Hingga spontan Grey menjauhkan ponselnya akibat suara Dino yang menyakitkan telinga. "Kalau tidak ada perlu akan kumatikan!" Respon Grey yang seketika hendak mematikan ponselnya.
Dengan cepat Dino mencegah, "Hei tunggu
sebentar ini penting!" Cegatnya."Aku sibuk! tolong beritahu dalam satu menit." Ancam Grey sebab, ia tahu hal yang dikatakan Dino pasti tidak akan penting.
"Boy.. Listen to my words oke, begini malam ini, aku mengadakan pesta Halloween, jadi kuharap kau datang menggunakan kos... "
Tutttt!!
Belum sempat Dino menyambung katanya, Grey dengan tidak berperasaan mematikan ponselnya.
"Sudah kuduga dia pasti berbicara hal yang tidak penting!" Gerutu Grey sambil menjauhkan Ponsel yang ia pegang.
***
Alesya ingin keluar sebentar membeli beberapa pakaian untuk kerjanya, dan juga kostum Halloween. Ia tidak sengaja berpapasan dengan Ibu mertuanya, yang kebetulan juga akan pergi bersama pak Lutfi.
"Bukannya jadi isteri yang baik, malah keluyuran!" Sindirnya tepat disebelah Alesya.Alesya yang mengetahui sindiran itu ditujukan untuknya. Hanya tersenyum menunduk lalu membuka pintu, tanpa menghiraukan perkataan Buk Mutia.
"Lihat Itu, perempuan tidak sopan. Kapan anak kita bisa sadar, lalu meninggalkannya!" Sergah Buk Mutia terlihat urat lehernya menonjol.
"Sudahlah, tidak perlu marah begitu." Pak Lutfi mencoba meredam amarah buk Mutia.
Tidak sengaja Alesya mendengar perkataan tersebut. Ia berjalan menaiki Bus kota , lalu ketika sampai dipersimpangan toko yang hendak ia datangi, kembali mengingat perkataan mertuanya, dengan kesal ia mengatai buk Mutia, "Dasar nenek tua! Tenang saja, aku yang akan menceraikan anakmu!" Umpatnya dan lalu menendang kaleng yang kebetulan dibawah kakinya.
KLANG!
"Ouch Shit! this hurts!" Ucap seorang yang tengah kesakitan.
Alesya mendongakkan kepalanya seketika ia mematung mendapati Grey tengah kesakitan.
Grey berdecak kesal saat melihat Alesya yang telah menendang kaleng itu kepadanya, "KAU! tetap disitu, jangan kemana-mana!" Perintahnya, yang dengan sigap melangkahkan kakinya dengan cepat menuju Alesya.
GLEK!
Alesya menelan ludahnya saat melihat Grey tengah menghampirinya, dengan raut wajah kesetanan. Alesya bergidik seketika, dengan cepat mengambil langkah seribu.
Namun dengan cepat Grey mencegat dengan mengatakan, "Jika kau kabur... Aku akan memecatmu sekarang juga!" Ancam Grey yang tampak nafasnya sudah tidak beraturan.
Alesya menggigit bibir bawahnya, ia seolah tidak berkutik lagi. Mencoba berakting agar Grey tidak memecatnya, "Astaga, ternyata Bos Grey ya? Tolong maafkan atas ketidaksengajaan saya." Pungkasnya dengan berlagak salah.
"Kau kenapa selalu membuat hariku menjadi sial sih?" Bentaknya sambil menyentuh dahinya, sesekali meringis kesakitan sebab terdapat luka memar yang cukup lebar.
Alesya sedari tadi memperhatikan luka yang tercetak jelas didahi Grey, seketika menjadi berkeringat dingin.
"Ada apa? Kau dari tadi memperhatikanku!" Tanya Grey. Dan seolah ia menerka dari tatapan Alesya, "Tunggu! Apa jangan-jangan..." Grey segera mengambil Kaca kecil disakunya, dan saat ia akan bercermin.
Alesya buru-buru mencangkal tangan Grey dengan spontan. "Sudah cukup! Ikuti aku.." Sela Alesya menarik tangan Grey ketempat duduk supermarket. Ia membeli obat luka, untuk dioleskan kedahi Grey. "Maafkan aku! sungguh aku tidak sengaja." Ucapnya tampak sibuk mengoleskan luka didahi Grey dengan lembut.
Grey yang sesekali melirik tatapan Alesya yang tampak serius, dan juga tidak sengaja melihat bibir ranum milik Alesya yang berbentuk love, Membuat Grey menjadi canggung detik itu juga, sampai mengalihkan pandangannya. Grey berdehem memulai cerita, "Sekali lagi, kau melakukan hal sial kepadaku! kau akan kupecat mengerti?" Ucapnya yang seperti ancaman bagi Alesya.
Pelan-pelan dia membuka pintu, tapi tidak ada satupun orang diruang tamu. “Syukurlah tidak ada nenek tua itu disana!” batin Alesya merasa lega. lalu menapakkan kakinya dianak tangga menuju kamarnya.“Akh lelah sekali...” Alesya merasa lega setelah membaringkan tubunya dikasur. Bahkan ia tidak sadar bahwa Aidan belum juga pulang.***Morin telah selesai memasak, dia menarik lengan Aidan agar mengikutinya keruangan makan. “Taraa... Lihat semua ini makanan kesukaanmu,” imbuhnya menunjukkan kearah meja, hidangan yang sudah tertata rapi bak restoran bintang 5. Disitu ada lobster lada hitam, Chicken teriyaki, tumis sayur, dan juga curry rice. Semua adalah makanan kesukaannya Aidan.Aidan terperangah seaka tidak percaya saat melihat hidangan yang tampak lezat itu selesai hanya dalam 30 menit. Melihat itu perutnya secara almiah mengeluarkan bunyi.Krukk!Morin mendengar suara perut Aidan yang sudah memberontak membuat perempuan itu tertawa geli. “Kelihatannya perutmu sudah keroncongan, langsu
Setelah makan siang bersama Morin. Tampak Aidan tengah mengetik dilaptotnya dengan serius. Ia seketika teringat omongan kekasihnya Morin bahwa Direktur mereka ingin mengadakan kerja sama antara perusahaan yang berada disamping kantor mereka. Aidan tahu jika kantor tersebut tempat Alesya bekerja. Jadi ia ingin menolak, tapi direkturlah yang langsung menunjuk orang yang ikut dalam bisnis itu, dan nama Aidan ada tercantum dengan jelas disecarik kertas pengumuman. Kini Aidan hendak pulang, ia juga membereskan segala yang berserakan dimeja. Dan setelah sampai diparkiran yang tampak tidak ada orang itu, Morin tiba-tiba saja mengetuk kaca mobil Aidan.Tok, tok, tok! Aidan menurunkan kaca mobilnya. “Ada apa Bu?” tanya Aidan yang masih belum beranjak keluar dari mobilnya. “Panggil Morin! Karena ini sudah diluar jam kerja. kamu menyebalkan sekali, ” rengek Morin manja merungutkan bibirnya.“Hehehe maksud saya Morin,” balas Aidan tersenyum kepada kekasihnya tersebut.“Hmmmm... Ngomong-ngomong
“Akhirnya selesai,” Alesya menyelonjorkan punggungnya dikursi tempat kerjanya. “Akh, pinggang ku sakit sekali!” keluh Alesya yang kesal akibat Aidan yang sangat ganas tadi malam, membuat pinggang-nya seperti akan patah.Misami mengirim pesan kepada Alesya {Apakah kamu baik-baik saja?} Isi pesan sahabatnya tersebut.“Aku tidak baik-baik saja,” gumam Alesya yang langsung menelepon Misami. [Halo Mi!]“Hmm Ada apa?” sahut Misami dengan suara serak tampak seperti baru bangun.“Apakah kamu pulang dengan selamat?” tanya Alesya untuk memastikan keadaan sahabatnya itu setelah kejadian semalam.“Tentu saja, jika tidak bagaimana aku bisa mengangkat telepon darimu, kamu berharap aku tewas gara-gara pukulun pria brengsek yang tak seberapa itu?” seloroh Misami tertawa lu. Agar sang sahabat tidak khawatir.“Syukurlah, kukira kamu mendapatkan luka serius setelah pukulan itu. Kamu tahukan tenaga Pria itu sangat kuat. Leher ku saja masih berbekas! Ah andai saja aku punya kekuatan sudah kuhabisi dia, ”
Aidan duduk memutar-mutarkan kursi tampak isi pikirannya masih terbayang-bayang akan malam yang panas yang telah dilakukannya bersama Kena. “Sial, bisakah aku tidak memikirkan hal itu lagi,” decihnya kesal. Namun lagi-lagi pikirannya malah mengingat saat Alesya memberikan ciuman panas untuknya. Dan hal itu sukses membuat wajah Aidan menjadi merah padam dengan hanya mengingatnya saja. “Aakh.. Bagaimana ini, aku bisa gila!” Aidan mengacak-ngacak rambutnya seolah pikirannya sedang bercabang-cabang.Untung saja Zellius sang sahabat datang menemuinya. “Kamu sudah jadian dengan bu Morin?” bisik lelaki itu seraya melirik disekelilingnya agar tidak ada orang yang mendengar.“Sudah,” dijawab Aidan dengan tampang bak benang kusut.“Tapi kenapa wajahmu seperti orang yang tidak gajian satu bulan,” tanya Zellius yang tampak bingung.“Aku hanya lelah saja sehabis mengerjakan tugas yang menumpuk,” dalih Aidan menunjukkan kertas-kertas yang sudah tersusun rapi.“Hei... kamu sangat beruntung tahu! Lih
Ia melirik perlahan kesamping kanan menyipitkan matanya, memastikan pria mana yang telah melakukan malam yang penuh gairah dengannya. Alis mata Alesya terangkat keatas bersamaan bola matanya menjadi terbuka lebar seperti akan melompat saat tahu bahwa Aidan lah yang telah melakukannya. “Apa yang terjadi disini?” gumanya seraya mengingat-ingat kejadian tadi malam. Dan dia semakin menjadi gelisah saat sudah mengingat bahwa dia yang telah melemparkan diri kepelukan Aidan dan memaksanya melakukan kehendaknya. “Memalukan sekali!” lontarnya tidak percaya lalu mengacak rambutnya. Bukan Alesya saja yang kaget, Aidan yang sedari tadi telah bangun malah malu untuk membuka matanya. “Bagaimana aku bisa keluar dari sini?” ucap batinnya mencari kalimat yang pas untuk menjelaskan. Aidan sengaja menggerakkan tubuhnya berpura-pura bahwa dia baru saja terbangun. Glek. Alesya spontan kembali berpura-pura tidur. Menarik selimut untuk menutupi seluruh tubunya. Sehingga tidak sengaja tubuh polos Aidan te
Aidan telah berada didepan kamar, ia mengetuk pintu. Tidak ada jawaban dari dalam, ia membuka handle perlahan. Namun tidak ada Alesya didalam. “Dia belum pulang juga?” gumam lelaki itu melirik jam tangannya. “Padahal sudah larut malam!” lanjutnya sembari berganti pakaian. Grey tampak sungkan mengantar Alesya kedalam, ia takut akan disalahpahami seperti malam itu. Padahal dia sudah berada didepan rumah Alesya dan tinggal membawa masuk. “Hey bangun!” panggilnya menjawil bahu Alesya yang sedikit bergerak. Kelopak mata Aleysa terangkat perlahan, matanya berputar dan masih setengah sadar diakibatkan alkohol. “Mana Pria jalang tadi?” racaunya dengan mata menyipit. “Dia sudah babak belur! Ini sudah didepan rumahmu, beristirahatlah,” pintanya membukakan sabuk pengaman Alesya. Grey membukakan handle disebelah Alesya dengan lebar agar Aleysa keluar dengan nyaman. “Pelan-pelan jalanya, Aku tidak bisa mengantarmu sampai didepan pintu, Suamimu akan salah paham!” ucapnya yang dijawab Alesya den