Bab 78
Mata Nadine mulai tak enak. Dengan cepat Nadine melangkah masuk. Tangannya menenteng erat kotak hadiah kiriman dari sang putri. Sedangkan ingatannya masih terpaku pada kue yang tadi di persembahkan untuknya di kafe.
"Mengapa aku kurang teliti dengan seuatu yang seharusnya aku berhati-hati. Ya Tuhan ... semoga tidak terjadi apapun padaku dan juga anak-anak. Semoga di jauhkan dari orang-orang yang ingin berbuat jahat." Nadine berdoa dalam benaknya. Sesampainya di dalam apartemen.Dengan rasa penasaran, Nadine membuka bingkisan dari orang yang sangat ia cintai.
Sebuah kotak perhiasan cantik yang hanya orang-orang tertentu saja yang bisa menebak isinya. Kotak tersebut dibuka, sebuah jam tangan merk Hermes menyambut pandangan mata. Jam yang hanya bisa di beli oleh kalangan-kalangan tertentu saja.&nbs
Bab 79 "Maaf, tolong Mas George jangan salah paham dulu. Haruskah aku mengatakan semuanya jikalau beberapa hari yang lalu Nadine sendiri yang menghubungiku dan marah-marah ditelepon. Sebaiknya Mas George bertanya saja sama Nadine dari mana dia mendapatkan nomor ponselku." Jawab Zea dengan muka memerah. "Benarkah Nadine yang menghubungimu?""Buat apa aku bohong, Mas. Tidak mungkin aku mengada-ada. Dan jikalau hanya untuk membual, tidak mungkin aku bela-belain datang kemari untuk memberitahu Mas George akan bagaimana perilaku istri Mas itu!" kelas Zea. "Aku hanya tidak menyangka Nadine tega merusak hubungan kami. Aku mengatakan semua ini sama Mas George agar masalah bisa terselesaikan. Bukan untuk membual. Tolonglah, Mas! Percayalah!" Zea semakin terisak."Ya, jika ini benar, aku pasti akan bertindak." jawab George. Beb
Bab 80"Ma, Mama salah paham. ini tidak seperti yang Mama lihat." sergah George. "Papa tidak bisa bohong!"melihat kondisi wanita yang sedang mengejar George, jantung Nadine berdetak lebih kencang. Sehingga sulit mempercayai ucapan suaminya. Di belakang George, Zea nampak terisak dengan pakaian dan rambut acak-acakan. "Maaf Mbak. Mbak siapanya Mas George?" tanya Zea mendekat. Nadine kembali memperhatikan wanita yang sekarang berdiri di hadapannya. "Dia istriku, Zea!" George segera memotong. "Oh, namanya Zea rupanya." timpal Nadine pendek dan datar "Jadi ... jadi ... Dia ini Mbak Nadine, istri kamu?" Zea nampak kaget. Mata Zea memperhatikan Nadine dari ujung rambut hingga ujung kaki. Rasa tidak percaya merayap di hatinya. Per
Bab 81Di rumah Nadine tidak bisa berpiir tenang. foto-foto kebersamaan George bersama seorang wanita, di tambah dengan kenyataan yang tengah ia lihat barusan, membuat suasana hatinya kian kecewa. "Tega kau menodai kebahagiaan rumah tangga kita, Pa?" "Kalau kau tak mencintaiku, mengapa harus berbohong dengan segala kepura-puraanmu?" batin Nadine menangis. "Sia-sia sudah kepulanganku." ucap Nadine lirih. Sebelumnya, Nadine nekad pulang lebih awal agar bisa menyelesaikan massalahnya dengan sang suami. Semula ia berniat akan mencari jalan keluar bersama terhadap ancaman yang pernah Arza ucapkan beberapa waktu lalu. Tapi apa yang ia temukan? Ia malah di sambut dengan pemandangan yang sungguh menyakitkan. Kenyataan yang sungguh menguatkan jika pengkhianatan George benar-benar ada.
Bab 82George merasa keanehan kian menjadi. Lagi-lagi dengan adanya foto-foto yang memperlihatkan kebersamaannya bersama seorang wanita. Aneh sekali. Sebab George sendiri merasa tidak pernah berlaku seperti itu, apalagi sampai nekat mengambil potret tak beretika seperti itu. Tidak mungkin ia melakukan itu. Janggal, memang benar-benar janggal. "Dari mana Nadine mendapatkan foto-foto itu? dan siapa yang telah mengedit foto itu? aku yakin, foto tersebut hanyalah editan semata." pikir George. "Tidak! aku tidak akan membiarkan rumah tangggaku hancur karena kejahataan seseorang. Lalu siapa sebenarnya orang yang telah berbuat jahat pada keluargaku tersebut?" George menghubungi Nadine. Namun wanita itu tidak pernah lagi mau mengangkat telepon dari dirinya. Hanya ada sebuah pesan muncul dari Nadine sebagai jawaban untuk George. tergesa George membukan
Bab 83 "Ma, sebelumnya aku minta maaf jika kejadian ini telah membuat hatimu terluka. Untuk saat ini, aku tidak masalah jika Mama ingin membenciku. Tapi meski sebesar apapun kebencian Mama, aku harap Mana jangan terlalu cepat mengambil keputusan untuk berpisah." ucap George."Apakah kau ingin aku mengulur waktu?""Bukan begitu, Ma. Berikan aku waktu selama kurang lebih dalam satu bulan ini. Aku akan membuktikan bahwa aku tidak bersalah. Aku akan mengembalikan kepercayaan Mama. Hanya satu pesanku, jangan terlalu cepat menyebutku sebagai lelaki hidung belang. Aku sama sekali bukan pengkhianat dan tidak pernah berniat untuk menjadi penghianat. Percayalah padaku, Ma." "Sekarang terlepas dari Mama percaya atau tidak, aku tidak masalah. Aku tidak akan berkata lebih banyak lagi. Tapi nanti buktilah yang akan kusodorkan. Bukti yang akan berbicara. Akan ku usut tuntas mas
Bab 84George diam menyimak ucapan demi ucapan yang terdengar dari rekaman suara yang dinyalakan oleh Richardo. Mukanya yang sedari tadi terlihat datar, perlahan mulai memerah. Jari-jarinya saling menggenggam satu sama lain. Aura menahan amarah terlihat jelas pada raut wajah George. "I ... itu suara Farid! Ya itu suara Farid! Dia adalah salah seorang satpam di perusahaan. Salah satu dari orang yang kupercayai. Ya Tuhaaan!" George mengepalkan tangannya. "Berarti memang ada yang sengaja membubuhkan obat tidur ke dalam minumanku. Farud! Astaga! Mengapa aku tidak sadar jika selama ini aku berada didekat orang yang nyata-nyata berniat buruk." "Pantas! Berarti ini jawabannya. Rupanya inilah sebabnya mengapa beberapa hari yang lalu aku merasakan ngantuk yang luar biasa di kantor. Ternyata dia pelakunya. Kurang ajar! keterlaluan! Farid! Dia harus di h
Bab 85"Bentar, lelaki itu menelponku!" Zea memberi isyarat pada Arza untuk menunggu sejenak. "Siapa? George menelepon? Bukankah tadi kau hanya mengirimkannya pesan?" tanya Arza. "Ya benar, tapi dia malah bales menelepon. Ini pertanda bagus. Oke aku angkat sebentar ya! Sst!" Zea menempelkan jari telunjuk ke bibirnya yang merona. Arza menganggukan kepala. "Halo Mas, selamat malam! Maaf kalau tadi pesanku mengganggumu." ujar Zea dengan nada tak enak. "Tidak apa-apa, Zea. Oh ya, kau beneran minta di jemput sama saya?" tanya George dari seberang panggilan. Zea tersenyum amat sumringah. Sebab barusan ia mengirimkan pesan pada George, agar lelaki itu bersedia menjemputnya yang sedang sendirian di bar. Zea beralasan karena tidak ingin terjebak dengan dunia malam.
Bab 86 "Senang sekali rasanya. Akhirnya sekarang aku bisa ketemu langsung sama Mas George malam ini. Berasa seperti mimpi saja!" ujar Zea tersenyum simpul. Tatapan kebahagiaan terpancar di wajahnya. Sedangkan George hanya bersikap datar. "Ya, aku juga cukup senang bisa bertemu sama wanita secantik kamu di sini, Zea." balas George. Dalam hatinya, ia berucap demikian hanyalah sebagai trik belaka. Senyum Zea semakin lebar dengan pujian dan sanjungan yang dilontarkan oleh George. Dalam hati ia berkata "kecantikanku memang bisa menaklukan siapa saja. Termasuk lelaki sedingin George." Zea merasa nenang. "Kamu amat cantik dan muda, Zea. aku tidak yakin jikakalau kau datang kemari sendirian. Lihatlah! Banyak lelaki yang melirik ke arahmu!" George melihat kepada beberapa pasang mata yang menatap Zea dengan sorot mata nakal. Ya pengunjung bar rata-rata memang lelaki mat