Bab 37 Malu
"Apa semua ini sudah menjadi keputusan bulatmu?" Tanya Ayahnya Nadine.
Memang Nadine sengaja menyambangi orang tuanya untuk memberitahu masalah perceraiannya dengan Arza. Nggak etis juga kan apabila berjarak tidak memberitahu kepada kedua orang tua.
"Apakah kamu sudah menimbang matang-matang baik buruknya nak?" Ibunya juga ikut menimpali.
"Insyaallah Nadine tidak akan menyesal. Karena jalan ini adalah yang terbaik. Nadine tidak sanggup Bu apabila terus berhadapan dengan Arza yang sudah terang-terangan menghianati Nadine."
Dengan segala bukti yang disodorkan oleh Nadine kedua orangtuanya tidak bisa menyalahkan keputusan yang telah Nadine ambil.
Nadine memperlihatkan bukti tersebut bukan dengan maksud apa-apa melainkan untuk member
Bab 38 Mencari Uang Yang Hilang Arza tidak habis pikir mengapa semua ini bisa terjadi pada rekeningnya. Mengapa jumlah saldonya hilang entah kemana? "Ini pasti ada yang tidak beres. Pasti ada seseorang yang mengambil uangnya. Tapi siapa. Siapa yang mengambil uang yang begitu banyak." Arza berpikir keras. "Apakah Zorah? Bukankah kartudebitku lama berada di tangannya. Ya mungkin saja dia? Tapi bagaimana caraku untuk menanyakan kecurigaan ini padanya." Arza masih saja terpekur di dalam mobil. Sedangkan Zorah entah kemana. Sejak kejadian memalukan di depan meja kasir tadi, perempuan itu malah menghilang. Dengan berusaha menenangkan dirinya sendiri, Arza memutar haluan mobil. Mobil berjalan pelan menuju ke kediaman Zorah. &nbs
Bab 39 Kecurangan Arza "Maaf Pak Arza, kami tidak menemukan kan jenis transaksi mencurigakan dari segi manapun. Yang kami temukan adalah transaksi biasa yang normal dan wajar, keseluruhannya dilakukan oleh bapak sendiri. Tidak di temukan adanya tindakan menyimpang. Atau semua itu diakibatkan oleh kecerobohan bapak sendiri. Segala sesuatu yang disebabkan oleh kecerobohan nasabah, pihak bank tidak bisa bertanggung jawab." Arza lemas mendengar penjelasan dari pihak bank. "Bagaimana sekarang kemana uang uang itu? Kalau begini bagaimana caranya aku bisa menikah Zorah?" Arza membatin dalam hati. Mukanya kuyu. Dengan lemas Arza melangkah meninggalkan Bank. Padahal tadi dia menaruh banyak harapan pihak bank akan membantunya. Namun apa daya sepertinya uang itu sudah bukan rezekinya lagi.
Bab 40 Rumah Yang Zorah Miliki itu... Wah banyak sekali mas, uangnya... Ini mah lebih dari cukup untuk biaya pernikahan kita. Memang mas ini calon suami yang bisa aku andalkan. Piawai sekali dalam membahagiakan anak dan istri. Sayang sekali Nadine melepaskanmu secara cuma-cuma. Eh ngomong-ngomong dari mana Mas ngambil uang sebanyak itu." Zorah penasaran. "Idih tidak usah tanya deh dari mana. Yang penting sekarang kamu bisa membeli apapun yang kamu suka. Dan juga untuk Debbie anak kita. aku tidak bisa melepaskan tanggung jawabku terhadap Debby karena walau bagaimanapun Dia adalah anak kandung ku. Cukuplah beberapa tahun lalu Ramon mengambil alih peran ku sebagai ayah kandung Debbie. Dia mau mengakui anakku sebagai anaknya. Tapi beruntung juga ada Ramon, laki-laki bodoh itu mau menutupi aibku." Ujar Arza. "Salah Mas dulu tidak mau menikahiku, Untung sa
Bab 41Pertemuan Dengan Zorah Nadine duduk di taman samping rumahnya. Sambil menikmati biskuit favorit bersama kedua anak kembarnya. Sesekali Davin dan Divan bercanda ria membuat senyum Nadine mengembang menyaksikan kebahagiaan mereka. "Anak-anak tampak baik-baik saja nduuk, tanpa kehadiran nak Arza." Celetuk mbok Jum. Ya, memang Nadine membawa serta perempuan yang telah lama bekerja dengannya itu kerumah barunya. "Iya mbok. Syukur mereka tidak terlalu sering menanyakan perihal Arza." Nadine melirik jam mahal yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. "Nak, sekarang sudah waktunya untuk tidur siang. Ayo buruan." Ujar Nadine. Kedua bocah yang tengah bermain itu sontak menoleh dengan cemberut. "Ma, nanti saja tidur sian
Bab 42 Mendesak Zorah Nadine menatap mata Zorah dengan tajam. "Zorah kau boleh memilih dua hal, yang pertama, kau meninggalkan rumah itu, lalu menyerahkan sertifikatnya padaku, dan mengurus hal-hal yang berkaitan secara damai. Atau kau memilih pilihan yang kedua, menyelesaikan semua ini di pengadilan. Di pengadilan nanti aku akan menuntutmu." "Kenapa harus bertindak seperti ini Nadine?" "Karena kau sudah membohongi kami sekeluarga. Aku tidak terima perbuatanmu." "Atas alasan Apa kau mau menuntutku?" "Cukup banyak hal yang bisa ku jadikan alasan untuk menuntutmu. Salah satunya sudah kubilang tadi, kamu membohongi keluarga kami atas status Debbie yang sebenarnya, lalu melalui rekaman pembicaraanmu dan Arza, kamu seperti bersyukur dengan kematian kakakku, lalu kau bersekongkol dengan Arza. Aku su
Bab 43 Pertemuan Yang Tidak Terduga. Besok adalah pertemuan antar perusahaan. Untuk menjalin kerja sama. "Nadine... Aku menyerahkan perwakilan perusahaan ini di tanganmu. Kamu sebagai manajer pasti bisa mengendalikan situasi. Dan aku yakin kamu bisa memberikan citra yang baik tentang perusahaan kita ini." Ucap George meyakinkan Nadine. Nadine sudah di beritahukan soal ini beberapa hari sebelumnya. Ini kali pertamanya Nadine mewakili perusahaan secara langsung dalam pertemuan antar perusahaan-perusahaan lain yang tidak bisa di remehkan. "Kamu tentu sudah mempersiapkan diri. Tegaslah dalam berbicara. Dan jangan suka bertele-tele. Buang jauh-jauh sikap tidak disiplin. Oke... Kamu sudah siap kan?" Tanya George. &n
Bab 44 Iri dan Dengki.... Arza pulang dengan muka kusut. Pikirannya tidak menentu lagi. Ia menghempaskan tubuh letihnya ke sofa. Sungguh tadi pertemuannya dengan Nadine adalah pertemuan yang sangat tidak terduga lagi amat memalukan. Arza masih belum percaya kalau Nadine menduduki jabatan Manajer di perusahaan tempatnya bekerja. "Sejak kapan dia menjadi seorang manajer." "Siapa yang mau menjadikan wanita bodoh itu menjadi manajer? Apa mungkin George? Huuuuh...." Arza semakin pusing. Ia merasa malas bila harus memikirkan sesuatu hal yang sudah bersangkut-paut dengan George. Seseorang yang sudah tidak di ragukan lagi kecerdasan dan kepiawaian nya dalam mengolah perusahaan. Jujur Arza merasa ragu jika men
Arza duduk di ruang kerjanya dengan santai. Minuman segar menemaninya. "Selamat pagi menjelang siang pak Arza." Seorang karyawan bawahan Arza datang menghampiri. " Ya, masuk, ada apa?" Tanya Arza pendek. "Maaf, saya membawa pesan dari Pak Bos untuk Pak Arza. Katanya bapak disuruh membawa berkas yang ia tugaskan kemarin untuk bapak." Jelas Karyawan itu sambil merunduk. "Nanti biar ku antar sendiri. Silahkan kamu keluar sekarang." Arza mengisyaratkan kepada karyawan itu untuk keluar. "Tapi Pak Arza,.. pak Bos menginginkannya sekarang." Karyawan tersebut nampak bingung. "Itu urusanku dengan pak bos, aku bilang keluar sekarang ya keluar. Apa kamu mau menentangku haa? Aku bisa saja memecatmu, jika kau tidak menuruti perintahku." Arza berkata kasar dan pongah. &nb