan kebutuhan air minum pada saluran pdam yang kecil dan hanya tersedia di siang hari saja. Itupun terkadang tidak menentu. Oleh sebab itulah mereka terpaksa menggantungkan kebutuhan selain untuk minun pada air sungai yang jauh dari standar kesehatan. Karena nampak jelas jika aliran sungai tersebut menghitam dan bau. namun karena keterpaksaan, mereka terpaksa melakukan itu. Apalagi pada cuaca panas kala ini.